WISATA KEPRI
Melihat 'Hongkongnya' Lingga, Potret Permukiman Etnis Tionghoa Terkenal Akan Nasi Dagangnya
Permukima penduduk di Lingga ini dikenal sebagai Hongkong-nya Lingga. Permukiman penduduk yang khas juga dikenal akan kulinernya yang terkenal.
Penulis: Febriyuanda | Editor: Septyan Mulia Rohman
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Provinsi Kepri merupakan wilayah kepulauan dengan banyak potensi wisata di dalamnya.
Potensi wisata Keprii ini tersebar pada sejumlah kabupaten dan kota.
Salah satunya Kabupaten Lingga, yang tidak pernah habis jika berbicara tentang potensi wisata.
Negeri Bunda Tanah Melayu ini memiliki banyak ciri khas wisata, seperti wisata sejarah, budaya, kuliner, wisata pantai maupun air terjun, hingga pemandian air panas yang terbagi di 13 Kecamatan.
Seperti halnya di Kecamatan Lingga Utara, yakni Kelurahan Pancur.
Wilayah yang disebut-sebut sebagai Hongkongnya Lingga ini, memiliki sebuah kampung warna warni di Kelurahan Pancur.
Baca juga: Sejumlah Tempat Wisata di Karimun Ditutup Jelang Malam Natal dan Tahun Baru 2022
Baca juga: Jadi Ladang Penghasilan, Intip Cara Daftar Menjadi Penjual Kuliner di ShopeeFood

Tentu saja hal ini sangat cocok dijadikan tempat berwisata bagi keluarga di momen liburan dan tempat bersantai di akhir pekan.
Lokasi ini memiliki spot foto unik, yang ada di pemukiman kelurahan pancur, mulai dari jembatan penghubung dengan pagar dicat warna warni.
Serta pembatas antar rumah di pemukiman padat di atas air, banyak terdapat mural serta cat warna warni.
Ditambah pemukiman Kelurahan Pancur ini menghadap pegunungan Lingga, sangat cocok bagi pencinta fotografi dan pencinta selfie bagi generasi milineal yang hendak berliburan.
Sekretaris Kelurahan Pancur, Saparudin mengatakan, dimomen liburan ini pihak kelurahan pancur mengajak masyarakat untuk berwisata ke tempatnya.
"Selama liburan ini kita dari Kelurahan Pancur juga siap menjadi pemandu wisata jika ada pengunjung yang datang," kata Saparudin, Sabtu (25/12/2021).
Dijelaskan Saparudin, untuk letak permukiman yang berada di atas sungai serta 70 persen penduduk Pancur merupakan warga Tionghoa.
"Kelurahan pancur ini dikenal dengan sebutan Hongkongnya Lingga. Di sini para pengunjung juga bisa berbelanja oleh-oleh seperti ikan asin hingga kerupuk olahan berbahan dasar ikan," jelasnya
Selain itu, di Pancur itu sendiri juga terdapat menu nasi dagang atau nasi kucing yang sudah terkenal.
"Jadi dimana setiap wisatawan baik lokal hingga mancanegara seperti Singapura dan Malaysia yang berkunjung kesini pasti menikmati lezatnya nasi dagang," ujarnya.
Baca juga: DAFTAR 7 Aturan Prokes di Tempat Wisata Batam saat Libur Natal dan Tahun Baru
Baca juga: Mengenal Kuliner Unik Khas Melayu di Kepri, Paling Nikmat Disantap Bareng Keluarga

Kabupaten Lingga juga mempunyai destinasi wisata yang sarat akan nilai sejarah.
Lokasinya kini menjadi salah satu pusat keramaian di kabupaten yang dipimpin Muhammad Nizar dan Neko Wesha Pawelloy itu.
Tanjung Buton namanya.
Ia terletak di Daik, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri.
Tanjung Buton tak hanya menjadi pusat wisata kuliner, namun menjadi pusat pelabuhan utama.
Pengunjungnya tak hanya berasal dari wisatawan lokal saja, wisatawan mancanegara tercatat pernah mengunjungi lokasi ini.
Namun dibalik itu semua, Tanjung Buton sendiri mempunyai sejarah singkat pada zaman kerajaan Riau-Lingga.
Pemerhati sejarah dari Staf Dinas Kebudayaan Lingga, Lazuardy menceritakan pada awalnya bersumber dari cerita rakyat, Tanjung Buton memiliki cerita dua versi.
Versi pertama Lazuardi menjelaskan, sebelum nama Tanjung Buton itu berasal dari nama Tanjung Putus, karena pulau di depannya putus dengan pulau yang ada di gerbang pertama memasuki Tanjung Buton.
Selanjutnya versi yang kedua mengatakan, bahwa Tanjung Buton itu diambil karena banyaknya tumbuhan 'Buton' yang berada di tepi-tepi pantai.
"Pohon Buton itu seperti Tapang yang tumbuh di tepi-tepi pantai, buahnya hampir bentuk empat persegi. Jadi banyak ditumbuhi tanaman Buton waktu itu, makanya dinamakan Buton," kata Lazuardy kepada TribunBatam.id, Senin (29/11/2021).
Baca juga: Pulau Ini Menyimpan Sejarah Kerajaan Melayu, Cicip Juga Kuliner Khasnya
Baca juga: 200 Event Pariwisata Akan Digelar di Kepri Tahun 2022, Jika Kasus Corona Terus Turun

Lazuardy menjelaskan di zaman Kesultanan Riau-Lingga, Tanjung Buton mempunyai peran penting. Apalagi menjadi tempat lintasan orang dari luar.
Selanjutnya, dia melanjutkan di tahun 1911 terdapat banyak aktivitas di Tanjung Buton.
"Karena di Tanjung Buton itu dijadikan tempat Asisten Residen Belanda, yang sumber lisannya mengatakan bahwa Belanda itu meletakkan Asisten Residen itu tidak lain dan tidak bukan untuk turut memantau gerak gerik Sultan Riau-Lingga pada waktu itu," katanya.
Bahkan Lazuardy menerangkan, penjara pertama di Lingga dibangun di Tanjung Buton hingga pindah ke Daik.
"Hingga tahun 1939 yang tersisa di depan kantor pos Daik itu," ujarnya.
Setelah itu, mulai lah ke tahap pembangunan hingga menjadi Kabupaten Lingga, Tanjung Buton terus dibenahi sehingga menjadi salah satu Pelabuhan Utama, sebelum Sungai Tenam dan Kuala Daik.
"Dan sebagai penghubung transportasi laut antara Pulau Singkep dengan Daik," tutLinhha
Sehingga sampai saat ini, bukan saja menjadi Pelabuhan penghubung antar daerah Kabupaten atau Kota, tetapi juga sebagai tempat daya tarik wisata.
Hal itu karena salah satunya, Tanjung Buton berhadapan dengan Pulau Mepar.
Pulau Mepar sendiri merupakan pulau bersejarah yang meninggalkan beberapa benteng pertahanan kerajaan Riau-Lingga.
Tidak hanya itu, Pulau Mepar banyak menyimpan adat istiadat dan budaya yang berkembang hingga saat ini.
"Dan bukti Tanjung Buton itu dibenahi di jalannya, yaitu kita meninggalkan sisa berupa mesin giling roda besi, yang sekarang diselamatkan di Museum," ungkapnya.
Dalam perkembangannya, beberapa waktu lalu Bupati Lingga, Muhammad Nizar melantik organisasi GenPI sekaligus menjadikan Tanjung Buton sebagai tempat wisata kuliner.
Baca juga: Pantai Glory Melur di Batam Tawarkan Pesona Birunya Air Laut hingga Spot Foto Menarik
Baca juga: Tengok Eloknya Pantai di Selatan Batam, Jernihnya Laut Bikin Wisatawan Betah
"Ada usulan nama di pusat kuliner Tanjung Buton itu, beberapa usulan akhirnya diberi nama 'Sri Tanjung' kalau tak salah saya," jelas Lazuardy..
Hingga kini, Wisata Kuliner di Tanjung Buton pun selalu dipadati oleh para pengunjung, terlebih lagi di waktu libur atau akhir pekan.
DEKAT dengan Pelabuhan
Akses yang dekat dengan Pelabuhan, Wisata Kuliner di Tanjung Buton, Kabupaten Lingga membuat lokasi mudah dijangkau.
Wisata Kuliner ini berdekatan dengan Pelabuhan Tanjung Buton atau Pelabuhan Domestik di Kecamatan Lingga.
Tentu saja, dengan hal ini pengunjung tidak akan kesulitan mencari lokasi Wisata Kuliner dengan aneka makanan khas Melayu itu.
Cukup keluar dari pangkalan Pelabuhan, para pengunjung sudah melihat pemandangan Gunung Daik dan Wisata Kuliner yang berada di sisi kiri jalan raya.
Selain itu, lokasi Wisata Kuliner Tanjung Buton ini berdekatan dengan Ibukota Daik, Kecamatan Lingga.
Cukup dengan waktu 5 hingga 7 menit, pengunjung bisa tiba dengan mudahnya di area Ibukota Daik, untuk mencari hotel atau penginapan terdekat.
Wisatawan tidak akan sulit menemukan hotel atau penginapan, karena hampir di kiri kanan jalan raya terlihat beberapa hotel, sesuai dengan keinginan pengunjung.
Harganya pun bervariasi, mulai paling murah Rp 80 ribu hingga Rp 300 ribu ke atas.
Seperti halnya salah seorang pengunjung dari Kota Tanjungpinang, Roby menceritakan bahwa ia telah dua kali berkunjung ke Wisata Kuliner di Tanjung Buton.

Ia sendiri mengaku termasuk mudah menemukan penginapan, karena tidak jauh lokasinya dengan Ibukota.
"Penginapan dan hotel banyak, cuma kemarin banyak orang CPNS banyak yang penuh juga," kata Roby kepada TribunBatam.id, Senin (29/11/2021).
Roby pun sedikit menceritakan kesannya, setelah mencicipi beberapa kuliner khas Melayu Lingga di Tanjung Buton.
"Aku makan lempeng sagu aja sih kemarin. Untuk harga yg hanya Rp 20 ribu dengan porsi yg besar termasuk murah. Apalagi dikasih lauk tambahan seperti ikan tamban sama apa ikan apa gitu, saya lupa," ungkapnya.
"Oh iyaaa nasi bakarnya juga enak," sambungnya.
Untuk wisatawan dari luar, dari Batam dan Tanjungpinang untuk menuju Kabupaten Lingga, bisa menggunakan transportasi laut dari pelabuhan.
Untuk wilayah Batam, penumpang bisa melewati akses di Pelabuhan Telaga Punggur, dengan kapal Ferry Batam ke Lingga berangkat setiap pukul 10.30 WIB.
Perjalanan menggunakan Kapal Ferry itu, para penumpang dikenakan biaya tiket sekitar Rp hingga Rp 245 ribu.
Untuk para pengunjung yang mau berhemat, bisa menggunakan Kapal Roro di Pelabuhan Telaga Punggur dengan biaya tiket hanya Rp 70 ribu.
Pengunjung juga bisa membawa kendaraan menggunakan Kapal Roro, dengan biaya tiket orang dan kendaraan roda dua dan roda empat sekitar Rp 200 ribu lebih.
Para penumpang yang dari Batam akan tiba di Pelabuhan Jagoh sekira 4 hingga 5 jam perjalanan. Namun harus turun terlebih dahulu, untuk menggunakan kapal dari Tanjungpinang yang berada di lokasi yang sama, untuk berangkat langsung menuju Ibukota Daik.
Pengunjung juga bisa langsung mengambil rute dari Pelabuhan Punggur ke Pelabuhan Sungai Tenam di Lingga. Namun harus menempuh perjalanan darat ke Ibukota, dengan memakan waktu lebih kurang 40 menit.
Sementara, untuk penumpang dari Kota Tanjungpinang bisa melewati akses dari Pelabuhan Sri Bintan Pura yang menggunakan kapal Ferry yang berangkat setiap harinya.
Ada dua kapal Ferry dengan tujuan Lingga yang berangkat pada pukul 11.00 WIB dan 11.30 WIB.
Untuk ongkos Ferry dari Tanjungpinang, penumpang bisa menyiapkan biaya tiket Rp 170 hingga Rp 190 ribu.

Selain itu, penumpang juga bisa menggunakan akses dari Pelabuhan Roro Dompak, sesuai jadwal.
Biasanya dengan tarif tiket per orang Rp 50 ribu.
Namun jika ditambah Kendaraan roda dua dan penumpang dengan harga tiket sekitar Rp 186 ribu.
Sementara untuk penumpang ditambah Kendaraan roda empat dengan harga tiket sekitar Rp 200 ribu lebih.(TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Wisata Kepri