DJP Gandeng Dirjen Dukcapil Kemendagri, NIK Bakal Jadi NPWP Mulai Tahun Depan
Dirjen Dukcapil Kemendagri berkolaborasi bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mengintergarikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP.
TRIBUNBATAM.id - Kebijakan baru terkait Nomor Induk Kependudukan (NIK) terjalin antara Dirjen Dukcapil Kemendagri dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Mereka akan mengoperasikan Nomor Induk Kependudukan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Implementasi ini rencananya mulai berjalan pada 2023 mendatang.
Kerja sama ini dipertegas dengan penandatanganan tentang Pemanfaatan NIK, Data Kependudukan, dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dalam Layanan DJP.
Dengan adanya kebijakan ini, masyarakat tak lagi direpotkan dengan urusan NPWP.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, melalui adendum ini, DJP dan Ditjen Dukcapil akan mengintegrasikan data kependudukan dengan basis data perpajakan.
Baca juga: Cara Ajukan Kredit Tanpa Agunan (KTA) di BRI Bemodal KTP dan Akses BRImo, Simak Persyaratannya
Baca juga: Cara Mengajukan Nonaktifkan NPWP ke Kantor Pajak atau Melalui Online
"Untuk meningkatkan kemudahan bagi wajib pajak dalam mengakses dan menerima layanan perpajakan sekaligus mendukung kebijakan satu data Indonesia," kata Neil dalam siaran pers, Jumat (20/5/2022).
Neil menuturkan, integrasi data kependudukan dan perpajakan akan semakin memperkuat upaya penegakan kepatuhan perpajakan.
Pasalnya, data kependudukan merupakan data sumber yang digunakan oleh banyak instansi dan lembaga pemerintahan maupun nonpemerintah.
Sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan kepatuhan perpajakan.
Adapun perjanjian kerja sama ini adalah kelanjutan dari perjanjian kerja sama antara DJP dan Ditjen Dukcapil sejak tahun 2013 yang telah diperbarui pada tahun 2018.
“Perjanjian ini merupakan adendum dari perjanjian kerja sama sebelumnya yang telah ditandatangani 2 November 2018 yang bertujuan untuk memperkuat integrasi data antara DJP dan Ditjen Dukcapil, utamanya terkait NIK dan NPWP,” ujar Neil.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, adendum ini merupakan salah satu bentuk pemenuhan amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan amanat Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 tentang Pencantuman dan Pemanfaatan NIK dan/atau NPWP dalam Pelayanan Publik.
Direktorat Jendral Pajak (DJP), kata Neil, memberikan apresiasi atas dukungan dan kerja sama dari Ditjen Dukcapil yang telah berjalan baik selama ini.
Baca juga: Cara Mengurus NPWP yang Hilang secara Online dan Offline, Begini Syaratnya
Baca juga: Kemendagri Bakal Bebankan Biaya Akses NIK, Dirjendukcapil Ungkap Aturan Teknisnya!
“Kami juga berharap sinergi antara kedua instansi di masa yang akan datang akan semakin kuat demi membangun Indonesia yang lebih baik, adil, dan sejahtera melalui penerimaan pajak,” pungkas Neil.
Rencana Akses NIK Berbayar
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelumnya bakal mengeluarkan kebijakan baru terkait akses Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Akses NIK yang ada pada KTP elektronik akan dibebankan biaya seribu Rupiah.
Kebijakan akses data ini pun dibenarkan oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh.
Pemberian tarif pada kebijakan akses NIK ini nantinya akan masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Negara diketahui memperbolehkan adanya PNBP tersebut.
Untuk itu, pihaknya tak memasang target pendapatan dari penarikan biaya Rp 1.000 atas jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan tersebut.
Adapun alasan ditetapkannya biaya jasa pelayanan akses pemanfaatan data dan dokumen kependudukan tersebut untuk menjaga agar sistem tetap hidup.
Pasalnya, beban pelayanan Dukcapil kian bertambah, sementara APBN terus turun.
Baca juga: Disdukcapil Bintan Jemput Bola Rekam Data, Kaum Milenial Gak Ribet Lagi Punya KTP-el
Baca juga: Cara Mengajukan Nonaktifkan NPWP ke Kantor Pajak atau Melalui Online
Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan akurasi data.
Lalu, siapa yang akan dibebankan biaya Rp 1.000 per akses NIK?
Dalam acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Minggu (17/4/2022), Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan sejumlah pihak yang akan dibebankan biaya tersebut.
"Lembaga-lembaga yang sudah bekerja sama dengan Dukcapil yang profit oriented. Seperti perbankan, asuransi, leasing, lembaga di pasar modal sekuritas. Itulah lembaga-lembaga besar termasuk penyelenggara telepon seluler seperti XL, Telkomsel," kata Zudan.
Lanjutnya, mereka dibebankan biaya tersebut karena aksesnya besar dan mereka mendapat banyak keuntungan efisiensi berbagi data yang bersifat verifikasi dari data NIK Dukcapil ini.
Zudan menjelaskan selama ini di industri perbankan sudah ada biaya-biaya administrasi yang dibebankan kepada masyarakat seperti ATM, buku tabungan, transfer dan lainnya.
Menurutnya adanya biaya-biaya seperti itu tidak masalah.
Dia yakin masyarakat akan memilih bank yang pelayanannya paling bagus dan biayanya paling murah.
"Memang selama ini di industri perbankan, setiap kita transfer itu terkena beban kurang lebih Rp 6.500.
Kemudian buku tabungan juga kita kena beban, pakai ATM juga kita kena beban, dan bebannya itu jauh lebih tinggi dibanding akses NIK ini jadi setiap kali ada manfaat yang efektif itu sangat wajar kalau masing-masing saling berbagi beban," ujar Zudan.
Siapa yang tidak terkena beban biaya akses NIK?
Baca juga: DJP Kepri Ajak Wajib Pajak Prominen Manfaatkan PPS
Baca juga: Jalin Kerja Sama Perpajakan, DJP Kepri dan Uniba Bentuk Tax Center
Zudan juga mengatakan bahwa pihak yang tidak dibebankan tarif NIK ini antara lain kementerian/lembaga pemerintah, pemda, dan lembaga pelayanan publik seperti BPJS Kesehatan dan RSUD.
Mereka tetap gratis setiap mengakses NIK.
Zudan berharap masyarakat tidak salah mengartikan semua harus membayar Rp 1.000 setiap mengakses NIK.(TribunBatam.id) (Kompas.com/Fika Nurul Ulya)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google
Sumber: Kompas.com