BERITA CHINA

Tiongkok Protes Keras! Amerika Serikat, Jepang Jalin Kerja Sama Militer, China Gandeng Rusia

China juga menyatakan protes setelah Amerika Serikat dan Jepang bekerja sama untuk mengembangkan teknologi luar angkasa.

TribunBatam.id via xinhuanet.com
China protes keras setelah tahu Amerika Serikat dan Jepang menjalin kerja sama dalam bidang militer. Kolase Presiden China Xi Jinping saat pidato peringatan 100 tahun Partai Komunis China ( Chinese Communist Party / CCP), Kamis (1/7/2021). 

TRIBUNBATAM.id - China dibuat gusar dengan langkah yang diambil Jepang, Amerika Serikat (AS) dan Australia.

Negara yang dikenal tak hanya dengan kekuatan ekonomi, namun juga militernya ini menyatakan protes setelah tiga negara tersebut menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan pada Kamis (6/1/2022) secara virtual.

China sebelumnya semakin berani melancarkan aktivitas demi memuluskan kepentingan negaranya setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin mengungkap jika Rusia berada di belakang China.

Kerja sama pertahanan, militer bahkan teknologi canggih mereka kembangkan secara bersama.

Putin menyebut jika Tiongkok merupakan mitra pertama Rusia yang strategis.

Tak sampai di sana, Vladimir Putin juga mengklaim jika China mampu mengalahkan dominasi Amerika Serikat terhadap dunia.

Baca juga: Ramalan Tiongkok Kuno Tahun 2022, Berikut Hari dan Tanggal Keberuntungan Shio China

Baca juga: Tiongkok Puji Sikap Keras Kazakhstan ke Pengunjuk Rasa, Presiden China: Sangat Bertanggung Jawab

Kerja sama pertahanan tiga negara itu terjadi setelah Amerika Serikat dan Jepang menyuarakan keprihatinan mereka tentang kekuatan militer China yang terus saja tumbuh pada Jumat (7/1) waktu setempat.

Kedua negara tersebut berjanji untuk bekerja sama melawan upaya untuk mengacaukan kawasan itu.

Komentar dari kedua negara sekutu tersebut mengemuka dalam sebuah pernyataan bersama yang diikuti pertemuan virtual menteri luar negeri dan pertahanan AS-Jepang.

Mereka menyoroti ancaman yang semakin nyata dari China dan meningkatnya ketegangan atas Taiwan, telah menjadikan Jepang harus fokus pada kepentingan keamanan negaranya.

Reuters pada Sabtu (8/1) melansir jika para menteri kedua negara menyatakan keprihatinan bahwa upaya China untuk merusak tatanan berbasis aturan menghadirkan 'tantangan politik, ekonomi, militer dan teknologi ke kawasan dan dunia'.

"Mereka memutuskan untuk bekerja sama untuk mencegah dan, jika perlu, menanggapi kegiatan yang tidak stabil di kawasan itu," katanya. seperti diberitakan Kontan.co.id.

Para menteri kedua negara juga mengatakan mereka memiliki 'keprihatinan serius dan berkelanjutan' tentang hak asasi manusia di wilayah Xinjiang dan Hong Kong China dan menekankan pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.

Baca juga: China Disebut Lancarkan Jebakan Utang ke Negara Miskin, Tiongkok Bereaksi Keras!

Baca juga: China Bidik Pulau Bintan Kepri, Kucurkan Dana USD 1,76 Miliar Garap Bisnis Strategis

Dalam pertemuan puncak virtual terpisah pada hari Kamis, Jepang dan Australia menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan.

China mengajukan protes tegas atas perjanjian ketiga negara tersebut.

"Kami menyesalkan dan dengan tegas menentang campur tangan besar-besaran dalam urusan dalam negeri China oleh AS, Jepang, dan Australia serta pemalsuan informasi palsu untuk menodai China dan merusak solidaritas dan rasa saling percaya negara-negara di kawasan itu," kata juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin dalam konferensi pers harian di Beijing.

Jepang yang pasifis memiliki hubungan ekonomi yang dekat dengan China tetapi semakin khawatir bahwa Jepang dapat bergerak melawan Taiwan yang demokratis, yang diklaimnya sebagai bagian dari China.

"Ini jelas merupakan pesan gabungan yang mencerminkan keprihatinan bersama, bukan kasus memutarbalikkan AS untuk membuat Jepang menandatangani eufemisme yang tidak jelas. Secara khusus, ekspresi tekad bersama untuk merespons jika perlu aktivitas destabilisasi tampil sebagai ekspresi kuat dari solidaritas dan tekad aliansi," kata Daniel Russel, yang menjabat sebagai diplomat top AS untuk Asia di bawah presiden Barack Obama dan sekarang dengan Institut Kebijakan Masyarakat Asia.

Sebelum pembicaraan, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Washington dan Tokyo merencanakan kesepakatan pertahanan baru untuk melawan ancaman yang muncul, termasuk hipersonik dan kemampuan berbasis ruang angkasa.

RUSIA Bantu China

Ketegangan antara China dengan Amerika Serikat (AS) sebelumnya sempat memanas.

Persaingan ekonomi, hingga ketegangan situasi politik terus saja menyita perhatian dunia Internasional.

Baca juga: Ada Lawan? China: Kami akan Terus Memodernisasi Persenjataan Nuklir

Baca juga: China Bidik Pulau Bintan Kepri, Kucurkan Dana USD 1,76 Miliar Garap Bisnis Strategis

Amerika Serikat sebelumnya menyebut China membantu produksi rudal balistik Arab Saudi.

Negeri yang dipimpin Joe Biden itu gusar sikap China itu membuat kacau situasi keamanan dunia.

Bukan kali ini saja Amerika Serikat dianggap China mengganggu kepentingan negaranya.

Bersama sejumlah negara maju lainnya, mereka menyatakan sikapnya atas sikap negeri pimpinan Xi Jinping atas situasi Internasional yang terjadi belakangan.

Mulai dari tuduhan serius pelanggaran HAM berat terhadap kaum minoritas, klaim soal Taiwan hingga urusan Laut Natuna Utara.

Amerika Serikat bahkan membuat pemerintah China meradang setelah menyatakan sikap memboikot diplimatik Olimpiade Beijing 2022.

Sikap AS ini kemudian diikuti sejumlah negara lainnya.

Yang terbaru, Rusia berada di belakang China dalam mengalahkan dominasi Amerika Serikat.

Awal bulan ini, Presieden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping bakal mengadakan pembicaraan secara virtual di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara dan Barat.

Baca juga: Jejak China di Natuna Sudah Lama, Sampai ke Nusantara Pada Masa Dinasti Tang

Baca juga: China atau Tiongkok, Apakah Negaranya Berbeda?

Setelah pembicaraan itu, Kremlin mengungkapkan bahwa kedua negara sepakat untuk mengembangkan sistem keuangan bersama untuk mengurangi ketergantungan pada platform yang didominasi AS.

Langkah dianggap sebagai respons terhadap serangkaian peringatan dari negara-negara Barat yang bisa memutuskan hubungan Rusia dari sistem keuangan SWIFT sebagai sanksi.

Dalam konferensi pers yang digelar pada Kamis itu pula, Putin mengatakan China adalah mitra nomor satu Rusia.

Sebelumnya Putin mengungkapkan jika China sedang mengembangkan senjata dengan teknologi canggih.

Rusia bahkan menjalin kerja sama dengan China salah satunya pada bidang keamanan.

Putin menyebut angkatan bersenjata China sebagian besar dilengkapi dengan sistem persenjataan paling canggih.

Rusia menurut Putin bekerja sama dengan China di bidang luar angkasa, khususnya pada area pesawat.

Baca juga: Gubernur Kepri Bidik Pasar China, Serukan Warga Tanam Durian Musang King

Baca juga: China Punya Matahari Buatan Catat Rekor Baru, Rusia Sebelumnya Kasih Sinyal

Menurut dia, kerja sama antara angkatan China dan Rusia meliputi latihan bersama, partisipasi dalam latihan perang internasional bersama, patroli bersama di laut dan di udara.

Putin menambahkan, Rusia dan China memiliki kemitraan strategis yang benar-benar komprehensif.

Vladimir Putin menyebut China akan melampaui AS untuk setiap aspek perekonomian dalam 30 tahun ke depan.

Putin memprediksi, AS akan kehilangan posisi dominasinya di bidang keuangan dan perdagangan karena disalip China.

Hal tersebut disampaikan Putin kepada wartawan dalam konferensi pers akhir tahunan pada Kamis (23/12/2021) sebagaimana dilansir Russia Today.

“Hari ini, ekonomi China sudah lebih besar daripada Amerika dalam hal paritas daya beli,” kata Putin seperti diberitakan Kompas.com.

Menurutnya, pada 2035 hingga 2050, China akan melampaui AS dan Beijing akan menjadi ekonomi terkemuka di dunia dalam semua aspek.

Baca juga: China Kerahkan 33 Ahli Gesa Proyek Kereta Cepat, Nasib Tenaga Kerja Lokal?

Baca juga: China Disebut Lancarkan Jebakan Utang ke Negara Miskin, Tiongkok Bereaksi Keras!

Namun, dia menambahkan bahwa Barat sedang bekerja untuk melemahkan 'Negeri Panda' dan mencekik pertumbuhannya.

Putin juga mengecam boikot diplomatik yang dipimpin AS terhadap Olimpiade Beijing 2022 sebagai upaya yang tidak dapat diterima.

Menurutnya, itu sama saja menahan perkembangan Beijing.

Dia menambahkan, kedua belah pihak memiliki hubungan yang saling percaya dan itu membantu keduanya membangun hubungan bisnis yang baik.(TribunBatam.id) (Kontan.co.id/Noverius Laoli)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang China

Sumber: Kontan.co.id

Sumber: Kontan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved