Tak Yakin Menang di WTO, Ini Alasan China Membawa Kasus Tarif AS ke Pengadilan Internasional
Langkah China untuk mengadu ke WTO yang bermarkas di Jenewa itu sebenarnya diikuti rasa pesimis WTO bisa "menghukum" Amerika Serikat.
Berbeda dengan tarif sebelumnya yang lebih banyak untuk barang modal dan teknologi, pengenaan tarif terbaru ini meliputi hampir seluruh produk asal China, termasuk barang-barang ritel dalam jumlah besar.
Tarif impor ini langsung dikecam oleh Kamar Dagang AS, Federasi Ritel Nasional, Asosiasi Pemimpin Industri Ritel (RILA) dan Asosiasi Pakaian dan Alas Kaki Amerika.
Tindakan itu juga langsung mengguncang pasar modal dan harga minyak dunia.
Indeks saham S&P 500 menukik setelah pengumuman tarif, menghapus kenaikan harian lebih dari 1 persen dan jatuh ke kerugian yang sama besarnya, sementara harga minyak turun hampir 8 persen.
Kenaikan tarif yang diumumkan Trump ini akan merugikan rakyat Amerika karena mereka harus membeli lebih mahal barang-barang seperti pakaian, mainan dan barang-barang rumah tangga, kata Asosiasi Pemimpin Industri Ritel.
Tarif baru ini memukul langsung pada produk konsumen dan kebutuhan keluarga, bahkan juga mengancam produk-produk asesoris Natal tahun ini.
Kaus kaki Natal, misalnya, 95 persen diimpor dari China, begitu juga konsol game dan mainan anak-anak juga 98 persen berasal dari China.
“Tarif adalah pajak bagi konsumen Amerika. Jika tarif ini terjadi, konsumen Amerika akan menanggung beban karena harga pasti lebih tinggi untuk barang-barang sehari-hari seperti pakaian, mainan, barang-barang rumah tangga dan elektronik,” kata RILA dalam sebuah pernyataan yang dirilis sejumlah media AS.
"Keluarga Amerika seharusnya tidak menjadi pion dalam perang dagang ini," kata Myron Brilliant, wakil presiden eksekutif Kamar Dagang AS dan kepala urusan internasional.
Ia mengatakan, menaikkan tarif sebesar 10 persen pada tambahan impor senilai 300 miliar dolar AS dari China hanya akan menimbulkan rasa sakit yang lebih besar pada bisnis, petani, pekerja dan konsumen, dan merusak ekonomi AS yang kuat.”.
Wendy Cutler, mantan negosiator perdagangan AS mengatakan bahwa kebijakan Trump ini justru akan membuat AS menderita.
Cutler yang sekarang wakil presiden di Institut Kebijakan Masyarakat Asia, mengatakan dalam sebuah tweet. "Jangan berharap ... Cina akan duduk diam, tarif AS$ 300 miliar plus balasan-balasan Cina akan sangat merugikan konsumen, pekerja, bisnis, dan petani di AS."
Pertemuan Positif
Keputusan Trump ini dinilai banyak pihak terlalu terburu-buru karena sebenarnya pertemuan delegasi AS dan China di Shanghai berlangsung positif.
Perwakilan Perdagangan AS yang dipimpin oleh Robert Lighthizer serta Menteri Keuangan Steven Mnuchin mencapai kemajuan dalam pembicaraan dengan delegasi China yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden China Liu He, akhir Juli lalu.
Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer bersalaman dengan Wakil Presiden China Liu He dalam pertemuan perdagangan di Shanghai, China, Rabu (31/7/2019) (EPA).
China telah sepakat untuk membeli lebih banyak barang pertanian dari Amerika Serikat setelah pembicaraan perdagangan yang "jujur, efisien, dan konstruktif".
Tak hanya Wapres, China juga menghadirkan Menteri Perdagangan Zhong Shan, Gubernur Bank Rakyat Tiongkok Yi Gang, wakil menteri perdagangan Wang Shouwen dan direktur Biro Statistik Nasional Ning Jizhe.
Pihak China memang belum menentukan produk apa yang akan dibelinya dari AS karena pihaknya akan mempertimbangkan permintaan internal, menurut kantor berita Xinhua.
Pernyataan itu juga mengatakan, AS akan "menciptakan kondisi yang menguntungkan" untuk impor dan pembicaraan berikutnya akan berlangsung pada bulan September di AS, kata Xinhua.
"China telah mulai membeli kedelai dari AS, yang dapat membantu Trump menghadapi tekanan politik domestik, sementara itu perusahaan teknologi AS telah mengangkat suara mereka untuk melobi pemerintah AS untuk melonggarkan kontrol ekspor pada Huawei," kata profesor Wang Yong, pakar hubungan internasional dari Universitas Internasional Peking .
"Bankir Wall Street juga berharap untuk berinvestasi lebih banyak di China. Jika kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan, mereka akan kehilangan pasar Tiongkok yang diperkirakan akan semakin terbuka di tahun-tahun mendatang," katanya seperti dilansir South China Morning Post.
Tetapi pertemuan hari Rabu tersebut masih terlalu jauh untuk disebut sebagai perkembangan karena tidak ada pihak yang bergegas untuk membuat kesepakatan yang lebih spesifik.
Masalah-masalah sulit dari hubungan perdagangan kedua negara mungkin tidak akan segera diatasi karena Beijing juga tahu bahwa tahun 2020 adalah tahun politik di AS karena adanya pemilihan presiden baru.
Faktor lainnya, Trump bukan seorang yang mudah dipegang karena dalam sebuah kondisi kecil, ia bisa membuat keputusan yang sulit.
Di sisi lain, China juga tidak dalam kondisi yang tertekan dalam perdagangan global meskipun mengalami sedikit pernurunan.
Ekonomi Tiongkok diperkirakan masih tumbuh 6,2 persen pada kuartal kedua, sementara prospek ekonomi AS justru sedang tidak baik.
Meskipun perang dagang terus menekan pemilik pabrik di China, namun tidak seburuk yang dibayangkan karena mereka dengan cepat terus mencari alternatif lain untuk mengatasi ketergantungan dari AS.
Seorang penasihat pemerintah China mengatakan, Trump membutuhkan banyak hal untuk memperkuat kampanye presidennya, termasuk menghadapi tekanan ekonomi.
Sebab, suami Milenia ini akan menghadapi pukulan pertama pada Natal tahun ini karena 90 persen asesoris Natal diimpor dari China.
Sebuah sumber menyebutkan bahwa jika Trump tidak hati-hati dengan kebijakannnya, maka hal ini akan berdampak buruk pada Pilpres nanti.
Sementara bagi China, perang dagang atau tidak, China adalah raksasa manufaktur dunia yang sulit dikalahkan.
China sebelumnya telah meminta AS untuk menghapus semua tarif, sementara AS bersikeras pada perubahan aturan di China, sesuatu yang sangat sulit dilakukan dengan sistem negara yang sangat ketat dalam aturan.