Polemik PMK 199 Tahun 2019, Sudirman Terkejut ada 45 Juta Barang Kiriman Berasal dari Batam

Sudirman Saad terkejut ada 45 juta barang kiriman berasal dari Batam. Sebanyak 77,7 % berasal dari seluruh barang kiriman di Indonesia sejak 2019.

TribunBatam.id/ArdanaNasution
Pertemuan UMKM online dan Bea Cukai di aula Balairungsari, Kantor BP Batam, Senin (27/01/2020). 

BATAM,TRIBUNBATAM.id - Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi Badan Pengusahaan (BP) Batam Sudirman Saad terkejut ketika mendengar informasi ada 45 juta barang kiriman berasal dari Batam. 

Sebanyak 77,7 persen di antaranya berasal dari seluruh barang kiriman di Indonesia selama tahun 2019.

Ia mengatakan, Batam jangan sampai dijadikan surga bagi barang konsumsi. "Tapi saya tidak yakin bahwa 45 juta itu datang dari reseller kecil yang hari ini datang dan menyampaikan pengaduannya kepada kami (BP Batam)," tutur Sudirman usai mengadakan pertemuan dengan pelaku UMKM online, di Balairungsari, Kantor BP Batam, Senin (27/01/2020).

Pihaknya bakal mengambil sejumlah langkah, di antaranya dengan menginventarisir seluruh reseller yang ada di Batam.

"Kami akan mendorong teman-teman reseller untuk membuat organisasi. Dari situ, kami akan mendata siapa saja reseller yang memang benar-benar berniat hanya untuk mempertahankan hidup," ucapnya.

Diluar itu, menurut Sudirman harusnya Batam tidak boleh dijadikan tempat perdagangan barang konsumsi.

"Batam ini dirancang sebagai kawasan industri supaya kita bisa berproduksi di sini lalu kemudian di ekspor kembali," ujar Sudirman.

Dalam waktu dekat, Sudirman mengatakan akan menghitung kembali jumlah reseller yang ada di Batam.

"Nah kalau sekarang ini ada yang menjadikan Batam sebagai tempat reseller itu tidak boleh. Prinsipnya barang untuk konsumsi hanya untuk kebutuhan lokal Batam, tidak untuk diperdagangkan kembali ke Indonesia," tambah Sudirman.

Sudirman merasa pertemuan ini memang ada baiknya. Dia mengatakan dapat memanfaatkan momentum ini untuk bisa menginventarisir reseller yang ada di Batam.

Dia menyampaikan bahwa jangan sampai reseller ini bisa bertambah banyak.

"Momentum ini bisa kita manfaatkan, karena itu tadi Batam tidak dijadikan tempat perdagangan barang konsumsi, target kita justru untuk barang-barang industri bagaimana kawasan industri berkembang," tambah Sudirman.

Sudirman menilai reseller ini memang menjadi penyangga perekonomian di Batam ketika industri melemah.

"Maka reseller ini adalah semacam tempat penampungan sementara bagi mereka, tetapi jangan sampai ini menjadi sesuatu yang permanen dan kemudian membesar karena ini akan menyalahi rencana awal dibangunnya Kota Batam," katanya. 

Tanggapan Bea Cukai Batam Soal PMK 199 Tahun 2019

Kota Batam diberi pemberlakuan khusus untuk barang impor.

Ini disampaikan Humas Bea Cukai Batam Sumarna mengatakan usai melakukan pertemuan dengan reseller online yang memprotes pemberlakuan PMK 199 2019 di Kantor BP Batam, Senin (27/1/2020).

"Bahwa untuk di Batam ini memang ada perlakuan khusus untuk barang yang ex-industri. Dimana dia tidak dikenanakan bea masuk, itu merupakan keunggulannya," ucapnya. 

Sumarna menambahkan bahwa setiap barang impor yang masuk ke wilayah Indonesia yang bukan FTZ akan dikenakan bea masuk, PPn, dan juga PPh.

Sedangkan dengan pemberlakuan PMK 199 tahun 2019, barang yang akan dikirim dari wilayah FTZ seperti Batam hanya dikenakan bea masuk dan Ppn.

"Ini sudah luar biasa sebenarnya, ini harus dipahami teman-teman pelaku usaha bahwa ada perlakuan khusus terkait dengan barang-barang ex-industri Batam," ujar Sumarna.

Sumarna menegaskan, pedagang online shop di Batam tetap diuntungkan meski PMK ini diberlakukan.

Menurutnya, importir yang memasukkan barang ke Batam, sama sekali tidak dikenakan bea masuk dan bebas pajak. 

VIDEO - Pedagang Online Protes PMK 199 Tahun 2019, Temui Kepala BP Batam

Barang akan dikenakan bea ketika keluar dari Batam. Menurutnya, Batam tetap diuntungkan karena barang yang dikirim keluar hanya dikenakan dua komponen yaitu bea masuk dan Ppn.

"Ini sudah keunggulan, sudah jadi pembedaan antara Batam dan tempat yang lainnya," kata Sumarna.

Kemudian mengenai hubungan antara importir Batam dan reseller, Sumarna mengatakan pihaknya tak akan bisa mengukur soal untung rugi dari reseller dan importir tersebut.

"Karena kita juga tidak bisa melihat itu, karena itu merupakan bussines to bussines," ungkap Sumarna.

Namun soal perbandingan keuntungan antara reseller Batam dan reseller di tempat lain, Sumarna pun mengakui bahwa reseller Batam tak akan mampu bersaing apabila margin keuntungan yang diterapkan berbeda.

"Kalau memang di Jakata mereka memberikan margin yang lebih rendah daripada di Batam, tentu tak bisa bersaing," sambungnya.

Namun begitu, Sumarna mengatakan bahwa pemerintah tak bisa mengukur karena itu merupakan hubungan antar bisnis.

"Tapi yang perlu saya sampaikan, di Batam ini sudah diperlakukan sangat istimewa terkait pungutan negara, ini sudah berbeda dengan apa yang berlaku di tempat lain," katanya.

Pedagang Online Sempat Walk Out

Sejumlah pedagang online sempat walk out dalam pertemuan antara UMKM online Kota Batam dan Bea Cukai di aula Balairungsari, Kantor BP Batam, Batam Centre, Senin (27/01/2020).

Sebagian pedagang merasa petugas Bea dan Cukai yang datang dalam pertemuan tersebut tidak memahami akar permasalahan mereka. 

Pada pertemuan ini para pedagang menganggap tak ada solusi yang lahir atas permasalahan mereka.

Perwakilan Forum Reseller Batam (FRB), Firman menjadi di antara orang yang keluar dari ruangan sebelum pertemuan selesai.

Dia dan yang lain kecewa atas pertemuan yang tak kunjung memunculkan solusi.

"Lebih kepada pembodohan menurut saya, disitu Bea Cukai seperti menutupi apa alasan utama peraturan ini dikeluarkan," ucap Firman.

 Petugas Bea Cukai Dianggap Tutupi Permasalahan, Sejumlah Pedagang Online Shop Batam Pilih Walk Out

 Pertemuan Pedagang Online dengan Kepala BP Batam Berlangsung Alot, Rudi Undang Bea Cukai

Menurut Firman, Bea dan Cukai seperti belum paham bahwa yang sedang melakukan protes adalah reseller yang hanya membeli dari importir.

Firman melanjutkan bahwa reseller lah yang menjadi korban ketika pemberlakuan PMK 199 tahun 2019 jadi dilaksanakan.

"Peraturan ini sebetulnya lebih menguntungkan importir, tapi mereka lebih berpihak ke sana, mereka berusaha menutupi itu," keluhnya.

Melalui keterangan Firman, bea masuk yang harusnya menjadi beban importir, namun karena di Batam berstatus FTZ maka biaya itu dibebankan saat pengiriman ke luar wilayah FTZ.

"Importir di Batam kan tidak dibebankan bea masuk, dengan ini kan bea masuk dibebankan ke kami sebagai reseller," ungkapnya.

Sebagai reseller, pihaknya selama ini membeli barang dari importir dengan harga barang yang sudah dinaikkan untuk keuntungan.

"Misalkan importir membeli barang seharga 100 ribu Rupiah, terus dia jual ke kami yang reseller seharga 200 ribu, terus kami masih harus bea masuk lagi seharga 200 ribu, rugi kan kami?, beban itu kan jelas ada di kami," katanya.

Menurut Firman, hal ini lah yang sampai saat ini belum bisa dijelaskan oleh pihak Bea Cukai.

 Soal PMK 199 Tahun 2019, Udin P Sihaloho: Normatif saja, Tidak ada Masalah

 VIDEO - PMK 199 Tahun 2019 Bikin Pedagang Online Shop Batam Menjerit, Ngadu ke Kepala BP Batam

"Bea cukai berusaha membodohi dan pura-pura tidak tahu kalau memang importir membeli dengan harga seratus ribu dan dijual ke kami dengan harga 200 ribu, padahal kan mereka yang tahu harga barang impor," ucap Firman.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam mendukung kebijakan mengenai impor barang kiriman yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.04/2019 yang resmi akan berlaku mulai 30 Januari 2020.

Anggota Komisi II DPRD Batam, Udin P Sihaloho menilai, PMK ini tidak berpengaruh bagi Kota Batam karena merupakan wilayah free trade zone (FTZ) atau bebas pajak.

Tetapi apabila menyangkut urusan bisnis seperti mengirim barang dari Batam ke luar, kemudian dikenakan dengan aturan menurutnya wajar-wajar saja.

"Regulasi tersebut bertujuan untuk melakukan penyelarasan pendapatan negara dari sektor pajak. Menurut saya normatif itu. Tidak ada masalah," ujar Anggota Komisi II DPRD Kota Batam Udin P Sihaloho saat ditemui di lobi DPRD Batam, Senin (27/1/2020).

Ia menegaskan, setiap pekerjaan atau bisnis pasti memiliki konsekuensi dan resiko yang harus dihadapi.

Pelaku usaha diminta agar tidak memanfaatkan momen ini untuk kepentingan pribadi dan mengesampingkan hal yang lainnya.

 Humas BC Batam Disoraki Pedagang Online saat Pertemuan di BP Batam Gegara Bilang Ini

"Paling tidak jika barang di luar daerah tentu kan ada konsekuensi membayar pajak. Itu mau tak mau dong. Karena pendapatan negara itu paling besar dari sektor pajak. Nah kalau kita mengelak dari sini, kita juga tak bisa banyak menuntut dong," ucap Udin.

Menurutnya, pembahasan intensif dari pemerintah pusat, dilakukan terkait naiknya harga batas pajak barang impor.

Udin menilai, bisa saja pengusaha online mengirimkan paket yang harganya di atas Rp 45 ribu dengan sistem bertahap. Sehingga paket yang dikirim tidak dikenai pajak.

"Seorang pebisnis harus mau dikenakan pajak. Kita harus mengikuti selama pajak itu dikembalikan ke masyarakat untuk kesejahteraan," katanya.

Udin menambahkan penjualan bisnis melalui online tidak menjadi sektor utama pendapatan bagi negara. Kebijakan yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut sudah melalui kajian dan pertimbangan yang matang.

"Jangan karena ada kekhususan untuk Batam ini, kita jadi kesempatan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan. Kalau peraturan itu datang dari atas, pasti sudah mempertimbangkan baik buruknya untuk Batam ini," kata Udin.

Pedagang Online di Batam Bereaksi

Ratusan pedagang online shop di Batam bertemu dengan Kepala BP Batam di Balairungsari BP Batam, Senin (27/1/2020).

Pertemuan itu untuk membahas berlakunya PMK 199 Tahun 2019.

Sumber Tribun menyatakan ruangan pertemuan sampai penuh.

Sebelumnya pedagang online shop di Batam menjerit setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 2019 tentang ketentuan kepabeanan, cukai dan pajak atas impor barang mulai 30 Januari 2020.

Aturan tersebut seperti tamparan bagi para pedagang di Kota Batam yang selama ini banyak menjual barang-barang impor.

 Pertemuan dengan Pedagang Online Tak Temui Solusi, Kepala BP Batam Panggil BC Batam

Termasuk reseller online yang juga banyak menjual barang-barang tersebut ke luar daerah Batam.
Sebutlah sepatu, tas serta produk tekstil yang gerainya berjumlah ratusan di kota ini.

Dalam aturan tersebut, pemerintah akan menerapkan menurunkan ambang batas barang yang bebas tarif impor dari 75 dolar Amerika Serikat (AS) menjadi hanya 3 dolar AS saja.

Dengan kurs saat ini, Rp 14 ribu per dolar, artinya, barang di atas Rp 42.000 akan dikenai tarif impor sebesar 7,5 persen.

Sejumlah barang yang bakal dikenakan tarif itu adalah sepatu, tas dan koper serta sepatu serta produk tekstil atau garmen.

Produk itu merupakan barang-barang konsumer paling laris-manis saat ini, terutama perdagangan online.

 Curhat Pedagang Online di Batam, Mulai Kurangi Karyawan Berharap Ada Solusi dari Kepala BP Batam

Sebenarnya, beleid ini bertujuan mulia, yakni untuk melindungi industri lokal dari serbuan barang-barang impor semakin hari semakin membuat sesak pasar ritel Indonesia.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal bea dan Cukai Syarif Hidayat mengungkapkan bahwa produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor, terutama China.

Selain itu, aturan ini adalah untuk memudahkan pengusaha dan jasa pengiriman karena bea masuk terhadap barang kiriman ini dikenakan tarif tunggal.

Pasalnya, di sisi lain, pemerintah juga memangkas pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Jika sebelumnya tarif berkisar ± 27,5%-37,5% yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP, dan PPh 20% tanpa NPWP, kini semuanya menjad i± 17,5% saja, yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10 %, dan PPh 0%.

“Penetapan tarif normal ini demi menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum,” ujar Syarif.

Dukung PMK 199 Tahun 2019

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam mendukung kebijakan mengenai impor barang kiriman yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.04/2019 yang resmi akan berlaku mulai 30 Januari 2020.

Anggota Komisi II DPRD Batam, Udin P Sihaloho menilai, PMK ini tidak berpengaruh bagi Kota Batam karena merupakan wilayah free trade zone (FTZ) atau bebas pajak.

Tetapi apabila menyangkut urusan bisnis seperti mengirim barang dari Batam ke luar, kemudian dikenakan dengan aturan menurutnya wajar-wajar saja.

"Regulasi tersebut bertujuan untuk melakukan penyelarasan pendapatan negara dari sektor pajak. "Menurut saya normatif itu. Tidak ada masalah," ujar Anggota Komisi II DPRD Kota Batam Udin P Sihaloho saat ditemui di lobi DPRD Batam, Senin (27/1/2020).

Ia menegaskan, setiap pekerjaan atau bisnis pasti memiliki konsekuensi dan resiko yang harus dihadapi.

Pelaku usaha diminta agar tidak memanfaatkan momen ini untuk kepentingan pribadi dan mengesampingkan hal yang lainnya.

 VIDEO - PMK 199 Tahun 2019 Bikin Pedagang Online Shop Batam Menjerit, Ngadu ke Kepala BP Batam

 Humas BC Batam Disoraki Pedagang Online saat Pertemuan di BP Batam Gegara Bilang Ini

"Paling tidak jika barang di luar daerah tentu kan ada konsekuensi membayar pajak. Itu mau tak mau dong. Karena pendapatan negara itu paling besar dari sektor pajak. Nah kalau kita mengelak dari sini, kita juga tak bisa banyak menuntut dong," ucap Udin.

Menurutnya, pembahasan intensif dari pemerintah pusat, dilakukan terkait naiknya harga batas pajak barang impor.

Udin menilai, bisa saja pengusaha online mengirimkan paket yang harganya di atas Rp 45 ribu dengan sistem bertahap. Sehingga paket yang dikirim tidak dikenai pajak.

"Seorang pebisnis harus mau dikenakan pajak. Kita harus mengikuti selama pajak itu dikembalikan ke masyarakat untuk kesejahteraan," katanya.

Udin menambahkan penjualan bisnis melalui online tidak menjadi sektor utama pendapatan bagi negara. Kebijakan yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut sudah melalui kajian dan pertimbangan yang matang.

"Jangan karena ada kekhususan untuk Batam ini, kita jadi kesempatan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan. Kalau peraturan itu datang dari atas, pasti sudah mempertimbangkan baik buruknya untuk Batam ini," kata Udin.

Kepala BP Batam temui Menkeu

Sebelumnya Kepala BP Batam Muhammad Rudi akan menghadap Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Hal ini menyikapi keluhan dari pengusaha terkait dampak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.

Tak menunggu lama, Rudi juga mengaku akan merapatkan jajarannya terkait persoalan itu.

"Ada keluhan yang masuk. Untuk itu akan kami surati dan ketemu, habis ini rapat di BP untuk merapatkan soal itu," kata Rudi, Selasa (21/1/2020).

Seperti diketahui, PMK yang mulai berlaku 30 Januari 2020 itu menurunkan ambang batas barang impor toko dalam jaringan dari 75 dolar AS menjadi tiga dolar AS.

Dengan aturan itu, maka masyarakat yang berbelanja barang dari Batam dengan nilai di atas 3 dolar AS (sekitar Rp45 ribu) dikenakan pajak.

Karena barang yang dikirim dari Batam ke daerah lain di Indonesia diperlakukan sebagai impor.

Banyak pengusaha bidang importir khawatir dengan keluarnya aturan itu berpotensi mematikan pedagang online di Batam.

Sebab harga jual final tidak bisa bersaing dengan harga jual produk luar Batam.

Menyiasati hal tersebut, Kepala BP Batam segera menyurati Menkeu agar mengkaji ulang kebijakan.

"Kami akan menghadap beliau, karena kami terima PMK, tugas kami melapor kembali, apa solusi dari Menteri, melalui Dirjen. Ya tentunya, karena ini menyangkut hajat hidup pengusaha online lain," tuturnya.

Andre Tan selaku pengusaha bidang online mengeluhkan program itu. Menurut Andre, dengan kebijakan tersebut menimbulkan keresahan. Karena selama ini, impor barang tidak sebesar itu.

"Kita kerja dan berusaha untuk untung. Tentu, dengan kebijakan itu, jika kita naikan maka minat masyarakat konsumen bakal tak mau. Dan akhirnya, usaha kami pelan-pelan mati," kata dia.

Cara Penghitungannya

Ratusan pedagang online di Batam memprotes berlakunya PMK 199 Tahun 2019 tentang kepabeanan.

Mereka bertemu dengan Kepala BP Batam Muhammad Rudi di kantor BP Batam, Senin (27/1/2020).

Pedagang online di Batam menjerit karena aturan baru itu memukul usaha mereka.

Berlakunya PMK 199 Tahun 2019 akan menjadikan barang dari Batam lebih mahal dari biasanya.

Sebab, barang-barang impor yang keluar dari Batam akan dikenakan bea masuk mulai 30 Januari 2020.

Hal ini berlaku setelah adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK 010 2019. Aturan itu menurunkan ambang batas bebas bea masuk dari 75 dollar AS menjadi hanya 3 dollar AS atau setara dengan Rp 42.000 (kurs Rp 14.000).

 VIDEO - Pedagang Online Protes PMK 199 Tahun 2019, Temui Kepala BP Batam

Itu artinya, harga barang impor yang lebih dari Rp 42.000 akan dikenakan bea masuk sehingga harganya akan lebih mahal.

Ketentuan ini juga berlaku untuk barang impor yang keluar dari Batam.

Sebenarnya di dalam aturan PMK 199/PMK 010 2019 dijelaskan, semua barang dari luar negeri yang masuk ke Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor.

Namun demikian, bila barang tersebut dikeluarkan dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya, maka akan dikenakan bea masuk dan pajak impor sesuai dengan yang telah ditentukan.

"Jadi semua barang dari Batam eks luar negeri yang masuk ke daerah Indonesia lainnya dianggap impor," ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Syarif Hidayat ketika dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (24/1/2020).

Bagaimana cara perhitungannya?

Perlu diketahui, dengan penurunan ambang batas tersebut, pemerintah menerapkan tarif pajak impor sebesar 17,5 persen yang terdiri atas bea masuk 7,5 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 0 persen.

Tarif ini tidak berlaku untuk produk tekstil, tas, dan sepatu karena dikecualikan.

Misalkan Anda membeli barang impor seharga 14,9 dollar AS. Ditambah ongkos kirim dan asuransi masing-masing 3 dollar AS dan 1 dollar AS, maka harga barang tersebut 18,9 dollar AS atau Rp 283.500 (kurs Rp 15.000 per dollar AS).

Cara menghitung bea masuk:

Rp 283.500 (harga barang) X 7,5 persen (tarif bea masuk) = Rp 21.262,5

Cara menghitung PPN:

Rp 305.500 (harga barang+bea masuk) X 10 persen (tarif PPN) = Rp 30.550

Total harga barang impor yang harus dibayar:

Rp 283.500 (harga barang) + Rp 21.262,5 (bea masuk) + Rp 30.550 (PPN) = Rp 335.312,5

Baca juga: Gara-gara Bea Masuk Barang E-commerce, Sri Mulyani Dapat Petisi

Adapun untuk produk tekstil, tas, dan sepatu diterapkan tarif pajak yang berbeda. Untuk tas, sepatu, dan produk tekstil seperti baju, besaran tarifnya tetap mengikuti tarif normal.

Bea masuknya berkisar 15-20 persen untuk tas, 25-30 persen untuk sepatu dan 15-20 persen untuk produk tekstil. Ini belum ditambah PPN sebesar 10 persen dan PPh 7,5 persen hingga 10 persen.

persen untuk tas, 25-30 persen untuk sepatu dan 15-20 persen untuk produk tekstil.(TribunBatam.id/Ardananasution/RomaUlySianturi)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved