Gus Miftah Melihat Pemerintah Gamang, Harusnya Waspada Bukan Berdamai dengan Corona
Di Mata Najwa, Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Gus Miftah tidak sependapat ungkapan berdamai dengan Corona yang disampaikan Presiden Jokowi
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Di Mata Najwa, Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Gus Miftah tidak sependapat ungkapan berdamai dengan Corona yang disampaikan Presiden Jokowi.
Bahkan Gus Miftah melihat adanya kegamangan pemerintah dalam menangani Covid-19.
Dilansir TribunWow.com, Gus Miftah menyatakan ajakan berdamai dengan Virus Corona itu justru menunjukkan kegamangan pemerintah.
Ia juga menduga sejumlah penyebab hingga presiden mengajak masyarakat berdamai dengan virus yang telah menewaskan ribuan orang di Indonesia itu.
Pada kesempatan itu, mulanya Gus Miftah menyebut Virus Corona tak akan hilang dari muka bumi.
"Saya pikir begini, virus ini harus dipahami bahwa virus ini tidak akan hilang sama sekali, akan tetap ada," ucap Gus Miftah.
"Artinya keberadaannya tidak akan hilang sama sekali."
Gus Miftah menyebut, keberadaan Virus Corona justru memaksa wearga untuk peduli dengan kebersihan.
Ia pun secara gamblang menyatakan tak setuju dengan istilah berdamai dengan Virus Corona.
"Islam kenapa kemudian mengajarkan kita untuk kebersihan? Maka kita sering mendengar kebersihan itu sebagian dari iman," kata Gus Miftah.
"Saya pribadi kurang sepakat dengan istilah berdamai dengan virus."
Menurut dia, istilah berdamai bisa digunakan jika kedua pihak memiliki kemauan yang sama.
Hal itulah yang disebutnya masih menjadi tanya hingga kini.
"Kalau saya berdamai dengan Mbak Nana (Najwa Shihab -red), itu ada kemauan dari saya, ada kemauan dari Mbak Nana," ucapnya.
"Kalau kita berdamai dengan virus, pertanyaannya kita mau berdamai, apakah virusnya mau berdamai? Ini jadi ambigu bahasa ini."
Lantas, Gus Miftah justru menilai ajakan berdamai dengan Virus Corona menjadi wujud kegamangan pemerintah.
Ia pun menyinggung soal keterbatasan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) hingga memaksa pemerintah mengizinkan warga mulai bekerja.
"Ketika pemerintah mengeluarkan kalimat berdamai dengan Corona, maka saya lihat seperi kekhawatiran atau kegamangan pemerintah," tutur Gus Miftah.
"Sehingga kemudian apakah berlatarbelakang ABPN tidak cukup, rakyat harus segera bekerja, lalu ada istilah damai dengan Corona."
Lebih lanjut, Gus Miftah menyebut pemerintah selayaknya meminta warga untuk lebih waspada ketimbang berdamai dengan Virus Corona.
Misalnya, dengan menjaga kebersihan dan menaati semua imbauan soal penanganan Virus Corona.
"Mungkin akan lebih tepat jika kita menggunakan harus lebih waspada," kata dia.
"Jadi kalau hidup bersih, sesuai tuntunan agama sebagai style, pahami, sosialisasikan arti protokoler kesehatan, memeprketat pelaksanaan."
"Saya pikir itu lebih bisa diterima oleh akal daripada bahasa berdamai dengan Corona," tukasnya.
Simak video berikut ini menit ke-3.45:
Alasan Jokowi Minta Damai dengan Corona
Di sisi lain, sebelumnya dokter sekaligus influencer, Tirta Mandira Hudhi turut meluruskan apa yang diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal 'Berdamai dengan Corona'.
Hal itu diungkapkan dokter Tirta bersama dengan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 melalui channel YouTube BNPB Indonesia pada Rabu (27/5/2020).
Dokter Tirta menjelaskan bahwa 'Berdamai dengan Virus Corona' bukan berarti bisa melakukan hal seenaknya.
Menurutnya, 'Berdamai dengan Virus Corona' bukan berarti harus pasrah dengan keadaan.
"Ini yang perlu kita revisi, banyak media yang nanti akan bisa mempelesetkan ataupun menggiring, yang paling penting adalah maksudnya menerima kita ini bukan salaman ama Covid bukan, tapi adalah."
"Saya akan menerangkan maksudnya Pak Presiden, Beliau kan bilang menerima itu bukan artian kita wes nerimo wae pasrah," ujar dokter Tirta.
Dokter Tirta menegaskan, Covid-19 tak akan pernah hilang namun bisa dikontrol.
Hal itu dapat dilakukan dengan cara melakukan kebiasaan baru.
"Tapi Covid ini dikontrol, dia akan selalu ada."
"Untuk tetap menjaga minimal kita tetap harus memutus rantai infeksi dengan cara apa, adat baru," ungkapnya.
Ia lantas menceritakan bagaimana ada restoran dan driver mobil daring yang menggunakan penyekat plastik untuk mengurangi risiko penyebaran Virus Corona.
"Ada restoran buka kan ada meja-mejanya, apa adaptasi gaya barunya? Sekarang setiap restoran setiap meja dikasih celah plastik."
"Kemarin saya mengalami, saya order sebuah aplikasi online yang transportasi saya lihat di belakang di drivernya itu dikasih sekat plastik," ceritanya.
Ia yang seorang dokter mengaku, hal itu membuat dirinya tidak lebih kreatif dari sang driver.
"Saya tanya kenapa Bapak kayak gini? Ini inisiatif saya New Normal, wah kok lebih nyampe dari saya," imbuhnya.
Selain itu, kebiasaan baru yang lain adalah adanya bisnis penyemprotan disinfektan.
"Kemudian ada bisnis baru, fogging dan disinfektan mobil dan motor."
"Dan New Normal sekarang adalah orang membeli makanan yang bersih," ucap dia.
Dokter asal Solo ini mengatakan, dengan Covid-19 orang jadi lebih menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang sebenarnya sudah sejak lama dicanangkan.
"Karena Covid semua warga Indonesia melakukan PHBS, lebih cepat dan itu sebenarnya agenda kita dari tahun 70an," katanya.
Dirinya berharap disiplin kesehatan bisa dilakukan mulai dari atas hingga bawah.
"Jadi merupakan PHBS harus kita laksanakan lebih lanjut, protokol kesehatan kita jalankan sesuai dengan kebijakan pemerintah atas bawah terstruktur," sambungnya. (TribunWow.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Di Mata Najwa, Gus Miftah Akui Tak Setuju soal Ajakan Berdamai dengan Corona: Virusnya Mau Damai?
