CORONA KEPRI

PALING Banyak dari Batam, Kasus Aktif Covid-19 di Kepri Ada 17 Orang, 4 Daerah Zona Hijau

Berdasarkan data perkembangan Covid-19 di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada Minggu 9 Januari 2022, masih terdapat kasus aktif sebanyak 17 orang. 

Penulis: Endra Kaputra |
TRIBUNBATAM.id/SON
Berdasarkan data perkembangan Covid-19 di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada Minggu 9 Januari 2022, masih terdapat kasus aktif sebanyak 17 orang.  Ilustrasi 

TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Berdasarkan data perkembangan Covid-19 di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada Minggu 9 Januari 2022, masih terdapat kasus aktif sebanyak 17 orang. 

Dari jumlah itu, jumlah kasus aktif dari Batam masih yang paling banyak yakni 8 orang, Kabupaten Karimun 7 orang, dan Kota Tanjungpinang sebanyak 2 orang. 

"Untuk total konfirmasi sampai pada 09 Januari kemarin di Kepri berjumlah 53.904 orang, total pasien sembuh 52.128 orang, dan meninggal dunia sebanyak 1.759 orang," sebut Ketua Harian Satgas Covid-19 Kepri, Lamidi, Senin (10/01/2022). 

Disampaikannya dalam data tersebut, ada 4 daerah di Kepri yang masih berstatus zona hijau dan 3 daerah masih zona kuning. 

"Status daerah yang zona hijau ada di Tanjungpinang, Bintan, Natuna dan Anambas. Daerah yang zona kuning ialah Batam, Karimun, dan Lingga," ujarnya. 

Lamidi pun menghimbau agar masyarakat terus senantiasa menerapkan protokol kesehatan, dan melaksanakan vaksinasi. 

"Terus taat pada protokol kesehatan, gunakan masker dan jaga jarak. Masyarakat yang belum divaksin, silahkan datang ke lokasi vaksin yang ada di daerahnya masing-masing," imbaunya.

Baca juga: Walikota Tanjungpinang Minta RT dan RW Jadi Garda Terdepan Tangani Masalah Warga

Warga Indonesia Diduga Miliki Super Immunity

Sementara itu, saat ini ada kabar baik untuk warga Indonesia di tengah kecemasan perkembangan kasus varian Omicron yang merebak di dunia.

Saat ini, rakyat Indonesia diduga sudah memiliki super immunity untuk menghadapi serangan virus covid-19.

Berdasarkan survei serologi yang menunjukkan 86,6 persen populasi Indonesia memiliki titer antibodi tinggi.

Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, hasil riset itu bisa menunjukkan bahwa superimmunity sudah terbentuk di Indonesia.

"Iya dugaannya dapat itu (super immunity) sudah terbentuk," kata Nadia kepada Kompas.com.

Hasil ini didapatkan setelah tim peneliti melakukan tes darah pada responden yang diambil dari 100 kabupaten/kota, baik pada wilayah aglomerasi maupun non aglomerasi sepanjang bulan November-Desember 2021.

Dari data survei itu juga, sekitar 73,2 persen populasi dari daerah yang disurvei ternyata telah memiliki antibodi padahal belum pernah terdeteksi positif maupun tervaksinasi Covid-19.

Ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo mengatakan, tingginya populasi masyarakat Indonesia yang memiliki titer antibodi SARS-CoV-2 ini mungkin kombinasi vaksinasi dan paparan infeksi alami saat lonjakan Covid-19 infeksi varian Delta, beberapa bulan lalu.

Baca juga: Seberapa Bahaya Varian Omicron? Ini 5 Kabar Terbaru tentang Mutasi Virus Corona Itu

Baca juga: BTKLPP Batam Belum Temukan Varian Baru Covid Omicron di Kepri, Masih Alpha dan Delta

Namun, untuk menyebutkan bahwa super immunity sudah terbentuk cukup sulit.

"Super immunity ini bukan istilah scientific karena bisa misleading. Apakah 'super immunity' ini terbukti mampu meredam serbuan Omicron, kita lihat saja nanti," tambahnya.

Hingga saat ini belum ada konsensus kadar antibodi yang dianggap proyektif karena ada komponen lain dari imunologi seperti kadar sel T sitotoksik yang sulit diukur, tapi penting untuk memusnahkan sel yang terinfeksi virus.

Oleh karena itu, meski sudah ada dugaan 'super immunity', tetap harus diselaraskan dengan tindakan pencegahan yang selama ini telah dijalankan, yakni penerapan protokol kesehatan Covid-19.

"Apakah kadar antibodi itu tinggi menimbulkan kekebalan terhadap ancaman Omicron? Kita berharap demikian, namun jangan terlalu yakin sehingga lalai prokes," tegasnya.

Ia pun menegaskan, seluruh masyarakat tetap harus menjalankan protokol kesehatan sampai pandemi ini benar-benar dinyatakan telah berakhir.

Sebab, saat ini telah ada varian baru dari Covid-19 yaitu varian Omicron yang dinyatakan lebih cepat menular dan telah menginfeksi masyarakat Indonesia, bahkan secara transmisi lokal.

Selain itu, vaksinasi, terutama pada orang-orang yang saat ini masih belum mau divaksinasi, tetap harus diupayakan.

Masyarakat bisa belajar dari apa yang terjadi di United Kingdom, Eropa dan Amerika Serikat.

Serbuan Omicron sangat berdampak buruk pada mereka yang belum divaksin.

“Cakupan vaksinasi di beberapa daerah masih ada yang kurang dari 50 persen," ucap dia.

Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman pun menekankan bahwa ada standar tinggi untuk bisa menyebutkan bahwa super immunity telah terbentuk.

Super immunity adalah adanya imunitas yang kuat terhadap banyak varian yang berkembang saat ini.

"Jangan disebut kuat karena varian yang ada (saat ini), tetapi juga harus kuat terhadap potensi varian baru,” katanya.

Menurut Dicky, super immunity bisa timbul pada orang yang telah menerima vaksinasi lengkap, dan telah mengalami retroinfeksi.

Retroinfeksi adalah penularan yang terjadi melalui penderita sendiri, oleh karena larva yang menetas.

Jika retroinfeksi ini terjadi, orang yang sudah pernah terinfeksi masih bisa terinfeksi kembali untuk kedua, ketiga kali ataupun lebih.

Bisa jadi, orang ini sebenarnya terinfeksi Covid-19 tapi memiliki gejala ringan atau bahkan tidak bergejala sama sekali.

Sehingga, banyak yang tidak mengetahui bahwa dirinya sebenarnya pernah terinfeksi Covid-19, entah varian apapun itu.

Dicky mengingatkan, jangan pernah berpikir untuk terinfeksi Covid-19 dengan harapan mendapatkan kekebalan imunitas yang kuat setelah terkena atau menjadi penyintas Covid-19.

Kunci tercapainya super immunity tersebut tetaplah vaksinasi Covid-19.

"Kalau dianggap kebal karena sudah tertulat, konyol dan fatal nanti. Ini harus diluruskan," tegasnya.

Hal lain yang haru menjadi perhatian, kata Dicky, durasi imunitas yang ditimbulkan dari vaksinasi, sejauh ini belum ada yang terbukti lebih dari satu tahun.

Rata-rata durasi proteksi hanya sekitar 7 bulan.

Sehingga, selain vaksinasi, tetap harus dikombinasikan dengan strategi lain yang cukup sukses diterapkan masyarakat Indonesia, yakni protokol kesehatan.

Covid-19 ini, kata Dicky, dampaknya bukan hanya jangka pendek, tetapi jangka panjangnya juga yang harus dipersiapkan. Karena itu, masyarakat harus diedukasi terus bahwa pandemi sebenarnya belum berakhir. Apalagi saat ini, secara global , gelombang Omicron sedang tinggi.

“Selagi pandemi belum berakhir secara global, Indonesia belum aman dari Covid,” katanya. (TRIBUNBATAM.id/Endra Kaputra/Kompas.com)  

*Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved