Lailatul Qomariyah, Anak Tukang Becak Raih Delar Doktor di ITS, Tolak ke Jepang Demi Tugas Mulia
Lailatul Qomariyah (27), anak tukang becak raih gelar doktor di ITS, tolak tawaran ke Jepang demi tugas mulia
Saat di bangku SMA, Lailatul dianggap orang kaya karena setiap hari selalu diantar dan dijemput dengan becak.
Waktu itu, anak yang bisa diantar dan dijemput becak tergolong anak orang kaya, padahal yang mengantar dan menjemput Lailatul adalah ayahnya sendiri.
"Oleh teman-temannya, Lailatul dibilang anak orang mampu, padahal yang narik becak saya sendiri sebagai ayahnya," ujar Suningrat.
Entah karena apa, Lailatul memutuskan diri agar tidak diantar dan dijemput oleh ayahnya menggunakan becak.
Dia minta dibelikan sepeda ontel agar tidak merepotkan ayahnya.
Sebagai ayah, Suningrat tidak langsung memenuhi permintaan anaknya karena tidak punya uang.
Untuk memenuhi permintaan anaknya, Suningrat harus menunggu masa panen tembakau usai.
"Untuk membeli sepeda ontel anak saya, saya harus menunggu hasil panen tembakau dan menguras tabungan selama setahun.
Waktu itu harga sepedanya Rp 1 juta," ujarnya. Setelah punya ontel, Lailatul yang pernah menempuh pendidikan di TK Muslimat NU Pamekasan rajin mengikuti les selama dua kali dalam seminggu.
Ayahnya sendiri tidak tahu dari mana biaya les diperoleh.
Selama menempuh pendidikan di SMAN 1 Pamekasan, Lailatul yang juga dikenal kutu buku di rumahnya selalu meraih ranking 1 yang sekaligus mengantarkan dirinya diterima di dua perguruan tinggi terkemuka di Surabaya.
"Setelah lulus SMA, Lailatul diterima di Unair Surabaya dan di ITS Surabaya. Tapi pilihannya jatuh ke ITS," ungkap Saningrat.
Cibiran tetangga
Saat hendak kuliah di Surabaya, Saningrat sempat membujuk Lailatul agar memilih kuliah di Pamekasan saja.
Apalagi, Saningrat sering mendapat cibiran dari beberapa orang bahwa dirinya tidak akan mampu membiayai pendidikan anaknya.