FEATURE
Bahagianya Warga Lingga Sambut Tradisi Tujuh Likur di Malam 27 Ramadan
Suasana desa di Lingga yang biasanya gelap, kini lebih terang dengan penerangan ribuan lampu cangkok dalam tradisi tujuh likur
Penulis: Febriyuanda | Editor: Dewi Haryati
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Ratusan hingga ribuan lampu cangkok menerangi malam Ramadan di pedesaan Lingga.
Sebut saja di Desa Sungai Buluh. Suasana desa yang biasanya gelap, kini lebih terang dengan penerangan khas tradisional itu.
Warga pun dibuat terpukau dengan keindahan lampu cangkok yang berbaris terang hingga di kejauhan.
Dari dekat, aroma minyak tanah dalam tabung bambu menyeruak kemana-mana.
Belum lagi asap yang agak menggumpal di ujung nyala api, walau sedikit menganggu indra penciuman namun menjadi bau yang khas.
Inilah tradisi tahunan di Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang sering dirindukan banyak orang saat bulan suci Ramadan.
Bahkan para perantau sengaja pulang lebih awal, untuk merasakan kebahagiaan berada di ribuan penerangan lampu minyak tanah ini.
Warga sangat bersemangat membangun sebuah gerbang yang ikut menambah kemegahan lampu cangkok.
Baca juga: APA Itu Perayaan Tujuh Likur di Lingga? Kadispar Kepri Ingin Jadikan Media Promosi Wisata
Baca juga: Warga Kampung Budus Lingga Meriahkan Tradisi Malam Tujuh Likur atau 27 Ramadhan
Tak cuma itu, sejumlah warga juga menerangi halaman rumahnya dengan memajang tujuh pelita.
Suara riuh dan tawa dari warga menambah keharmonisan, menghidupkan suasana di malam 27 Ramadan ini.
Ibu-ibu dan pemuda desa berkerumun di dekat lampu cangkok itu.
Mereka bersenda gurau sambil menjaga agar lampu tetap menyala.
Ada dari mereka yang mencoba mengenang tradisi ini di tahun sebelumnya, ketika pandemi Covid-19 masih sangat tinggi.
Sementara itu, letupan petasan dan keindahan kembang api menambah suasana kemeriahan malam Ramadan di Lingga.
Tawa ria anak-anak yang bermain kembang api, membuat garis senyum bagi warga yang melihatnya.