BERITA POPULER
Berita Populer Kepri, Ansar Ahmad Saksikan Sidang MK Pilkada Kepri hingga Kisah Panten Si Anak Pulau
Ada beberapa kejadian menarik pembaca Tribun Batam, Selasa (16/2). Di antaranya Ansar Ahmad saksikan sidang MK Pilkada Kepri di Jakarta
Program Sekolah Penggerak merupakan penyempurnaan program transformasi sekolah sebelumnya.
Sekolah Penggerak akan mengakselerasi sekolah negeri/swasta di seluruh kondisi sekolah untuk bergerak 1-2 tahap lebih maju.
Program dilakukan bertahap dan terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia menjadi Program Sekolah Penggerak.
Adapun program Sekolah Penggerak pada tahun ajaran 2021/2022, program itu akan melibatkan 2.500 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 110 kabupaten/kota, tahun ajaran 2022/2023
Juga akan melibatkan 10.000 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 250 kabupaten/kota, tahun ajaran 2023/2024 melibatkan 20.000 satuan pendidikan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota selanjutnya sampai 100 persen satuan pendidikan menjadi sekolah penggerak.
"Untuk di Kepri, baru Batam yang menerapkan program Sekolah Penggerak. Persetujuan keikutsertaan Batam dalam program ini telah ditandatangani Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, pada Januari lalu," ujarnya.
Jefridin, juga berpesan, agar kepala sekolah yang ikut sosialisasi dapat menggali informasi terkait program baru tersebut.
Ia juga menginstruksikan kepala sekolah menyampaikan dan ikut menyosialisasikan program Sekolah Penggerak tersebut.
"Yang hadir hari ini, pahami baik-baik terkait program Sekolah Penggerak. Dan nanti sampaikan kepada kepala sekolah yang belum sempat hadir," katanya.
Di lokasi sama, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam, Hendri Arulan, mengatakan bersyukur untuk 2021 ini sekolah di Batam dijadikan percontohan program Sekolah Penggerak. Adapun sekolah yang menjadi percontohan di antaranya dua TK, tujuh SD, lima SMP, empat SMA, dua SLB.
"Mudah-mudahan ini dapat berjalan dengan lancar," kata dia.
Ia berharap, dari 51 sekolah yang ikut sosialisasi Sekolah Penggerak, dapat memahami dengan baik.
Dalam sosialisasi itu, dipaparkan terkait program, tujuan, hingga menggerakkan sekolah lain agar mampu meningkatkan kualitas pendidikan di masing-masing sekolah.
"Tujuan akhir yang diharapkan Mendikbud RI, semua sekolah menjadi Sekolah Penggerak. Dari jumlah sekolah yang akan menjadi percontohan, akan dilakukan seleksi untuk menerapkan program nasional tersebut di Kota Batam," katanya.
3. KISAH Panten si Anak Pulau, Tinggalkan Sekolah Demi Mencari Nafkah, Kini Mimpi Jadi Kiper Timnas
Pria muda ini bernama Panten. Orang-orang pulau biasa memanggilnya dengan sebutan Panter.
Akan tetapi, dia tak terlalu mempersalahkan hal itu. Bagi Panten, setiap orang memiliki cara tersendiri untuk lebih dekat.
“Tak tahu juga bang. Orang lebih sering panggil saya dengan sebutan Panter. Mungkin biar akrab,” ujar Panten polos dengan logat Melayu khasnya kepada TRIBUNBATAM.id saat ditemui di salah satu keramba daerah Pulau Setokok, Kota Batam, Minggu (14/2/2021) lalu.
Seperti kebanyakan masyarakat hinterland di Batam, Panten dibesarkan oleh seorang ayah yang berprofesi sebagai nelayan.
Sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa.
Lahir di Pulau Kertang, Kecamatan Galang, 20 tahun lalu, Panten terlihat seperti anak pulau kebanyakan.
Memiliki wajah tegas, badan kokoh, dan badan sedikit gelap akibat sering melaut.
“Hitam manis bang,” katanya.
Sekilas, Panten tampak tak terlalu istimewa. Dia pendiam dan tak terlalu suka untuk membuka obrolan. Tatapannya sangar.
Kesangarannya pun didukung dengan rambut yang sedikit kekuningan usai diwarnai.
Jika tak menyelami cerita dan cita-citanya, banyak orang akan berpikiran negatif tentang Panten.
“Saya hanya lulus SD bang. Sekarang sibuk melaut untuk cari kepiting, ikan, dan gonggong. Kalau dapat nanti dijual hasil tangkapannya,” ungkap Panten memulai cerita tentangnya.
Jauh di relung hatinya, Panten tak ingin jenjang pendidikannya terputus begitu saja. Tapi apa mau dikata, nasib berkata lain.
“Kalau kemarin itu, sekolah masih bayar bang. Orangtua tak sanggup bayar dan saya pun tak mau merepotkan,” kenangnya.
Sejak ditinggal ayahnya saat dia masih kelas 2 SD, Panten sebetulnya sudah mulai melaut.
Dari hasil tangkapannya itu pula Panten dapat meringankan beban ekonomi ibunya.
Mengingat usia ibunya yang sudah memasuki 55 tahun dan tak memungkinkan untuk kerja berat.
“Sekali turun biasa dapat 2 kilo bang. Kadang tak menentu juga sih, tergantung rezeki dan cuaca saja. Kalau hasil tangkapan dijual, satu kilo dapat Rp 15 ribu. Lumayan bang buat bantu ibu di rumah,” katanya lagi.
Tak ada sedikit pun rasa malu terpancar dari wajah Panten saat menceritakan latar belakangnya.
Ia mafhum, rasa malu terhadap ekonomi keluarga hanya akan menyengsarakan.
Lagi pula, Panten tak ingin dikutuk menjadi batu seperti Malin Kundang yang malu mengakui kondisi ibunya.
Hanya satu yang ingin dicontohnya dari legenda Malin Kundang itu, menjadi seorang saudagar kaya dengan jerih payah diri sendiri.
Jika dia menjadi kaya, lanjut Panten, derajat keluarganya pun terangkat.
“Berdoa dan berusaha saja bang,” kata dia agak malu-malu.
Hal itu wajar adanya. Setiap orang bermimpi untuk menjadi sukses dan kaya raya. Begitu juga dengan Panten.
Walau pendidikan formalnya tak selesai, bukan berarti dia tak boleh untuk bermimpi.
Anak kelima dari enam bersaudara ini bercita-cita menjadi seorang pemain sepak bola ternama.
Di mana, Panten ingin mendapatkan kesempatan untuk mengawal gawang Timnas Indonesia seperti Hendro Kartiko, Markus Horison, Kurnia Meiga, dan nama-nama besar lainnya.
“Saya fans beratnya Markus Horison bang. Kalau untuk tim Eropa, saya mengidolai David De Gea,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut Panten, dirinya berkeinginan untuk membawa Timnas Indonesia berprestasi di kancah internasional. Seperti Piala Dunia dan Piala Asia.
Untuk mewujudkan mimpinya ini, Panten mengaku telah mengasah bakatnya menjadi seorang kiper sejak usia dini.
Dia pernah dipercaya mewakili Kecamatan Galang untuk berlaga di Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) antar sekolah.
Saat terlibat dalam Porseni, Panten sendiri berstatus sebagai murid kelas 5 SD.
“Kalau sekarang saya banyak ikut tarkam (turnamen antar kampung) bang. Pernah juara II juga di Pulau Setokok. Saya bermain dari pulau ke pulau untuk mengasah kemampuan dan mental bertanding,” ungkapnya lagi.
Saking seriusnya untuk menjadi pemain sepak bola profesional, Panten sampai rela tak dibayar hanya untuk mengharumkan nama kampungnya di setiap tarkam.
“Saya punya mimpi untuk main di PS Batam. Membanggakan nama kota tercinta ini sambil terus mengasah kemampuan saya,” ucap dia lirih.
Walau mimpinya bermain di PS Batam belum tercapai, Panten tak ingin menyerah.
Bak kata pepatah, banyak jalan menuju roma. Dengan terus berlatih dan mengasah mental bertandingnya melalui tarkam, Panten yakin kesempatan untuk bermain di tim profesional akan datang di saat yang tepat.
Saat di mana kemampuannya bertemu dengan kesempatan dan keberuntungan.
“Bersikap adil dalam pembangunan itu penting bang. Saya merasa kampung kami ini belum tersentuh pemerataan pembangunan. Harapan kami sederhana bang, perhatikan saja kami dan kampung kami,” katanya.
Di balik harapannya ini, Panten seolah ingin menyuarakan kekhawatiran anak pulau yang bernasib sama dengannya.
Tak ingin mengubur mimpi walau kerap dikesampingkan atau terpinggirkan oleh pesatnya perkembangan kota. (TRIBUNBATAM.id/Endra Kaputra/Roma Uly Sianturi/Ichwan Nurfadillah)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google