Kemendagri Bakal Bebankan Biaya Akses NIK, Dirjendukcapil Ungkap Aturan Teknisnya!
Kemendagri berencana untuk menetapkan tarif dalam akses Nomor Induk Kependudukan (NIK). Dirjendukcapil Kemendagri pun mengungkap aturannya!
TRIBUNBATAM.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal mengeluarkan kebijakan baru terkait akses Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Akses NIK yang ada pada KTP elektronik akan dibebankan biaya seribu Rupiah.
Kebijakan akses data ini pun dibenarkan oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh.
Pemberian tarif pada kebijakan akses NIK ini nantinya akan masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Negara diketahui memperbolehkan adanya PNBP tersebut.
Untuk itu, pihaknya tak memasang target pendapatan dari penarikan biaya Rp 1.000 atas jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan tersebut.
Adapun alasan ditetapkannya biaya jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan tersebut untuk menjaga agar sistem tetap hidup.
Baca juga: Dipercaya Kemendagri, bank bjb Bakal Jalankan Program Digitalisasi Nusantara
Baca juga: Disdukcapil Karimun Temukan 16 Ribu NIK Bermasalah, Bupati Minta segera Dihapus
Pasalnya, beban pelayanan Dukcapil kian bertambah, sementara APBN terus turun.
Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data.
Lalu, siapa yang akan dibebankan biaya Rp 1.000 per akses NIK?
Dalam acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Minggu (17/4/2022), Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan sejumlah pihak yang akan dibebankan biaya tersebut.
"Lembaga-lembaga yang sudah bekerja sama dengan Dukcapil yang profit oriented. Seperti perbankan, asuransi, leasing, lembaga di pasar modal sekuritas. Itulah lembaga-lembaga besar termasuk penyelenggara telepon seluler seperti XL, Telkomsel," kata Zudan.
Lanjutnya, mereka dibebankan biaya tersebut karena aksesnya besar dan mereka mendapat banyak keuntungan efisiensi berbagi data yang bersifat verifikasi dari data NIK Dukcapil ini.
Zudan menjelaskan selama ini di industri perbankan sudah ada biaya-biaya administrasi yang dibebankan kepada masyarakat seperti ATM, buku tabungan, transfer dan lainnya.
Menurutnya adanya biaya-biaya seperti itu tidak masalah.
Baca juga: NIK sebagai NPWP, Semua Orang Harus Bayar Pajak?
Baca juga: NIK KTP Belum Terdaftar di Dukcapil? Begini Cara Mengatasinya
Dia yakin masyarakat akan memilih bank yang pelayanannya paling bagus dan biayanya paling murah.
"Memang selama ini di industri perbankan, setiap kita transfer itu terkena beban kurang lebih Rp 6.500.
Kemudian buku tabungan juga kita kena beban, pakai ATM juga kita kena beban, dan bebannya itu jauh lebih tinggi dibanding akses NIK ini jadi setiap kali ada manfaat yang efektif itu sangat wajar kalau masing-masing saling berbagi beban," ujar Zudan.
Siapa yang tidak terkena beban biaya akses NIK?
Zudan juga mengatakan bahwa pihak yang tidak dibebankan tarif NIK ini antara lain kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan dan RSUD.
Mereka tetap gratis setiap mengakses NIK.
Zudan berharap masyarakat tidak salah mengartikan semua harus membayar Rp 1.000 setiap mengakses NIK.
BANTAH Jual Data
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, dalam hal PNBP, jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan itu tidak menjual data penduduk dan tidak memberikan data.
Menurutnya, lembaga pengguna sudah punya data dan diverifikasi oleh Dukcapil.
Dalam hal ini, Dukcapil hanya memberikan verifikasi data seseorang dengan notifikasi true or false (sesuai/tidak sesuai).
Ia menambahkan, semua lembaga pengguna data Dukcapil sudah mempunyai data nasabah atau calon nasabah.
Data itulah yang diverifikasi ke Dukcapil.
Baca juga: NIK KTP Belum Terdaftar di Dukcapil? Begini Cara Mengatasinya
Baca juga: Disdukcapil Anambas Jemput Bola ke Sekolah, Data Pelajar 17 Tahun Urus KTP Elektronik
"Sehingga lembaga pengguna bisa memverifikasi data seseorang dengan akurat, secure dan valid. Misalnya, pemilik data tersebut masih cocok tidak datanya dengan Dukcapil, masih hidup, masih sesuai alamatnya, dan lainnya," papar Zudan.
Zudan juga menjawab isu terkait upaya pemerintah dalam menjamin keamanan data NIK yang diberikan kepada lembaga pengguna atau sektor usaha.
Zudan menjelaskan, sektor swasta yang memanfaatkan akses data kependudukan harus melalui berbagai tahapan/persyaratan.
Di antaranya telah bekerja sama dengan Ditjen Dukcapil (MoU dan PKS), PoC sistem (proof of concept), menandatangani NDA (non disclosure agreement), serta SPTJM (surat pertanggungjawaban mutlak) untuk mematuhi kewajiban menjaga dan melindungi data.
"Serta tidak boleh memindahtangankan data walaupun sudah tidak bekerja sama atau dikenal dengan istilah zero data sharing policy. Para lembaga pengguna juga harus siap mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku," tuturnya.(TribunBatam.id) (Kompas.com/Nur Fitriatus Shalihah/Dandy Bayu Bramasta)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google
Sumber: Kompas.com