Omicron Sudah Terdeteksi di Indonesia, SIMAK 7 Hal Perlu Diketahui soal Varian Terbaru Covid-19 Itu
Satu kasus Covid-19 varian Omicron sudah terdeteksi pada Kamis (16/12/2021), yang menginfeksi seorang petugas kebersihan di Rumah Sakit Wisma Atlet
TRIBUNBATAM.id - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan baru saja memberi kabar buruk soal corona.
Apa yang ditakut-takutkan itu akhirnya terjadi, di mana satu kasus Covid-19 varian Omicron sudah terdeteksi.
Terdeteksinya kasus Omicron di Indonesia terjadi pada Kamis (16/12/2021), yang menginfeksi seorang petugas kebersihan di Rumah Sakit Wisma Atlet.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, terdapat tiga orang pekerja kebersihan di Wisma Atlet pada 8 Desember 2021 dites, dan hasilnya positif Covid-19.
"Kemudian pada 10 Desember 2021, hasil tes tersebut dikirim ke Balitbangkes untuk dilakukan genome sequencing," kata Budi.
"Hasilnya keluar pada 15 Desember, tiga orang yang positif tadi satu orang dipastikan terdeteksi (terpapar) varian Omicron," sebutnya lagi.
Sebagai informasi, varian Omicron berlebel VoC oleh WHO hanya 72 jam setelah terdeteksi pertama kali.
Sebagai perbandingan, butun dua bulan bagi varian Delta diberi label yang sama oleh Organisasi Kesehatan Dunia tersebut.
Baca juga: Deteksi Gejala Terinfeksi Covid-19 Varian Omicron pada Tubuh, Waspadai Mudah Lelah dan Batuk
Baca juga: Covid-19 Varian Omicron Masuk Indonesia, Kasus Lokal Pertama di RS Wisma Atlet
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diketahui tentang Covid-19 varian Omicron?
1. Berpotensi sebabkan infeksi ulang
Sebuah studi yang dilakukan oleh ilmuwan Afrika Selatan menemukan, Omicron memiliki peluang menginfeksi ulang penyintas Covid-19.
Peserta penelitian termasuk 2.796.982 orang dengan SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi laboratorium memiliki hasil tes positif setidaknya 90 hari sebelum 27 November 2021.
Studi tersebut kemudian mengidentifikasi 35.670 orang yang dianggap mengalami infeksi ulang.
"Temuan ini menunjukkan bahwa keunggulan varian Omicron setidaknya sebagian didorong oleh peningkatan kemampuannya dalam menginfeksi individu yang sebelumnya terinfeksi," kata salah satu peneliti Julliet RC Pulliam.
Baca juga: Singapura Buat Rencana Darurat Atasi Covid-19 Varian Omicron, Deteksi 16 Kasus
Baca juga: China Deteksi Kasus Pertama Covid-19 Varian Omicron, Kepri Malah Cetak Rekor
2. Menyebar sangat cepat
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, Omicron sedang menyebar di seluruh dunia dengan tingkat kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hal itu dilatarbelakangi banyaknya negara yang sudah melaporkan kasus Omicron dalam waktu singkat.
Meski sudah ada 77 negara yang mengonfirmasi temuan Omicron, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, ada kemungkinan banyak negara yang belum mendeteksinya.
Tedros mengaku prihatin bahwa upaya yang dilakukan untuk membendung varian tersebut belum cukup.
3. Tingkat keparahan
Data awal menunjukkan adanya peningkatan rawat inap di Afrika Selatan.
Namun, hal itu mungkin karena meningkatnya jumlah orang yang terinfeksi, bukan spesifik akibat Omicron.
Baca juga: Beda Inggris dan Singapura Kasus Covid-19 Varian Omicron, Britania Naikkan Level Waspada
Baca juga: HEBOH Varian Omicron Siluman Ditemukan, Ini Fakta-faktanya Versi Ilmuan
Kendati demikian, kasus kematian tidak meningkat drastis dan indikator lain seperti rata-rata lama rawat inap di rumah sakit juga tidak menunjukkan peningkatan.
Perlu diingat, semua varian Covid-19 dapat menyebabkan penyakit parah atau kematian, khususnya bagi orang-orang yang paling rentan.
4. Terdeteksi PCR
WHO menyebutkan, tes PCR (Polymerase Chain Raction) masih mampu mendeteksi infeksi Covid-19 akibat Omicron.
Studi sedang berlangsung untuk menentukan apakah varian Omicron berdampak pada jenis tes lain, termasuk tes rapid antigen.
Baca juga: Travel Update: Anticipating Omicron Variant, Indonesia Tightens Rules for International Arrivals
Baca juga: Omicron Ada di Singapura dan Malaysia, Sampel RT-PCR PMI Langsung Masuk Balitbangkes
5. Vaksin kurang efektif tanpa dosis booster
Sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan, tiga vaksin Covid-19 yang digunakan di negara itu kurang protektif terhadap varian Omicron.
Studi tersebut dilakukan oleh para peneliti di Rumah Sakit Umum Massachusetts (MGH), Harvard, dan MIT.
Para peneliti menemukan netralisasi antibodi yang rendah hingga tidak ada terhadap varian Omicron dari sampel yang mereka kumpulkan.
Akan tetapi, sampel darah dari orang yang menerima dosis booster menunjukkan perlindungan yang lebih kuat terhadap varian Omicron.
6. Booster Pfizer dan Moderna berikan perlindungan
Dosis booster atau penguat dari vaksin Covid-19 Moderna dan Pfizer kemungkinan menawarkan peningkatan substansial dalam perlindungan terhadap varian Omicron.
Hal itu diungkapakan oleh Penasihat Medis Utama Presiden Amerika Serikat Dr Anthony Fauci pada Rabu (15/12/2021).
"Pada titik ini, tidak perlu untuk booster yang sangat spesifik dan dirancang khusus untuk melawan Omicron," kata Fauci. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada lonjakan perlindungan setelah pemberian dosis ketiga.
Selain itu, mengindikasikan akan ada terobosan infeksi pada orang sudah divaksin lengkap, tapi belum menerima booster.
Baca juga: Walikota Batam Ungkap Kendala Terapkan Aturan Pusat Cegah Varian Omicron: Siap Tak Kita?
Baca juga: Batam Dekat Singapura Malaysia, Bagaimana Cara Mencegah Covid-19 Varian Omicron?
7. Lebih ganas dari Delta?
Diketahui, varian Delta saat ini merupakan mutasi Covid-19 yang paling dominan di dunia.
Varian ini bahkan menyebabkan lonjakan kasus besar di banyak negara, tak terkecuali Indonesia.
Dilansir dari kompas.com, butuh sekitar dua bulan bagi varian Delta diberi label VoC oleh WHO.
Sementara, Omicron telah menerima klasifikasi itu dalam waktu 72 jam setelah terdeteksi.
Kekhawatiran varian baru Omicron adalah tingginya jumlah mutasi yang mencapai 32 pada protein spike.
Sebagai perbandingan, varian Delta yang dianggap sangat menular hanya memiliki delapan mutasi.
Meski jumlah mutasi pada protein lonjakan bukanlah indikasi tepat tentang betapa berbahayanya varian baru, hal itu menunjukkan sistem kekebalan manusia mungkin lebih sulit melawan varian baru.
.
.
.
(*/ TRIBUNBATAM.id)