FEATURE
Mengenal Tudung Manto Warisan Budaya Lingga Tak Lekang Zaman
Warisan budaya di Lingga bernama Tudung Manto masih tetap lestari meski zaman sudah terus berkembang ke arah digital.
Penulis: Febriyuanda | Editor: Septyan Mulia Rohman
LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Lembaran kain tipis yang lembut dibentang pada rangka kecil persegi panjang.
Kain tipis itu tampak tegang karena seluruh sisinya diikat ke kerangka yang tingginya 50 sentimeter itu.
Pengrajin menyebut proses ini dengan nama 'nekat'.
Hingga jemari terampil pengrajin mulai menjahit kain yang tegang itu.
Seorang wanita kemudian mulai merajut benang di lembaran kain itu.
Prosesnya mirip bordir namun semuanya dilakukan dengan tangan.
Kepala mereka tampak tertunduk.
Baca juga: Ketua Dekranasda Lingga Resmikan Tempat Keterampilan Tekad Tudung Manto Encik Zulaika

Beberapa wanita yang menjadi pengrajin terlihat tekun.
Mereka tampak tenang dan hati-hati memegang jarum khusus dan kemudian memasukkan bersama kelingkan ke kain tersebut.
Kelingkan adalah jenis benang khusus dari kawat yang halus dan lentur, menjadi hiasan wajib dalam pembuatan kain warisan itu.
"Kelingkan ini hanya ada dijual di Singapura, tidak ada di sini (Indonesia-red) dan harganya mahal," ujar salah seorang pengrajin bernama Syarifah (48) kepada TribunBatam.id, Rabu (29/6/2022).
Inilah proses pembuatan Tudung Manto, menjadi khazanah Melayu Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Kain penutup kepala bagi kaum perempuan ini menjadi warisan budaya yang masih digenggam kuat oleh masyarakat Lingga hingga saat ini.
Tudung Manto berbentuk seperti selendang, yang menjadi pelengkap busana adat perempuan Melayu Kabupaten Lingga.
Dari namanya, 'Tudung Manto' berasal dari dua kata, yakni tudung yang artinya penutup.
Baca juga: Pengrajin Tudung Manto Lingga Keteteran Kerjakan Pesanan