WISATA KEPRI
Melihat Lebih Dekat Adat Pernikahan Melayu Lingga di Kepri
Yuk melihat lebih dekat adat pernikahan Melayu Lingga. Tahapannya punya pesan mendalam lho.
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Menikah menjadi proses sakral bagi dua insan dan keluarganya.
Ini pula yang ada di Desa Sungai, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri.
Masyarakat Melayu di sini masih menjaga adat mereka, khususnya dalam proses pernikahan.
Angka pernikahan yang cenderung meningkat pada akhir tahun, mereka manfaatkan untuk melestarikan budaya Melayu itu, agar tak mati dimakan zaman.
Melalui Sanggar Seni Diram Perkase, Desa Sungai Buluh memanfaatkan momen perkawinan tersebut dengan cara melestarikan adat istiadat nikah kawin.
Pelestarian tersebut dengan dilakukannya Budaya tari inai dan tepuk tepung tawar pada malam bertepuk dan juga silat pengantin pada acara khataman Quran pada paginya.
Baca juga: Wisata Kuliner Kepri Ini Ternyata Punya Sejarah Zaman Penjajahan, Dekat dengan Pelabuhan
Baca juga: Mengenal Kuliner Unik Khas Melayu di Kepri, Paling Nikmat Disantap Bareng Keluarga

Ragam wisata di Kepri sebelumnya membuat Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Kepri, Buralimar optimistis jika sektor andalan Kepri dalam menyumbang pendapatan daerah kembali bangkit.
Menurutnya, perlu kerja sama dari seluruh elemen untuk memajukan sektor pariwisata Kepri yang sempat terdampak pandemi covid-19.
"Kita harus optimis pariwisata Kepri akan kembali bangkit. Tidak hanya membawa dampak positif untuk perekonomian masyarakat sekitar, namun juga untuk Negara," ujarnya belum lama ini.
Ia juga mengimbau kepada seluruh elemen untuk tetap menjaga protokol kesehatan (prokes) selama pandemi covid-19.
Ini menurutnya penting agar kasus covid-19 tak lagi melonjak yang berdampak pada lesunya sektor pariwisata.
"Sekarang kan sudah lebih baik. Ada beberapa yang sudah dilonggarkan, sudah boleh dibuka. Tinggal penerapan prokesnya yang dijaga," ujarnya.
Berikut ini sejumlah tahapannya:
1. Tari Inai
Tari inai merupakan serangkaian acara yang dilaksanakan pada malam bertepuk, yang biasanya dilakukan seusai acara akad nikah/ijab kabul.
Tari inai sendiripun telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2017.
Baca juga: Batam Punya Wisata Hutan yang Keren, ada Kampung Indiannya Lho
Baca juga: Kepri Punya Wisata Air Terkenal, Jadi Pilihan saat Berakhir Pekan

Tari inai biasanya dilangsungkan pada malam hari, atau keesokan harinya jika teri inai tidak dilakukan pada malamnya.
Namun, seiring berjalannya waktu tari inai hanya dilakukan pada malam saja.
Bagi masyarakat Melayu Kabupaten Lingga, tari Inai bukan hanya hiburan bagi pasangan pengantin, namun merupakan tradisi secara turun temurun, dan acara khusus yang harus dilaksanakan dalam rangkaian Berinai Besar dan Tepung Tawar.
Tari inai sendiri diiringi dengan dua buah gendang dan gong, dan bisa ditambahkan serunai sebagai pembawa melodi. Untuk penarinya sendiri memakai pakai melayu lengkap, dengan properti lilin yang dibalut dengan inai.
Untuk Tari Inai dari Sanggar Seni Diram Perkase sendiri, dilatih langsung oleh Zainudin (61), yang kerap disapa Pak Long Awang sekira sejak 2007, sebelum Sanggar Seni Diram Perkase sendiri terbentuk.
Selain melatih tari inai, Awang juga melatih cara memukul gendang dan juga melatih silat pengantin, terkhususnya pada anak-anak.
Awang menilai bahwa untuk tari inai sendiri lebih bagus dilakukan oleh anak-anak, karena akan membuat acara tepuk tepung tawar lebih meriah.
"Dulu kami para orangtua yang nari, sekarang kalian sebagai penerus," kata Awang.
Dari pantauan TribunBatam.id sekira pukul 21.00, Sabtu (19/12/20), acara tari inai tersebut dilakukan oleh lima orang anak didik Sanggar Seni Diram Perkase, yang terdiri dari tiga laki-laki dan dua perempuan.
Acara tari inai yang berlangsung pada malam itu, bukan hanya menghibur para mempelai, namun juga menghibur para masyarakat yang turut hadir. Terlihat banyak yang apresiasi atas tari inai yang dilakukan oleh anak-anak tersebut.
Raut wajah masyarakat yang hadir nampak tersenyum bahagia, ketika tari inai itu dimulai setelah acara ijab kabul.
2. Tepuk Tepung Tawar
Dalam rangka acara perkawinan adat melayu Lingga, sesudah dilakukan tari inai maka dilanjutkan pula dengan tepuk tepung tawar. Acara ini dilakukan, yakni menepuk beras kunyit, yang dilanjutkan dengan mencecah inai di telapak tangan pengantin.
Baca juga: Lezatnya Kuliner Kepri Ini Tak Diragukan Lagi, Pas Dimakan Selagi Hangat
Baca juga: Warung Makan di Tanjung Riau Batam Ini Tawarkan Kuliner Melayu Harga Ramah di Kantong

Pelakasanaan tradisi tepuk tepung tawar yang beragam ini biasanya dilakukan dalam beberapa momen seperti pernikahan, khitanan, syukuran, upacara adat, menempati rumah baru, punya kendaraan baru, kelahiran anak dan sebagainya.
Namun, untuk masyarkat Kabupaten Lingga sendiri lebih sering melakukannya pada upacara perkawinan.
Tepuk tepung tawar sendiri dipercayakan dilakukan oleh tokoh masyarakat, atau orang yang ilmu agamannya cukup tinggi.
Dari pantauan TribunBatam.id, acara tepuk tepung tawar sabtu kemarin, dilakukan oleh tujuh orang tokoh masyarakat yang ditujuk dari Desa Sungai Buluh.
Tata cara untuk memulai tepuk tepung tawar, antara lain:
a. Ambil daun perenjis yakni daun yang diikat dan diculupkan ke dalam air bedak, jeruk dan bunga mawar. Lalu renjiskan pada kedua tangan yang telungkup di atas paha. Alas dengan bantal tepung tawar dengan kain berwarna putih.
b. Orang yang menepuk tepung tawar mengambil beras kunyit, bertih, basuh dan bunga rampai lalu ditabur pada orang yang ingin dihormati.
Bila orang yang ditepung tawari adalah orang terhormat maka ditabur sampai atas kepala dengan putaran dari kiri ke kanan diiringi bacaan shalawat.
c. Renjiskan air percung pada pihak pengantin yang ditepung tawari. Ambil sedikit inai lalu oleskan di telapak tangan sebelah kanan dan kiri.
d. Penepuk tepung tawar mengangkat tangan dengan posisi atur menyembah dan mengangkat tangan.
e. Setelah semua pihak yang diminta melakukan tepuk tepung tawar selesai melakukan tepuk tepung tawar maka acara pun ditutup dengan doa-doa selamat. Jumlah penepuk tepung tawar ini harus ganjil yakni 3, 5, 7, 9, 11 atau 13.
Makna tepuk tepung tawar:
a. Beras kunyit, beras basuh, dan beretih yang dihamburkan bermakana ucapan selamat dan turut bergembira.
Baca juga: Nyaris 2 Tahun Tanpa Kunjungan, Kedatangan Ekspatriat Jadi Penyemangat Bangkitnya Wisata Karas Kecil
Baca juga: Promosikan Wisata, Pemkab Lingga Gelar Talk Show Explore Bunda Tanah Melayu di BTP
b. Merenjis kening bermakna berfikirlah sebelum bartindak atau teruslah menggunakan akal yang sehat.
c. Merenjis di bau kanan dan kiri bermakna haru siap memikul beban dengan penuh rasa tanggung jawab.
d. Merenjis punggung tangan bermakna jangan pernah putus asa dalam mencari rezeki, selalu dan terus berusaha.dalam menjalani kehidupan
e. Menginai telapak tangan bermakna penanda bahwa mempelai sudah berakad nikah. Dalam konsekuensinya penyadaran bahwa “sekarang” sudah tidak bujang atau dara lagi (sudah ada pendamping). Doa selamat di penutup acara bermakna pengharapan apa yang dilakukan mendapat berkah dan ridho dari Allah Swt.
3. Khataman Quran (Disambut silat pengantin)
Kabupaten Lingga yang dikenal sebagai Bunda Tanah Melayu pernah menjadi Pusat Kerajaan Melayu, yang tidak saja membina dan berkembang dibidang adat dan budaya Melayu pada saat itu juga pembinaan Agama Islam.
Adat dan tradisi yang berkembang juga tidak terlepas dari pengaruh Agama Islam. Salah satu tradisi yang mengarah pada Agama Islam dan tetap kekal dilakukan masyarakat Kabupaten Lingga pada saat ini yaitu Khatam Quran.
Pelaksanaannya dilakukan setelah yang bersangkutan menamatkan atau menyelesaikan pelajaran mengaji atau membaca kitab suci umat Islam yaitu Al-Quran.

Dalam upacara perkawinan sendiri, khatam Quran dilakukan pada pagi harinya, sesudah malam tepuk tepung tawar.
Pakaian yang dipakai disaat berkhatam, bagi laki–laki memakai jubbah, surban dan pakaian Melayu. Sedangkan perempuan memakai baju kurung Melayu labuh dan bertutup kepala. Jemputan yang menghadiri acara tersebut memakai baju kurung Melayu.
Tempat pelaksanaan berkhatam Al-Quran umumnya dilaksanakan didepan antara pelaminan dan peterakne di rumah mempelai perempuan.
Berkhatam dilkukan dengan kegiatan berarak ke rumah guru ngaji, dengan cara diusung, dijulang ataupun berjalan kaki bersamaan diiringi pula dengan bebunyian gendang pengantin, kompang,rodat ataupun rebana.
Seandainya yang berkhatam ingin mengelilingi masjid (surau) maka dikelilinglah sebanyak 3x, disesuaikan dengan hajatnya.
Para khatam Quran ini biasanya di gendong, atau dibawa dengan alar yang telah disiapkan. Selain itu, juga dipersembahkan dengan budaya Silat Pengantin, sebelum masuk ketempat acara khataman.
Kemudian diteruskan kerumah guru ngaji untuk menyerahkan nasi sekone (nasi besar) serta alat-alat pendukung, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan guru ngaji minta dibacakan beberapa ayat di rumahnya. (TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Wisata Kepri