BATAM TERKINI
Penerimaan Bea Cukai di Batam Tak Terpengaruh Pandemi Corona, Dekati Target Tahunan 2020
Data KPU Bea Cukai Batam, penerimaan bea masuk hingga September 2020 sebesar Rp 199,68 Miliar, mendekati target tahunan sebesar Rp 206,24 Miliar.

Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Penerimaan Bea dan Cukai di Batam tak terpengaruh meski pandemi Covid-19.
Data Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam menyebutkan, penerimaan bea masuk hingga September 2020 sebesar Rp 199,68 miliar.
Sementara, bea keluar per September 2020 sebesar Rp 10,69 miliar.
Peneriman pada akhir kuartal tiga ini, diklaim mendekati target tahunan sebesar Rp 206,24 miliar.
"Realisasi penerimaan bea masuk per September 2020 sudah 96,82 persen dari target penerimaan tahun ini.
Jumlahnya naik Rp 67,75 miliar atatu 51,35 persen yoy.
Sementara bea keluar sudah mencapai 100,02 persen dari target tahunan," ungkap Kepala Bidang Perbendaharaan dan Keberatan Bea dan Cukai Batam, Akbar Harfianto pada rapat dialog kinerja organisasi, Kamis (15/10/2020).
Ia mengungkapkan, terdapat lima perusahaan yang menyumbang bea masuk. Sejumlah perusahaan tersebut di antaranya Tiki Jalur Nugraha Ekakurir, Duta Niaga Logistik, Indotirta Suaka, WHN Mandiri dan Austin Engineering Indonesia.
Pemesanan pita cukai pun diakui Akbar tetap meningkat, meski di tengah pandemi virus Corona.
Capaian penerimaan cukai hingga September 2020 mencapai Rp 14,60 M atau 110, 65% dari target tahunan.
Untuk capaian seluruh penerimaan sampai dengan bulan September 2020 sendiri mencapai Rp 224,97 M atau 97,76% dari target total penerimaan tahun 2020 sebesar Rp 230,12 M.
Baca juga: Bea Cukai Aneh ke Bos PS Store Putra Siregar: Semua dari Batam, Pembantu Rumah Tangga Pun Tahu
Baca juga: Dampak PMK 199 Tahun 2019, Warga Keluhkan Mahalnya Biaya Pengiriman Barang Keluar Batam

"Kami berharap, target penerimaan Bea Cukai Batam dapat tercapai hingga akhir 2020.
Sehingga, Bea Cukai Batam dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong pemulihan ekonomi nasional serta dapat memberikan kepuasan layanan dan kesejahteraan bagi masyarakat," sebutnya.
Terapkan PMK 199 Tahun 2019
Meningkatnya penerimaan Bea dan Cukai di Batam tak lepas dari pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199 Tahun 2019.
Dengan aturan ini, ada tambahan biaya pajak yang dikenakan dalam harga jual, khususnya bagi pengiriman barang keluar Batam.
Aturan ini tak hanya dikeluhkan warga, tetapi pelaku online shop juga terkena imbasnya.
Batam yang selama ini dikenal dengan surganya barang elekktronik dan parfum, apalagi dengan harganya yang murah karena pemberlakukan Free Trade Zone (FTZ), 'terusik' dengan aturan ini.
Puncaknya, ratusan pedagang online di Batam protes dengan penerapan PMK 199 Tahun 2019 tentang kepabeanan.
Mereka bertemu dengan Kepala BP Batam Muhammad Rudi di kantor BP Batam, Senin (27/1/2020).
Pedagang online di Batam menjerit karena aturan baru itu memukul usaha mereka.
Berlakunya PMK 199 Tahun 2019 akan menjadikan barang dari Batam lebih mahal dari biasanya.
Sebab, barang-barang impor yang keluar dari Batam akan dikenakan bea masuk mulai 30 Januari 2020.
Hal ini berlaku setelah adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK 010 2019. Aturan itu menurunkan ambang batas bebas bea masuk dari 75 dollar AS menjadi hanya 3 dollar AS atau setara dengan Rp 42.000 (kurs Rp 14.000).

Itu artinya, harga barang impor yang lebih dari Rp 42.000 akan dikenakan bea masuk sehingga harganya akan lebih mahal.
Ketentuan ini juga berlaku untuk barang impor yang keluar dari Batam.
Sebenarnya di dalam aturan PMK 199/PMK 010 2019 dijelaskan, semua barang dari luar negeri yang masuk ke Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor.
Namun demikian, bila barang tersebut dikeluarkan dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya, maka akan dikenakan bea masuk dan pajak impor sesuai dengan yang telah ditentukan.
"Jadi semua barang dari Batam eks luar negeri yang masuk ke daerah Indonesia lainnya dianggap impor," ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Syarif Hidayat ketika dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (24/1/2020).
Bagaimana cara perhitungannya?
Perlu diketahui, dengan penurunan ambang batas tersebut, pemerintah menerapkan tarif pajak impor sebesar 17,5 persen yang terdiri atas bea masuk 7,5 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 0 persen.
Tarif ini tidak berlaku untuk produk tekstil, tas, dan sepatu karena dikecualikan.
Misalkan Anda membeli barang impor seharga 14,9 dollar AS. Ditambah ongkos kirim dan asuransi masing-masing 3 dollar AS dan 1 dollar AS, maka harga barang tersebut 18,9 dollar AS atau Rp 283.500 (kurs Rp 15.000 per dollar AS).
Cara menghitung bea masuk:
Rp 283.500 (harga barang) X 7,5 persen (tarif bea masuk) = Rp 21.262,5
Cara menghitung PPN:
Rp 305.500 (harga barang+bea masuk) X 10 persen (tarif PPN) = Rp 30.550
Total harga barang impor yang harus dibayar:
Rp 283.500 (harga barang) + Rp 21.262,5 (bea masuk) + Rp 30.550 (PPN) = Rp 335.312,5
Adapun untuk produk tekstil, tas, dan sepatu diterapkan tarif pajak yang berbeda. Untuk tas, sepatu, dan produk tekstil seperti baju, besaran tarifnya tetap mengikuti tarif normal.
Bea masuknya berkisar 15-20 persen untuk tas, 25-30 persen untuk sepatu dan 15-20 persen untuk produk tekstil.
Ini belum ditambah PPN sebesar 10 persen dan PPh 7,5 persen hingga 10 persen.
persen untuk tas, 25-30 persen untuk sepatu dan 15-20 persen untuk produk tekstil.(TribunBatam.id/Rebekha Ashari Diana Putri/Roma Uly Sianturi)