Ratusan ASN Langgar Netralitas, Berkampanye di Media Sosial Paling Mendominasi
Pelanggaran didominasi melakukan kampanye di media sosial sebanyak 27 persen, dan melakukan pendekatan ke parpol 21 persen
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Sebanyak 369 Aparatur Sipil Negara (ASN) dilaporkan melanggar netralitas karena terlibat dalam sejumlah kegiatan politik terkait Pilkada. Pelanggaran didominasi aktivitas ikut berkampanye di media sosial.
"283 ASN telah diberikan rekomendasi oleh KASN untuk mendapat sanksi pelanggaran netralitas. 99 ASN sudah ditindaklanjuti oleh PPK (pejabat pembuat komitmen)," kata Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto pada acara Kampanye Virtual Gerakan Nasional Netralitas ASN "ASN Netral, Birokrasi Kuat dan Mandiri", yang digelar secara virtual, Selasa (30/6).
Agus menjelaskan, jumlah tersebut merupakan total laporan sepanjang awal tahun hingga 26 Juni 2020. Dari jumlah pelanggaran tersebut, yang paling banyak didapati adalah melakukan kampanye di media sosial 27 persen, dan melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan diri atau orang lain sebagai bakal calon 21 persen.
Kemudian memasang spanduk atau baliho mempromosikan diri atau orang lain sebagai bakal calon 13 persen, mendeklarasikan diri sebagai bakal calon 9 persen, dan menghadiri deklarasi pasangan calon 4 persen.
Dari jumlah pelanggar tersebut, sebanyak 36 persen terdiri dari ASN dengan jabatan pimpinan tinggi, 17 persen jabatan fungsional, 13 persen jabatan administrator, 12 persen jabatan pelaksana, dan 7 persen jabatan kepala wilayah seperti camat atau lurah.
Pelanggaran ASN paling banyak didapati di pemerintahan Kabupaten Sukoharjo, disusul Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Sumbawa. Kemudian Kota Banjarbaru, Kabupaten Muna Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Banggai, Kabupaten Dompu dan Kabupaten Muna.
Agus pun meminta para ASN supaya bersikap netral selama penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Menurut dia, asas netralitas menjadi bagian dari etika dan perilaku yang wajib dilakukan setiap ASN sebagai penyelenggara negara. Pelanggaran asas netralitas, kata dia, menjadi pintu masuk munculnya berbagai distorsi dan pelanggaran hukum lain, seperti perilaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, (KKN), kualitas pelayanan publik yang rendah, serta perumusan dan eksekusi kebijakan yang mencederai kepentingan publik.
"Saya mengimbau ASN dimanapun untuk membangun kesadaran tidak berpihak dan bebas dari konflik kepentingan," ujarnya. (tribun network/gle/dod)
Godok Alur Pengawasan
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan di lapangan ASN kerap bimbang saat menjaga netralitasnya ketika musim Pemilihan Kepala Daerah datang.
"Semuanya penuh risiko, tidak ada yang aman. Mau netral dianggap tidak mendukung oleh petahana. Mau mendukung dianggap berisiko kalau petahana kalah," tuturnya.
Sedangkan jika ASN diam dan tak bersikap, lanjut Ghufron, juga bisa berimbas pada kendala kariernya di instansi tersebut. Ini akhirnya membuat ASN kian bimbang. Ghufron mengatakan yang perlu diperbaiki adalah pemerintah pusat harus bisa memastikan keamanan jabatan ASN ketika dituntut netral dalam politik lokal.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan Misbah mengatakan, longgarnya pengawasan akan pemberian sanksi di PPK terjadi karena ada kendala pada regulasi. Untuk itu, pihaknya bersama KPK, KemenPANRB, Kemendagri, dan KASN tengah menggodok surat keputusan bersama mengatur alur pengawasan dan sanksi pelanggaran netralitas ASN.
Sejauh ini, sanksi terhadap pelanggaran netralitas ASN diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Di situ diatur pelanggaran netralitas ASN dapat diberi sanksi administratif dan pidana.
Sanksi administratif ini yang harus melalui rekomendasi KASN dan ditindak oleh PPK. Sedangkan sanksi pidana juga didapati punya kendala dalam penindakannya.
"Ada beberapa hal pelanggaran ketika sampai proses pidana dan terbukti, begitu petahana terpilih kembali [petahana] bisa [membantu ASN] dan menjadikan itu promosi," ungkapnya.