PERSPEKTIF
Dampak Ekonomi Jembatan Batam Bintan untuk Pertumbuhan Ekonomi Baru
Pembangunan Jembatan Batam-Bintan akan menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru (growth pole) dengan peningkatan aksesibilitas di Batam Bintan
Penulis: Endra Kaputra |
oleh : Dr. Endri Sanopaka, S.Sos., MPM (Ketua STISIPOL Raja Haji)
TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Rencana pembangunan Jembatan Batam-Bintan sudah dirintis sejak masa Gubernur Kepri pertama Ismeth Abdullah periode 2005-2010.
Gubernur selanjutnya Muhammad Sani (2010-2015), Nurdin Basirun (2015-2019) dan Isdianto (2019-2021) melanjutkan wacana tersebut namun tidak dapat diwujudkan dalam pembahasan yang lebih serius di tingkat pemerintah pusat.
Pada masa pemerintahan Gubernur Ansar Ahmad (2021-2024) wacana ini terus diperjuangkan, bahkan sejak Ansar Ahmad menjadi Anggota DPR RI.
Trauma atas Pembangunan Jembatan Trans Batam-Rempang-Galang (Barelang) yang selalu dianggap sebagai proyek yang tidak efisien sejak dibangun oleh Otorita Batam di masa kepemimpinan B.J. Habibi selalu menjadi penghalang bagi pemerintah pusat untuk merealisasikan gagasan Pembangunan jembatan tersebut.
Hal ini dikarenakan jembatan Trans Barelang belum berdampak signifikan terhadap perkembangan kawasan Pulau Rempang dan Pulau Galang sebagaimana yang kita lihat saat ini, meskipun beberapa pekan terakhir salah satu kawasan ini sedang ramai diperbincangkan karena adanya rencana investasi dikawasan Pulau Rempang sebagai kawasan wisata.
Tentunya akan sangat berbeda jika jembatan Batam Bintan dibangun dibandingkan dengan jembatan Trans Barelang.
Jembatan Batam Bintan akan menjadi penghubung dan mengintegrasikan dua pulau besar yang sudah berpenduduk dan telah berjalan aktivitas ekonominya.
Tanpa jembatan permanen, Batam dan Bintan yang saat ini telah terhubung dengan menggunakan kapal Roro yang merupakan jembatan berjalan, telah meningkatkan mobilitas orang dan juga aktivitas perekonomian dalam bentuk pergerakan barang dan jasa di antara kedua pulau dengan tiga pemerintahan setingkat Kabupaten/Kota.
Bahkan mobilitas orang dan barang juga telah terhubung diantara wilayah Kepulauan Riau ke Pulau Sumatera dengan Kapal Roro melalui pelabuhan di Kuala Tungkat-Jambi, atau di pelabuhan Sei Pakning-Riau.
Dengan pembangunan Jembatan Batam-Bintan maka akan menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru (growth pole) dengan peningkatan aksesibilitas di wilayah Batam-Bintan dan sekitarnya.
Selain daripada itu juga untuk pemerataan pembangunan antar daerah sehingga arus barang dan manusia menjadi lancar, dan juga meningkatkan pengembangan sektor-sektor strategis di kedua wilayah secara terpadu untuk mempercepat investasi dan meningkatkan daya saing daerah.
Dampak pembangunan Jembatan Batam-Bintan berdasarkan sudut pandang ekonomi tentunya akan memiliki Multiplier Effect.
Munculnya kegiatan ekonomi baru seiring dengan bertambahnya jumlah investasi yang masuk ke Batam dan Bintan, juga akan dirasakan oleh Masyarakat yang terlintasi atas pergerakan orang dan barang, baik dari hulu ke hilir atau sebaliknya.
Selain daripada itu juga berdampak pada kemudahan aksesibilitas di kedua pulau besar yang memang telah memiliki pusat pemerintahan dan juga memiliki penduduk.
Jembatan Batam Bintan bukan saja dilihat dari terhubungnya pulau Batam dan pulau Bintan saja, melainkan lintasannya dimulai dari titik nol di Kota Tanjungpinang, sampai dengan titik akhirnya di pulau Galang baru, atau sebaliknya.
Sehingga pusat-pusat kegiatan industri dan ekonomi yang ada akan menjadi aliran pergerakan ekonomi dimulai dari kawasan industri Batu Ampar yang memiliki pelabuhan petikemas sebagai pintu keluar dan masuk kegiatan ekspor dan impor, terhubung ke Kawasan industri Kabil, dan kemudian ke kawasan industri Tanjung Sauh sampai ke kawasan industri lobam.
Dari kawasan industri lobam, arus pergerakan ekonomi akan menuju ke kawasan pariwisata Lagoi dan kemudian terhubung ke pusat pemerintahan Bandar Seri Bentan Kabupaten Bintan. Selanjutnya dari Bandar Seri Bentan juga akan terhubung ke kawasan Free Trade Zone (FTZ) Bintan dan Tanjungpinang yang berada di Senggarang dan kemudian ke kawasan FTZ Dompak.
Dari kawasan FTZ Dompak, maka arus pergerakan ekonomi juga sampai ke Kawasan Ekonomi Khusus Galang Batang dan juga Pelabuhan Sir Bayintan Kijang. Dengan demikian perkembangan sektor industri juga akan beriring jalan dengan perkembangan sektor pariwisata yang menjadi kegiatan utama di Batam dan Bintan.
Terhubungnya Batam dan Bintan dengan jembatan juga akan mengatasi permasalahan ketersediaan lahan untuk pengembangan industri di Batam, karena dengan integrasi jembatan, kebutuhan lahan dapat diarahkan ke Bintan dan Tanjungpinang yang memiliki wilayah lebih luas dan dengan status kepemilikan secara individual.
Secara turunan lainnya dari manfaat pembangunan jembatan Batam – Bintan, maka aspek transportasi menghubungkan pulau-pulau yang sebelumnya dipisahkan oleh lautan; Membuka aksesibilitas pada pulau-pulau yang dihubungkan dengan jembatan, sehingga arus orang, barang dan produksi yang dihasilkan dapat berjalan dengan lancer.
Pemerataan pembangunan di wilayah pulau Batam dan Bintan juga akan dinikmati oleh Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Kepri yang saat ini juga sudah terintegrasi dengan menggunakan jembatan berjalan kapal roro, serta membuka akses untuk pergerakan orang dan barang ke pulau sumatera bahkan ke Semenanjung Malaysia yang dalam forum-forum kerjasama serumpun juga sudah mulai diperbincangkan.
Aspek ekonomi lainnya bisa kita lihat dengan meningkatnya aliran material dan bahan baku yang ekonomis antar pulau yang terhubung.
Pemanfaatan lahan yang lebih baik untuk investasi, terutama di dua pulau strategis yang dilintasi jembatan batam-bintan, yaitu Pulau Tanjung Sauh dan Pulau Buau harus menjadi perhatian juga.
Pengembangan Pulau Tanjung Sauh sebagai pelabuhan utama untuk mendukung status Free Trade Zone, Batam Bintan Karimun menjadi pelabuhan penghubung di Indonesia Tengah Timur (Pendulung Nusantara) dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Pembangunan jembatan Batam-Bintan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Sebagaimana target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2021-2026.
Pengembangan industri di kedua pulau (Batam-Bintan) ini tentunya memiliki segmentasi yang berbeda, dan telah tertuang dalam dokumen RPJMD 2021-2026 Provinsi Kepulauan Riau, dimana di kawasan sekitar jembatan di kawasan Pulau Batam, pengembangan industri maritim akan terus berlanjut, seperti yang saat ini ada di sekitar kawasan Kabil dan Telaga Punggur.
Pengembangan jasa usaha kepelabuhanan, mengingat kawasan sekitar anjungan merupakan bagian dari kawasan berlabuh Kabil bagi kapal-kapal yang melewati jalur pelayaran di Selat Malaka dan juga menuju Laut Cina Selatan.
Perkembangan industri di sektor maritim berdampak signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi, karena menyerap banyak tenaga kerja.
Pulau Tanjung Sauh yang merupakan salah satu titik yang akan dilalui jembatan Batam-Bintan akan menjadi salah satu kawasan ekonomi khusus yang akan dikembangkan sebagai pusat Transshipment dan Logistics.
Tanjung Sauh juga akan dikembangkan menjadi fasilitas pengolahan dan penyimpanan gas, hub logistik, dan pelabuhan pintu gerbang.
Pembangunan jembatan Batam-Bintan juga akan mempermudah dan menekan biaya arus barang dan orang dari Batam ke Bintan, dan sebaliknya atau bahkan lintas Jawa dan Sumatera ke Batam-Bintan.
Di mana Pulau Bintan dengan tiga pusat pemerintahan yaitu Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Bintan yang memiliki jumlah penduduk berdasarkan Sensus Penduduk 2020 sebanyak 159.520 jiwa, dan Kota Tanjungpinang dengan jumlah penduduk sebanyak 227.660 jiwa (total 387.180 jiwa).
Kita akan dapat mengetahui dimulainya pembangunan Jembatan Batam-Bintan oleh Kementerian PUPR sebagai leading sector dalam pembangunan jembatan Batam-Bintan dan telah mendapatkan instruksi langsung dari Presiden untuk merealisasikan Jembatan Batam-Bintan dengan segera menyelesaikan desain akhir pembangunan jembatan tersebut sehingga dapat menguntungkan para investor yang terlibat dalam proses pembangunan jembatan Batam-Bintan.
Yang akan menggunakan metode Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta komitmen pemerintah pusat untuk menyediakan dana dari APBN sebesar 4 triliun dan sisanya akan diberikan kesempatan kepada badan usaha untuk mendukung pembangunan jembatan batam bintan.
Jembatan yang akan dibiayai Pemerintah Indonesia adalah yang menghubungkan Batam-Tanjung Sauh, sedangkan Tanjung Sauh-Bintan akan dibangun investor melalui lelang. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.