Tak Yakin Menang di WTO, Ini Alasan China Membawa Kasus Tarif AS ke Pengadilan Internasional
Langkah China untuk mengadu ke WTO yang bermarkas di Jenewa itu sebenarnya diikuti rasa pesimis WTO bisa "menghukum" Amerika Serikat.
TRIBUNBATAM.ID, BEIJING - China membawa pengenaan tarif impor kedua yang dikenakan Amerika Serikat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang sudah mulai diberlakukan awal September 2019 ini.
Langkah China untuk mengadu ke WTO yang bermarkas di Jenewa itu sebenarnya diikuti rasa pesimis WTO bisa "menghukum" Amerika Serikat. Pasalnya, untuk pengenaan tarif tahap pertama, China juga sudah membawa ke WTO, namun hingga kini belum ada keputusan.
Beijing menyebutkan, upaya ini hanya upaya simbolis untuk mendapatkan landasan moral yang tinggi dengan mendukung sistem perdagangan internasional di tengah perang dagang AS vs China.
Kementerian Perdagangan mengumumkan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (2/9/2019), sehari setelah Washington memberlakukan tarif pertama terhadap US $ 300 miliar impor China.
• Pengusaha Asal Batam Kembali Diperiksa KPK, Siapakah Dia?
• Kehilangan Guru dan Kawan Saat Gempa Padang, Mahasiswa Ini Ciptakan Alat Deteksi Gempa
• Jokowi Akan Jual Lahan 30.000 Hektar di Kaltim, Akali Pembangunan Calon Ibu kota Baru
China secara resmi mengadu ke WTO setelah AS memungut bea 25 persen atas barang-barang Cina senilai US $ 50 miliar pada Juli dan Agustus tahun lalu, serta September 2018 setelah Washington mengenakan tarif 10 persen pada barang-barang Cina senilai US $ 200 miliar.
Namun, WTO, yang berfungsi sebagai hakim untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan antarnegara belum memutuskan satu pun dari pengaduan China.
China sebelumnya sudah yakin WTO tidak akan berdaya memutuskan kasus ini karena hambatan struktural yang dibangun oleh AS. Sebab, selama ini, berbagai sengketa perdagangan yang terjadi dengan AS, sulit dimenangkan oleh pihak lawan.

Berbeda jika AS yang mengadu ke WTO, maka dalam waktu cepat langsung mendapat respon.
Mekanisme penyelesaian sengketa di WTO memang sulit untuk diandalkan karena AS telah menolak untuk menyetujui hakim baru untuk divisi banding.
Jika tidak ada hakim baru yang disetujui pada akhir 2019, maka bagian banding tidak akan memiliki jumlah hakim minimum yang diperlukan untuk mengadili sebuah kasus.
"Proses di WTO akan berlangsung jauh melampaui akhir tahun ini. Keluhan resmi Beijing tentang tarif baru AS lebih merupakan simbolisme daripada substansi," kata Shen Jianguang, kepala ekonom di JD Digit dan pengamat ekonomi China.
"Pertama-tama, dibutuhkan waktu yang relatif lama WTO untuk menangani pengaduan, tidak seperti air yang bisa menghilangkan dahaga langsung," jelas Shen, merujuk pada pepatah Tiongkok kuno.
Menurut aturan WTO, AS memiliki 60 hari untuk mencoba mencapai penyelesaian atas keluhan terbaru.
Jika itu tidak berhasil, China dapat meminta WTO untuk memutuskan bahwa AS harus melakukan perubahan, sebuah proses yang bisa memakan waktu bertahun-tahun, jauh setelah proses penyelesaian sengketa akan berhenti berfungsi.
"Juga, Trump telah mengancam untuk menarik AS keluar dari WTO, jadi tidak ada cara untuk memaksa AS untuk melakukan apa pun bahkan jika China memenangkan kasus ini," tambah Shen.