Bos PT Wilmar Nabati Indonesia Melawan, Sebut Pemerintah Sebabkan Minyak Langka

Terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit Bos PT Wilmar Nabati Indonesia menuding pemerintah jadi biang keladi minyak goreng langka.

TribunBatam.id via Kompas.com/Syakirun Ni'am
Empat terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah yang menyebabkan minyak goreng langka di pasaran. Dari kanan Lin Che Wei, Indra Sari Wisnu Wardhana, Stanley MA, dan Pierre Togar Sitanggang menunggu sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Piana Korupsi, Jakarta Pusat dibuka, Rabu (31/8/2022). Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor melawan saat membacakan pledoinya di PN Tipikor Jakarta Pusat, dan menyebut biang keladi dari langkanya minyak goreng di pasaran adalah ulah pemerintah. 

JAKARTA, TRIBUNBATAM.id - Bos PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor sekaligus terdakwa dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang menyebabkan minyak goreng langka di pasaran melawan.

Dalam pledoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (27/12/2022), Bos PT Wilmar Nabati Indonesia itu menyebut jika pemerintah lah yang menyebabkan minyak goreng langka di pasaran.

Menurut Master Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nbati Indonesia, penyebab minyak goreng yang sempat langka di Indonesia setelah diterbitkannya kebijakan kontrol harga (price control) melalui Harga Eceran Tertinggi (HET).

Kebijakan HET minyak goreng diatur Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

Ia menilai Jaksa Penuntut Umum tidak jernih dan egois sehingga tidak melihat sumber kelangkaan itu.

Baca juga: Sebaiknya Jangan Buang Minyak Goreng Bekas di 3 Lokasi Ini, Begini Alasannya

Sebelumnya dalam sidang di PN Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (22/12/2022), Jaksa menuntut Majelis Hakim Tipikor menghukum Master 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Bos perusahaan sawit itu juga dituntut membayar uang pengganti Rp 10,9 triliun.

Sementara Indra Sari dituntut penjara selama 7 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Mereka dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama sehingga menimbulkan minyak goreng langka di pasaran.

Jaksa menyebutkan bahwa tindakan Indra dan Master dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Kemudian, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.

Baca juga: Daftar Harga Minyak Goreng Terupdate di Indomaret dan Alfamart per 26 Oktober

Dalam kasus ini, eks Dirjen Daglu Kemendag itu dinilai telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah.

Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.

Menurut Jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya.

Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun.

Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.

“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata Jaksa.

Baca juga: CEK Harga Minyak Goreng Terbaru di Indomaret dan Alfamart, Sejumlah Merek Turun Harga

Lebih lanjut, Jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun.

Penyalahgunaan izin ekspor CPO Menurut Jaksa, kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor (PE) produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas.

Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri.

Sementara itu, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri.

Baca juga: Minyak Sawit Jadi Komoditas Ekspor Unggulan Kepri Dari Batam

Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.

Adapun sejumlah korporasi yang menerima kekayaan dalam akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Grup Wilmar sebanyak Rp 1.693.219.882.064.

Kemudian Grup Musim Mas Rp 626.630.516.604 dan Grup Permata Hijau Rp 124.418.318.216.

Jaksa menyebut, Lin Che Wei, Stanley, Pierre, dan Master melanggar pasal yang sama.

Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.

Baca juga: Bareskrim Mabes Polri Telusuri Transaksi Keuangan Pengadaan Gerobak Kemendag

Master menuturkan, sebelum Kementerian Perdagangan menerbitkan ketentuan HET, minyak goreng masih bisa ditemukan di pasaran, meski dengan harga yang cukup tinggi.

Adapun penyebab harga mahal itu, menurut dia, karena mengikuti harga minyak goreng di pasar dunia.

Namun, setelah pemerintah menerbitkan kebijakan HET minyak nabati itu hilang dari pasar.

“Setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," tutur Master.

Selain itu, Master juga menyoroti tidak adanya lembaga yang mengontrol distribusi minyak goreng sebagaimana Pertamina yang memiliki wewenang atas bahan bakar minyak (BBM).

"Negara tidak mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina,” kata dia.

Sementara itu, terdakwa lainnya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana menyebut tuntutan Jaksa kabur.

Baca juga: FAKTA Kasus Ekspor Minyak Goreng yang Seret Dirjen Kemendag Tersangka, Biang Kerok Langkanya Migor!

Dalam pleidoinya, ia menilai Jaksa menyembunyikan fakta persidangan demi kebenaran dakwaan mereka.

Indra Sari meminta Jaksa tidak menyembunyikan fakta persidangan.

Menurutnya, banyak fakta sidang itu tidak dimuat dalam tuntutan Jaksa.

“Sebenarnya saya berharap jaksa penuntut umum membuat surat tuntutan yang sesuai fakta persidangan secara lengkap bukan dikaburkan atau disembunyikan,” ujar Indra Sari.

Sementara kuasa hukum Master, Juniver Girsang mempersoalkan tindakan Kejaksaan Agung yang tidak menyita barang bukti.

Menurut dia, hal itu bisa meruntuhkan fakta yang selama ini terungkap.

Barang bukti tersebut berupa lima kantong minyak goreng kemasan yang diduga berisi uang di rumah Indra Sari di Tangerang Selatan.

Menurutnya, persoalan ini berawal dari rumah Dirjen Daglu itu.

“Kelima kantong migor tersebut tidak pernah disita penyidik Kejagung, karena isinya memang minyak goreng," kata Juniver.(TribunBatam.id) (Kompas.com/Syakirun Ni'am)

Sumber: Kompas.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved