Di-PHK dari Online Shop, Yudi Sempat Mengurung Diri: Sejak Ada PMK 199, Banyak Karyawan Dipecat

Setelah pemberlakuan pajak kiriman barang dari Batam, Online shop yang menjual barang tas dan sepatu ini, harus melakukan penyesuaian jumlah pekerja.

TRIBUNBATAM.id/ARDANA NASUTION
Yudi Zulfian (27), salah satu karyawan yang harus di-PHK oleh online shop di Batam, karena dampak PMK 199. 

Di-PHK dari Online Shop Batam, Yudi Ngaku Sempat Mengurung Diri : Sejak Ada PMK 199, Banyak Karyawan Dipecat 

BATAM, TRIBUNBATAM.id -  Yudi Zulfian (27), merupakan satu di antara karyawan yang bekerja di online shop Batam yang telah merasakan dampak peberlakuan PMK 199/2019 yang saat ini sedang banjir protes dari seller online di Batam.

Bagaimana tidak, bapak satu anak yang tadinya bekerja di online shop Anemone ini kini berstatus pengangguran usai mengalami pemutusah hubungan kerja (PHK) dari tempatnya bekerja.

Setelah pemberlakuan pajak kiriman barang dari Batam, Online shop yang menjual barang tas dan sepatu ini, harus melakukan penyesuaian jumlah pekerja.

Ini dikarenakan pendapatan online shop ini tak lagi sama setelah PMK 199 diberlakukan.

Pembebanan pajak saat pengiriman terhadap barang seharga minimal 3 USD tersebut praktis memukul usaha online shop ini.

 Sejak PMK 199/2019 Berlaku, Pedagang Online di Batam Kalang Kabut, Stop Kirim Barang ke Luar

Jika tadinya pajak yang dikenakan hanya terhadap barang yang berharga di atas 75 USD, tentu tak berpengaruh pada online shop ini.

Setelah pemberlakuan PMK 199, online shop tempat Yudi bekerja pun harus menambahkan biaya pajak di dalam harga jual.

Yang itu membuat daya saing menjadi lemah lantaran harga yang lebih tinggi.

Yudi sudah bekerja di sana selama 3 tahun menjadi supir.

Dia biasanya bertugas mulai dari mengambil barang, sampai mengirimkan barang ke jasa ekspedisi.

Oleh karena pihak online shop memutuskan untuk melakukan penyesuaian jumlah karyawan, maka Yudi terpaksa harus dirumahkan.

Itu karena pihak online shop tempat Yudi bekerja tak mampu lagi membayar gaji karyawan yang tadinya bisa berjumlah 40an orang tersebut.

Menurut Yudi, kini tinggal sekitar 12 orang karyawan yang tersisa di sana.

"Itu pun dengan gaji seadanya, mereka itu bertahan hanya supaya bisa menyambung hidup saja," ujar Yudi kepada TRIBUNBATAM.id, Rabu (12/2/2020).

Awalnya, Yudi bercerita sempat stres, dia hanya mengurung di rumah beserta istri dan anak perempuannya yang baru berusia satu tahun.

"Saya kemarin di rumah saja, sempat stres juga. Mau bagaimana saya memberi makan anak istri kalau tak ada pekerjaan begini," tuturnya.

Yudi mengatakan baru dua hari dia keluar rumah.

Itu dilakukannya demi mencari solusi bagaimana dia harus menyambung kehidupannya bersama keluarga kecilnya ke depan.

"Saya baru hari Senin kemarin keluar, mau coba cari pekerjaan lain lah," kata Yudi.

Di hati kecilnya dia berharap agar pemerintah mengkaji ulang pemberlakuan ini, agar dia dapat kembali bekerja di tempat lama nya.

"Saya kalau bisa menunggu di panggil lagi di sana, cuma kan tak tahu sampai kapan ini bisa kembali lagi seperti dulu. Saya umur sudah lumayan, kesempatan di luar sana pun sudah tak banyak bagi saya, apalagi sekarang cari kerja di Batam susah sekali," kata Yudi. (TribunBatam.id/Ardana Nasution)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved