Bos PT Wilmar Nabati Indonesia Melawan, Sebut Pemerintah Sebabkan Minyak Langka
Terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit Bos PT Wilmar Nabati Indonesia menuding pemerintah jadi biang keladi minyak goreng langka.
Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata Jaksa.
Baca juga: CEK Harga Minyak Goreng Terbaru di Indomaret dan Alfamart, Sejumlah Merek Turun Harga
Lebih lanjut, Jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun.
Penyalahgunaan izin ekspor CPO Menurut Jaksa, kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor (PE) produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas.
Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri.
Sementara itu, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri.
Baca juga: Minyak Sawit Jadi Komoditas Ekspor Unggulan Kepri Dari Batam
Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.
Adapun sejumlah korporasi yang menerima kekayaan dalam akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Grup Wilmar sebanyak Rp 1.693.219.882.064.
Kemudian Grup Musim Mas Rp 626.630.516.604 dan Grup Permata Hijau Rp 124.418.318.216.
Jaksa menyebut, Lin Che Wei, Stanley, Pierre, dan Master melanggar pasal yang sama.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.
Baca juga: Bareskrim Mabes Polri Telusuri Transaksi Keuangan Pengadaan Gerobak Kemendag
Master menuturkan, sebelum Kementerian Perdagangan menerbitkan ketentuan HET, minyak goreng masih bisa ditemukan di pasaran, meski dengan harga yang cukup tinggi.
Adapun penyebab harga mahal itu, menurut dia, karena mengikuti harga minyak goreng di pasar dunia.