SKANDAL SUAP DJOKO TJANDRA Nama Jaksa Agung dan Eks Ketua MA Dicatut Pusaran Kasus Jaksa Pinangki

Nama Jaksa Agung ST Burhanuddin serta eks Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali terseret dalam kasus Jaksa Pinangki

Kolase ISTIMEWA VIA TRIBUN TIMUR dan Antara Foto/Galih Pradipta
Jaksa Pinangki menggunakan baju tahanan dan tangannya diborgol setelah keluar dari Bareskrim Polri 

SKANDAL SUAP DJOKO TJANDRA Nama Jaksa Agung dan Eks Ketua MA Dicatut Pusaran Kasus Jaksa Pinangki

TRIBUNBATAM.id - Nama Jaksa Agung ST Burhanuddin serta eks Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali terseret dalam kasus Jaksa Pinangki.

Dua nama tersebut ada dalam dakwaan jaksa penuntut umum.

Benang kusut dalam kasus korupsi pusaran korupsi Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki, membuat beberapa petinggi hukum menjadi gerah.

Intip Foto-foto Mewahnya Apartemen Trump yang Disewa Jaksa Pinangki Saat Percantik Diri di Amerika

Pada Dakwaan Jaksa Pinangki Muncul Apartemen Donald Trump

TERKUAK Gaji Jaksa Pinangki Penerima Suap Djoko Tjandra saat Menjabat di Kejagung

Kontan, Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua MA Hatta Ali langsung membantahnya dalam kesempatan yang terpisah.

Seperti diberitakan nama Hatta Ali, mantan Ketua Mahkamah Agung mencuat dalam sidang dakwaan terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Rabu (23/9/2020) lalu.

Oknum Jaksa Pinangki Sirna Malasari
Oknum Jaksa Pinangki Sirna Malasari (DOK PRIBADI)

Hatta Ali ditengarai menjadi salah satu pihak memuluskan permintaan fatwa MA atas putusan peninjauan kembali (PK) terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra.

Hatta mengaku tidak mengenal Jaksa Pinangki, begitu pula dengan sosok mantan Politikus Partai NasDem Andi Irfan Jaya.

Penasaran Dengan Gaji Jaksa Pinangki, Ternyata Dituangkan Dalam Surat Dakwaan, Segini Besarannya

Penampilan Jaksa Pinangki Berubah, Berhijab saat Jalani Sidang Suap Djoko Tjandra

"Saya tidak pernah kenal dengan yang namanya Jaksa Pinangki maupun Andi Irfan Jaya yang dikatakan dari partai Nasdem, di mana keduanya dikatakan membuat action plan dalam pengurusan fatwa di MA untuk kepentingan JT (Joko Tjandra)," kata Hatta lewat keterangan tertulis, Jumat (25/9/2020).

Namun Hatta mengakui, mengenal eks pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopoking.

Anita, dikatakannya, adalah kawan ketika Hatta mengambil S3 di Universitas Padjajaran. 

Pantas Tajir, Jaksa Pinangki Mewah Pakai Duit Haram Rp 6 Miliar, Beli BMW hingga Perawatan ke AS

DJOKO TJANDRA, Usai Polri dan Kejaksaan Kini KPK Siap Buka Penyelidikan King Maker Jaksa Pinangki

Anita Kolopaking adalah anggota ALA (Asean Law Association) yang ikut sebagai salah satu peserta delegasi dalam konferensi ALA di Phuket Thailand, beberapa waktu lalu.

Patut diketahui, sebelumnya beredar isu pertemuan Hatta dan Anita di Thailand dikaitkan sebagai bagian dari proses pengurusan fatwa MA terkait pembebasan Djoko Tjandra.

"Sehingga dengan sendirinya pasti ketemu dengan Anita dalam kegiatan tersebut, tetapi tidak ada pembicaraan tentang kasus JT," ujar Hatta.

Foto diduga Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Jaksa Pinangki beredar di media sosial
Foto diduga Djoko Tjandra, Anita Kolopaking dan Jaksa Pinangki beredar di media sosial (Kolase Tribunnews.com)

Hatta bilang, dulu ketika menjabat sebagai Ketua MA, dirinya pernah menerima Jaksa Agung Burhanuddin di kantor MA.

Pertemuan dalam rangka courtesy call untuk memperkenalkan diri sebagai pejabat yang baru dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo.

"Courtesy call semacam ini adalah suatu tradisi sesama penegak hukum.

Jaksa Pinangki Potong Uang Jatah Anita Kolopaking dari Djoko Tjandra, Ambil 50.000 Dolar AS

Pantas Tajir, Jaksa Pinangki Mewah Pakai Duit Haram Rp 6 Miliar, Beli BMW hingga Perawatan ke AS

Kunjungan tersebut sangat singkat dan sama sekali tidak membicarakan perkara apalagi perkara JT," tegasnya.

Mengenai fatwa MA Djoko Tjandra yang dijanjikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, Hatta mengatakan, adalah hal yang sangat mustahil karena MA tidak pernah sekalipun mengeluarkan fatwa yang bersifat teknis untuk membatalkan atau mengoreksi keputusan PK.

"Permohonan fatwa (Djoko Tjandra) itu sendiri tidak pernah diterima di MA," kata dia.

Hatta Ali juga menegaskan bahwa ia merupakan salah satu Hakim Anggota dalam perkara permohonan PK yang diajukan oleh Djoko Tjandra.

Permohonan PK teregister dengan Nomor 100 PK/Pid. Sus/2009 tanggal 20 Februari 2012 yang antara lain amar putusannya: menolak permohonan PK dari pemohon PK/terpidana Joko Soegiarto Tjandra, kata Hatta.

Firli Bahuri Minta Maaf Naik Helikopter Mewah, MAKI Soroti KPK cuma Penonton Kasus Djoko Tjandra

TERKUAK Gaji Jaksa Pinangki Penerima Suap Djoko Tjandra saat Menjabat di Kejagung

"Jadi adalah mustahil juga bahwa MA/saya akan menerbitkan fatwa MA yang akan membebaskan atau menguntungkan terpidana JT," katanya.

Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

Hatta berujar, selanjutnya karena beberapa terpidana yang melarikan diri/buron pada saat putusan telah berkekuatan hukum tetap termasuk di antarannya Djoko Tjandra, maka sewaktu Hatta menjabat Ketua MA, terhitung 1 Maret 2012 MA telah menerbitkan SEMA Nomor 1 Tahun 2012 tertanggal 28 Juni 2012.

Dia menjelaskan, SEMA ini pada intinya menyatakan bahwa permohonan PK dalam perkara pidana (dalam sidang pemeriksaan permohonan PK di Pengadilan Negeri) harus dihadiri oleh terpidana/ahli warisnya secara langsung, tidak bisa hanya dihadiri oleh kuasa hukum.

Jadi Marketing, Andi Irfan Pergi Ke Kuala Lumpur Bareng Jaksa Pinangki Buat Yakinkan Djoko Tjandra

"SEMA ini sampai sekarang masih dipedomani oleh para hakim pada pengadilan," jelas Hatta.

Kemudian ketika mencuatnya perkara Djoko Tjandra yaitu setelah Djoko mengajukan permohonan PK lagi sekira bulan Juni/Juli 2020, Hatta menegaskan, telah memasuki masa pensiun pada 7 April 2020.

"Jika dalam perkara ini ada oknum-oknum yang menjual nama saya ataupun orang lain menjadi tanggung jawab hukum yang bersangkutan," kata Hatta.

Komentar Jaksa Agung

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, dirinya selalu terbuka terhadap kasus apa pun, termasuk dalam kasus tersebut.

"Sebagai klarifikasi saja bahwa yang pertama adalah bahwa kami menangani Pinangki secara terbuka dan saya tidak pernah menyampaikan apa pun dengan penyidik, lakukan secara terbuka," kata Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (24/9/2020).

"Bahkan untuk dakwaan yang menyebut nama saya, saya tidak pernah peduli.

Silakan, terbuka kami untuk dilakukan penyidikan dan teman-teman sudah melakukan itu," imbuhnya.

Burhanuddin juga membantah ketika ditanya anggota Komisi III DPR fraksi Partai Golkar Supriansa soal kabar yang menyebutkan Jaksa Agung pernah melakukan video call dengan Djoko Tjandra.

Jaksa Agung, Burhanuddin memimpin upacara peringatan Hari Bhakti Adhyaksa Ke-60 Tahun 2020 di Aula Baharuddin Lopa, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (22/7/2020).

"Kemudian apakah saya ada melakukan video call dengan Djoko Tjandra?

Kami sama sekali tidak mengenal yang namanya Djoko Tjandra, saya tidak pernah komunikasi dengan Djoko Tjandra dan saya tidak pernah untuk memerintahkan Pinangki untuk menangani Djoko Tjandra," ujarnya.

Sebelumnya, dalam rapat tersebut, Supriansa meminta Jaksa Agung memberi klarifikasi lantaran nama Burhanuddin disebut dalam sidang Pinangki Sirna Malasari atas kasus permintaan fatwa MA atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

"Apa yang ditempuh oleh jaksa Pinangki ini sehingga bisa benar-benar dipercayai dalam rangka untuk kegiatan pengurusan action plan kemarin itu utk fatwa MA.

Malah yang terdengar di publik, ini harus dijawab juga ini Pak Jaksa Agung, bahwa apa benar pada saat Pinangki bertemu dengan Djoko Tjandra, sempat video call dengan Pak Jaksa Agung atau berkomunikasi dengan Djoko Tjandra dengan Pak JA melalui HP-nya Pinangki.

Ini harus dijawab supaya tidak ada menjadi fitnah di tengah publik," kata Supriansa.

Supriansa juga menyinggung eks politikus Nasdem Andir Irfan Jaya dalam pusaran Djoko Tjandra dan Pinangki.

Dia meminta ST Burhanuddin memberi klarifikasi apakah mengenal dengan Andi Irfan Jaya.

"Ada tersangka lain, namanya Irfan Jaya.

Dalam sebuah perjalanan menuju bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia, apa benar bagaimana caranya Irfan bisa berkenalan dengan Djoko Tjandra?

Dari mana dia kenal?

Siapa yg pertemukan antara Irfan dengan Djoko Tjandra?" ujarnya.

"Selanjutnya, apa benar Pak Jaksa Agung juga memiliki hubungan dekat dengan Irfan itu sendiri?

Ini juga harus dijawab Pak Jaksa Agung, karena beredar di mana-mana bahwa Pak Jaksa Agung begitu dekat dengan tersangka yang namanya Irfan itu," lanjutnya.

Soal Uang Saya Tidak Tahu

Jaksa Agung Burhanuddin membantah telah menerima laporan dari Jaksa Pinangki Sirna Malasari perihal pertemuan Pinangki dengan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Malaysia.

Burhanuddin sekaligus membantah pernah melakukan video call dengan Pinangki setelah Djoko Tjandra membayar 100 juta dollar Amerika Serikat terkait kepengurusan fatwa.

Informasi tersebut tertuang dalam pemberitaan Majalah Tempo edisi 22 Agustus 2020, seperti dilansir dari Tempo.co.

"Semua tidak benar dan sudah saya jawab di Tempo.

Apalagi soal uang, saya sama sekali enggak tahu," kata Burhanuddin ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (25/8/2020).

Sebagai informasi, Pinangki sempat bertemu Djoko Tjandra di Malaysia.

Saat pertemuan berlangsung, Djoko berstatus buronan Kejaksaan Agung.

Jaksa Pinangki dijatuhi hukuman disiplin karena pergi ke luar negeri sebanyak sembilan kali di tahun 2019.

Selain itu, pemberitaan Tempo juga menuliskan bahwa Burhanuddin memberikan nomor Djoko Tjandra kepada Jaksa Agung Muda Intelijen saat itu, Jan S Maringka.

Burhanuddin pun membantah hal tersebut.

Ia mengatakan, dirinya tidak memiliki nomor Djoko Tjandra.

Menurut Burhanuddin, yang pernah ia lakukan adalah memberi instruksi agar Djoko Tjandra segera ditangkap.

"Enggak benar, bahkan enggak punya nomor JC.

Kalau nyuruh mencari (Djoko Tjandra), temukan dan tangkap, iya," ucap dia.

Dari pemberitaan Tempo, dalam serangkaian pemeriksaan, Pinangki mengaku telah memberi tahu Burhanuddin perihal pertemuannya dengan Djoko Tjandra.

Dua sumber mengatakan, Jaksa Pinangki mengaku sempat melakukan video call dengan Burhanuddin setelah Djoko Tjandra sepakat membayar 100 juta dollar Amerika Serikat terkait kepengurusan fatwa.

Kemudian, Tempo juga memberitakan, Jan Maringka telah melapor kepada Burhanuddin terkait kehadiran Djoko di Indonesia empat bulan sebelum rapat di DPR pada akhir Juni.

Hal itu berdasarkan sumber Tempo yang mengetahui proses keluar-masuk Djoko Tjandra ke Indonesia.

Namun, Burhanuddin disebut tidak merespons informasi yang diterimanya tersebut.

Lalu, pada akhir Juni saat rapat di DPR, Jaksa Agung sempat mengakui adanya kelemahan pada bidang intelijen sehingga keberadaan Djoko di Indonesia tak terdeteksi.

Menurut sumber Tempo tersebut, Burhanuddin memberi nomor Djoko Tjandra kepada Jan pada awal Juli setelah polemik tersebut muncul ke publik.

Jan kemudian disebut mengontak Djoko Tjandra dan membujuk narapidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut menyerahkan diri.

Djoko menceritakan banyak hal kepada Jan, termasuk pertemuan dengan Pinangki, mantan kuasa hukumnya Anita Kolopaking serta seseorang bernama Rahmat.

Pinangki kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pelarian Djoko Tjandra.

Kasus ini ditangani oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung.

Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan sebesar Rp 7,4 miliar. Selain ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki ditangkap 11 Agustus 2020 malam.

Selanjutnya, ia ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung untuk 20 hari yang terhitung selama 11-30 Agustus 2020.

Pinangki pun disangkakan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 250 juta.

.

.

.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jaksa Agung: Semua Tidak Benar, Apalagi soal Uang dan Tribunnews.com dengan judul Namanya Dicatut, Hatta Ali: Saya Tidak Kenal Pinangki, ST Burhanuddin: Soal Uang Saya Tidak Tahu

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved