KISAH PERANTAU DI KARIMUN
Kisah Kudi Penjual Cincin Batu Akik di Karimun Bertahan saat Pandemi Covid-19
Sebelum pandemi covid-19, Kudi pernah jualan cincin batu akik sampai ke Malaysia. Sehari ia bisa dapat 1 juta. Kini untuk dapat 100 ribu saja susah
Penulis: Yeni Hartati | Editor: Dewi Haryati
KARIMUN, TRIBUNBATAM.id - Kudi (66) namanya. Dilihat dari usia, ia memang sudah tak muda lagi.
Kudi menjual cincin batu akik di Jalan Ahmad Yani Kelurahan Sungai Lakam, Kecamatan Karimun.
Kudi bukan warga Karimun asli.
Pria paruh baya itu perantau asal Kalimantan Timur.
Sama seperti perantau pada umumnya, ia ingin mengubah nasib hingga merantau ke Karimun.
Baca juga: Kisah Hamid Tukang Becak Pengangkut Kardus, Kerja Keras Walau Tak Bisa Berjalan Lagi
Baca juga: Kisah Awang Lestarikan Budaya Melayu Lingga ke Generasi Muda Tanpa Pamrih
Kini Kudi adalah warga Pulau Kambing, Kelurahan Sungai Lakam Barat, Kecamatan Karimun.
Namun jauh sebelum itu, Kudi pertama kali menginjakkan kaki di Tanjungbalai Karimun pada 1977.
Hampir 44 tahun lamanya ia menekuni pekerjaan sebagai penjual cincin batu akik.
Ia pertama kali menjual dagangannya di Jalan Nusantara. Namun karena pembelinya sepi, ia sering berkeliling tempat untuk menjaring pembeli.
"Pertama kali saya jualan di Jalan Nusantara, terus ke Pasar PN, Pongkar, Pasar Bukit Tembak dan banyak lagi yang saya lupa namanya," ucap Kudi.
Bapak dari 2 anak dan 4 orang cucu ini termasuk pejuang dan pekerja keras.
"Dulu itu tujuan saya kerja banting tulang untuk anak dan istri. Saya sampai jualan cincin batu akik ke Malaysia," ujarnya.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda Malaysia, ia pernah mendapatkan uang sejuta dalam sehari.
"Dulu saya jualan di Malaysia, namun karena corona, saya disuruh pulang. Jadi saya memutuskan pulang," ucapnya.
Ia mengaku, pendapatan yang diperolehnya di Malaysia dan di Karimun jauh berbeda. Apalagi saat ini tengah covid-19.