Sejarah Suku Laut di Kepri dan Cara Mereka Bertahan Hidup di Laut Sepanjang Hidupnya
Melansir situs resmi Disbud Kepri, Suku Laut mulai menghuni wilayah Melayu-Lingga pada tahun 2500-1500 sebelum masehi sebagai bangsa Proto Melayu atau
Pada 1718, Raja Kecil, seorang petualang Minangkabau mengklaim hak atas tahta Johor, Orang Laut memberi dukungannya.
Namun dengan dukungan prajurit-prajurit Bugis, Sultan Sulaiman Syah dari wangsa Bendahara berhasil merebut kembali tahta Johor.
Setelah terusir dari Johor, Raja Kecil berhasil mendirikan Kesultanan Siak berkat bantuan Orang Laut.
Pada abad ke-18 peranan Orang Laut sebagai penjaga Selat Malaka untuk Kesultanan Johor-Riau pelan-pelan digantikan oleh suku Bugis.
Tari Rawai
Suku laut yang hidup di Kabupaten Lingga memiliki tarian adat bernama Tari Rawai.
Rawai adalah alat untuk menangkap ikan yang terbuat tali atau rotan.
Rotan tersebut direntangkan dan dilengkapi dengan beberapa kail yang diikatkan.
Mereka biasa menangkap ikan dengan cara merawai.
Cara tradisional ini menjadi inspirasi Tari Rawai yang masih lestari hingga kini.
Tarian tersebut mengisahkan kehidupan Orang Laut yang bersama-sama pergi merawai ikan dengan satu sampan.
Biasanya, tarian ini ditampilkan pada acara tertentu untuk menghibur masyarakat.
Sayangnya, Tari Rawai terancam punah lantaran sudah jarang ditampilkan.
Ada dua versi asal usul tari merawai ini.
Versi pertama, tari merawai merupakan tarian asli Orang Laut yang ada di Pulau Lipan, Desa Penuba, Kecamatan Selayar, Kabupaten Lingga.
Sedangkan versi kedua menyebutkan, tarian merawai adalah tarian orang pesisir dan tepat disebut menjadi milik Orang Laut.
Alasannya, sejumlah Orang Laut yang ada di Lingga, seperti Kelumu maupun di Senayang tak kenal dengan tari merawai.
Hanya Orang Laut dari Pulau Lipan yang akrab dengan istilah tari merawai ini.
(TRIBUNBATAM.id/Widi Wahyuning Tyas)