Lebih Bahaya Dibanding Covid-19, 104 Meninggal Karena DBD di Indonesia, Penularan Sama-sama Cepat
Kasus demam berdarah dengue (DBD) ini bahkan tercatat jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan kasus virus corona.
JAKARTA, TRIBUNBATAM.id - Kasus Corona di Indonesia Sejauh ini masih menghantui warga.
Mirisnya lagi, jumlah tersebut terus bertambah kendati ada yang sudah sembuh.
Kasus demam berdarah dengue (DBD) ini bahkan tercatat jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan kasus virus corona.
• Isi Spanduk Warga Karimun Saat Demo di Perusahaan, PT KG Entah Apa yang Merasukimu
• RS Khusus Covid-19 segera dibangun, Ini Material yang Dibawa Pesawat Hercules Milik TNI AU ke Batam
• Permintaan Ditolak Perusahaan, Warga Karimun Demo PT Karimun Granite
Diketahui, hingga Rabu (11/3/2020) di Indonesia tercatat 34 pasien DBD meninggal dunia.
"Jumlah kasus DBD per 11 Maret 2020 tercatat sebanyak 17.820 kasus," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers yang digelar di Kemenkes, Rabu (11/3/2020), seperti dilansir Kompas.com.
Siti mengatakan bahwa data tersebut terpantau sejak Januari hingga 11 Maret 2020.
Ia juga mengatakan bahwa penularan DBD terjadi secara cepat.
• Bantuan Provinsi, 260 Keluarga di Karimun Dapat Pemasangan Instalasi Listrik Gratis
• Diduga Terpeleset, Awak KM Kaisar 88 Terjatuh di Perairan Baran Karimun, Ditolong Prajurit TNI
"DBD itu penyakit yang berpotensi menjadi wabah dan kejadian luar biasa (KLB) dikarenakan kecepatan penularannya. Jadi mengapa tiba-tiba (jumlah) kasus tiba-tiba melonjak jadi tinggi? Sebab, ini karena proses penularan tetap terjadi," ujar Siti di Kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (11/3/2020).
Menurut Siti, penyebab penularan DBD, yakni iklim tropis Indonesia dan keberadaan nyamuk Aedes aegypti.
"Individu butuh waktu 5-7 hari setelah tergigit nyamuk Aedes aegypti, lalu baru muncul gejala klinis DBD. Tetapi, bisa jadi orang tidak merasakan gejala klinis, padahal dia sudah positif tertular DBD. Kalau daerah yang nyamukmya banyak, ya (risiko) penularan cepat terjadi," jelas Siti.

Ia mengungkapkan, terdapat 104 kematian akibat kasus DBD ini yang mayoritas berada di NTT.
Menurut Siti, angka kematian di NTT tinggi karena sejumlah hal.
Hal pertama yaitu karena faktor lingkungan yang mana banyak terdapat tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti.
"Lalu, tidak dilakukan pencegahan sebelum masa penularan DBD. Kemudian, tempat perindukan nyamuk tidak dibersihkan," tutur Siti.
Lebih lanjut, Siti mengungkapkan, ada empat provinsi lain dengan kasus kematian akibat DBD yang juga tinggi.