Eks Komandan Arhanud Dipecat Buntut Anak Kapten TNI AD Tewas Disiksa Atasan

Komandan Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai Mayor Arh Gede Henry Widyastana dipecat dari kesatuan dan dihukum penjara atas tewasnya anak Kapten TNI

TribunBatam.id/Istimewa
Ilustrasi - Komandan Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai Mayor Arh Gede Henry Widyastana dipecat dari kesatuan dan dihukum penjara atas tewasnya anak Kapten TNI 

TRIBUNBATAM.id - Mayor Arh Gede Henry Widyastana, mantan Komandan Arhanud Rudal 004/Dumai divonis pecat dari kesatuan.

Ia dianggap bertanggung jawab atas kematian tak wajar Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus, yang tak lain putra personel TNI bernama Kapten Arh Hulman Sitorus.

Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus tewas diduga setelah dianiaya dan disiksa atasannya saat menjalani pendidikan di Arhanud Rudal 004/Dumai.

Korban tenggelam karena terus dipaksa bergerak meski medis menyatakan kondisi korban tidak memungkinkan.

Di persidangan yang digelat di Pengadilan Militer Tinggi I-02 Medan, Mayor Arh Gede Henry Widyastana juga dijatuhi hukuman satu tahun dan enam bulan penjara.

"Menjatuhkan pidana pokok penjara selama satu tahun enam bulan, serta pidana tambahan pecat dari dinas militer," kata hakim Kolonel Sus Mustofa, Kamis (13/4/2023).

Mustofa mengatakan, Mayor Arh Gede Henry Widyastana terbukti bersalah melanggar Pasal 103 KUHPidana Militer.

Baca juga: TNI AU Batam Periksa Kendaraan yang Bakal Masuk Kapal Roro di Pelabuhan Punggur 

Baca juga: Prajurit Tengkorak Gugur Diserang KKB, Duka TNI Serka Robertus Gugur di Papua

Adapun bunyi pasal tersebut yakni "Militer, yang menolak atau dengan sengaja tidak mentaati suatu perintah dinas, atau dengan semaunya melampaui perintah sedemikian itu, diancam karena ketidaktaatan yang disengaja, dengan pidana penjara maksimum dua tahun empat bulan."

Adapun hal yang memberatkan, terdakwa tidak menunjukkan rasa simpati dan empati kepada keluarga korban.

"Hal meringankan terdakwa belum pernah dipidana, bersikap sopan dan kooperatif di persidangan," ucap hakim.

Usai membacakan amar putusannya, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa maupun oditur iliter untuk mengajukan permohonan banding apabila tidak menerima putusan tersebut.

"Dari putusan ini, terdakwa punya hak, hak untuk menerima, hak untuk mengajukan banding, dan waktu 7 hari untuk menentukan sikap, hal yang sama diberikan kepada Oditur," pungkasnya.

Menanggapi hal tersebut, penasihat hukum terdakwa mengatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding.

Berbeda dengan oditur militer, Letkol Chk P R Sidabutar.

Ia mengatakan akan mengajukan banding kepada hakim terhadap putusan tersebut.

"Banding yang mulia," jawab oditur dengan tegas.

Dilansir dari Tribun Medan, kursi pengunjung di ruang sidang dipenuhi anggota TNI yang diduga anak buah dari Mayor Arh Gede Henry Widyastana.

Baca juga: Pilot Susi Air Disandera KKB Papua, Panglima TNI Hindari Cara Perang

Baca juga: Empat Putra Daerah Natuna Lulus Seleksi Prajurit TNI AL, Berikut Daftar Namanya

Saat akan meninggalkan ruang sidang, sang mayor teriak "Arhanud".

Sementara itu, Tioma Tambunan, ibu mendiang Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus tampak mengusap-usap foto mendiang anaknya.

Sambil mengelus-elus foto anaknya, Tioma juga memeluknya dan menitikan air mata.
Kronologis kejadian

Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus adalah anak pasangan Kapten Arh Hulman Sitorus dan Tioma Tambunan.

Setelah dinyatakan lulus sebagai anggota TNI, Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus kemudian mengikuti pendidikan di Resimen Induk Kodam I/Bukit Barisan di Kota Siantar.

Setelah enam bulan pendidikan di Rindam, Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus kemudian dikirim ke Kota Malang, Jawa Timur untuk mengikuti pendidikan Arhanud.

Usai pendidikan di Kota Malang, Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus mendapat penempatan di Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai.

Di sinilah korban diduga mendapat penganiayaan dari atasannya.

Setelah diduga dianiaya pada 8 November 2018, keesokan harinya, korban dipaksa menjalani latihan berat.

Saat itu medis sudah menyatakan bahwa kondisi fisik Serda Sahat Wira Anugerah Sitorus dalam keadaan tidak sehat.

Baca juga: Mutasi TNI Terbaru, Panglima Tunjuk Dedy Suryadi Jadi Danjen Kopassus

Baca juga: Ratusan Siswa TNI AL Jalani Pendidikan di Satdik Kodiklatal Tanjung Uban Bintan

Namun, para atasan Serda Sahat tetap memaksa korban terjun latihan.

Bahkan, korban dipaksa masuk ke dalam kanal hingga akhirnya tenggelam.

"Sudah dinaikkan ke ambulans, almarhum dipaksa turun dan disuruh ikut kegiatan. Padahal petugas kesehatan sudah mengatakan tidak mampu lagi mengikuti kegiatan saat itu,"

"Bahkan ditenggelamkan ke kanal, sehingga darah masuk ke paru-parunya, juga ada gambut di paru-parunya. Itu semua ada dalam berkas perkara," kata Poltak Silitonga, kuasa hukum keluarga.

Dalam keadaan tidak berdaya dan tak sadarkan diri, korban lantas dilarikan ke RSUD Dumai.

Pada 10 November 2018, Serda Sahat kemudian dinyatakan meninggal dunia.

Atas kematian tidak wajar Serda Sahat, keluarga kemudian melapor ke Polisi Militer.

Setelah diusut, hanya tiga orang yang diseret ke Pengadilan Militer Tinggi I Medan.

Dua orang sudah dipecat, satu lagi yang merupakan seorang perwira belum dipecat.

Saat melakukan aksi di depan Dilmilti I Medan, keluarga dan kuasa hukum meminta Mayor Arh Gede Henry Widyastana, mantan Komandan Detasemen Arhanud Rudal 004/Dumai ikut diadili dan diberi sanksi tegas.

Baca juga: Oknum TNI Maki Sopir Mobil Sambil Pamer Sangkur, Kapendam Ungkap Kronologisnya

Baca juga: Polisi Tangkap Pelaku Penganiayaan TNI, Juru Parkir Liar Jadi Tersangka

.

.

.

(TRIBUNBATAM.id/ Tribunmedan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved