HUMAN INTEREST
CURHAT Ketua RT Selama Pencairan Bantuan Pemerintah, Ade Leida : Kena Teror Warga Sampai Mau Nangis
Ade Leida, seorang Ketua RT di Patam Lestari mengaku tertekan sebulan terakhir saat penyaluran dan pencarian bantuan sosial.
Penulis: Beres Lumbantobing |
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Penyaluran bantuan sosial dalam sebulan terakhir cukup menyita perhatian masyarakat, bahkan keluh kesah hingga rasa senang mewarnai penerima bantuan sosial.
Tak hanya bantuan paket sembako covid-19 dari Pemko Batam, bahkan sejumlah bantuan sosial lainnya.
Sepekan terakhir, berbagai jenis bantuan mulai dikucurkan oleh pemerintah, ada Bantuan Sosial Tunai (BST) ada Program Keluarga Harapan (PKH), Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan BLT.
Polemik pembagian bantuan sosial itu bahkan tak berkesudahan, banyak warga yang komplain.
Di antara warga bahkan ada yang menyalahkan perangkat RT dan RW yang tidak objektif dalam melakukan pendataan.
"Tidak taulah mau bagaimana, dikit-dikit kami yang disalahkan. Kami yang diteror, padahal kami sudah bekerja," kata seorang ketua RT, Ade Leida saat mendampingi warganya yang hendak melakukan pengambilan Bantuan Sosial Tunai (BST) di Kantor Pos Sekupang, Selasa (19/5/2020).
• JADWAL Belajar di Rumah & Libur Lebaran Berakhir 1 Juni, Siswa Batam Masuk Sekolah Lagi?
Bahkan Ade Leida sapaan Ida mengaku tertekan sebulan terakhir saat penyaluran dan pencarian bantuan sosial.
Bukan tanpa alasan, kata Ida, ada bantuan koordinasinya sama RT langsung.
Bahkan pencairan bantuan sosial pusat pun kordinasinya ke RT.
"Apa saya tak pusing, ditelpon warga, didatangi warga. Datang-datang bilang, mana jatah bantuan kami, sementara mereka tidak terdata," ujar Ida.
Tidak hanya itu, sederet cerita perjuangan RT sebagai ujung tombak pendataan penerima bantuan sosial menjadi cerita momok bagi Ida.
Bahkan Ida mengaku sehari-hari menghabiskan waktu hanya untuk mengurusi masalah bantuan sosial.
"Beragam lah pokoknya, pening saya. Saya kadang hampir menyerah, untung suami sering bilang. Sabar, jadi RT itu adalah pengabdian," kata Ida menceritakan perjuangannya.
"Gaji tak seberapa, kerja bahkan 24 jam. Udah gitu kena teror warga terus. Nasib RT beginilah, dikira enak," kata Ida.
Ida mengatakan, di RT 04 RW 13 tempat dia tinggal ada 238 KK.
Dari jumlah itu sebanyak 200 an KK tinggal di Rumah Liar alias Ruli, ada dua perumahan.
"Dan saya dituntut harus objektif ditengah kondisi seperti itu, kalau dipikir-pikir, warga yang tinggal di Ruli tentu berhak mendapat bantuan sosial, sementara jumlah bantuan terbatas, dan mereka minta harus dapat bantuan. Mau saya cari darimana?" kata Ida bercerita.
Apalagi, bantuan sembako dari Pemko terbatas, artinya sudah dihitung.
"Makanya saya bingung, ada warga yang bilang pilih kasih. Dibilang ketua RT tidak adil, sementara kita sudah sampaikan kondisi ini ke kelurahan. Kan melalui pendataan lalu diajukan, walau memang ada pengumpulan KK namun tidak semuanya dapat sembako,” ungkap Ida.
Dia mengaku sedih karena niat ingin membantu tapi malah kita yang ditekan.
"Ditekan dari atas, ditekan dari bawah, jadi serba salah. Ditambah warga sesuka hati, tau lah kan. RT yang saya pimpin mayoritas tinggal di Ruli, orang tinggal di ruli keluar masuk tanpa melapor," kata Ida.
Meski begitu banyak permasalahan yang dihadapinya, Ida mengaku sudah terbiasa dengan hal itu.
"Itu kan cerita sedihnya, hehe.. Kalau dipikir-pikir apalagi saya seorang cewek, tapi karena saya suka berbaur, jadi iya nikmati saja tantangannya," kata Ida dengan gaya topi miringnya.
Menurut wanita kelahiran 1967, Ade Leida Ketsiah Kaka Li Uang, kampung Flores Batu Miring, Patam Lestari yang ia huni saat ini merupakan kampung perpaduan antar bangsa.
"Perkampungan kami itu komplit, ada rumah mewah, banyak rumah liarnya, beragam warga, suku tapi dominan orang kita flores," kata Ida. (Tribunbatam.id/Beres Lumbantobing)