FEATURE
Guru Super Asal Anambas itu Bernama Tomi Andri
Perjuangan Tomi Andri di Anambas untuk mengentaskan buta huruf di kampungnya sungguh luar biasa. Berikut kisah Guru 'Super' asal Desa Liuk itu.
Penulis: Novenri Halomoan Simanjuntak | Editor: Septyan Mulia Rohman
Hal yang sama juga serupa ia lakukan di hari Sabtu keesokannya.
Di ruangan itu, tanpa bantuan tenaga lain.
Ia menyapu dan membersihkan kelas, menata kursi dan meja belajar, menempatkan papan tulis kecil berukuran 30 x 50 centimeter di dinding serta menyiapkan alat tulis buku dan juga pensil untuk murid-muridnya.
Sembari menanti muridnya tiba, ia juga menyiapkan sejumlah media untuk memudahkan siswanya memahami konteks pembelajaran menulis, membaca hingga berhitung.
Baca juga: Sejarah Hari Aksara Internasional, Diperingati Setiap 8 September
Tidak berlama-lama, waktu belajar yang ia pakai hanya berkisar dua jam dan pulang pukul 16.00 WIB.
Mereka murid-murid Tomi didominasi dari kalangan orang tua, mulai dari usia 35 hingga usia 70-an tahun.
"Pertama kali saya buka, muridnya ada sepuluh orang. Itu terdiri dari sembilan perempuan dan satu laki-laki. Kala itu mereka sangat bersemangat untuk belajar,"
Pria kelahiran tahun 1994 itu mengaku, tidak pernah memungut sepersen pun biaya kepada para orang tua yang menjadi murid-muridnya dikala mengajar.
Dengan ikhlas justru dirinya merogoh penghasilannya sendiri sebagai guru Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk membeli sejumlah alat tulis seperti kertas dan juga pensil.
"Kadang saya juga minta sisa-sisa kertas dari sekolah tempat mengajar untuk dipakai ke siswa SBH. Tapi Lambat laun ada juga yang bantu. Alhamdulillah waktu itu ada guru yang sedekah buku dan juga pensil," ujar pria berbaju kurung melayu itu.
Pria yang kini telah beristri itu, mengingat betul perjalanan setiap proses mengajar yang ia jalani bersama muridnya para orang-orang tua di Desa Liuk.
Menurutnya, memberi pengajaran kepada mereka para orang tua sedikit terasa lebih sulit dibanding usia dini karena dituntut rasa kesabaran dan keikhlasan yang lapang.
Baca juga: Guru Sebarkan Video Panas Dengan Selingkuhan di Grup WA, Marah Karena Hubungan Kandas
"Saya lebih sering menjadi penengah, karena kadang kalau satu ada yang salah menulis lansung diketawain sama siswa yang lain, dikatain bodoh atau apalah yang bersifat membuli kalau istilah kita sekarang. Udah besoknya, yang diejek itu gak mau datang lagi kan. Di situlah peran saya untuk membujuk supaya mau belajar," tuturnya.
Moment lain diceritakannya, kala Ia terenyuh akan semangat para murid yang datang hendak belajar disaat hujan turun yang membuat perasaannya menjadi takjub.
"Pernah waktu itu saya kaget mereka datang mau belajar sedangkan hari hujan. Padahal saya sudah pernah bilang kalau hujan tidak usah datang, belajar kita liburkan. Tapi diberitahu oleh adek kalau mereka sudah nunggu saya di Kantor BPBD. Disitulah saya kagum dan malu juga, masak iya saya sebagai seorang guru datang terlambat dan kalah semangat dengan mereka," papar Tomi dengan wajah serius.