KISRUH REMPANG

Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi terkait Proyek Rempang Eco City

Ombudsman temukan adanya potensi maladministrasi dari BP Batam dan Pemko Batam terkait proyek Rempang Eco City.

Editor: Dewi Haryati
TribunBatam.id/Eko Setiawan
Warga di Pulau Rempang Batam sengaja menumbangkan pohon besar untuk menghalangi tim gabungan masuk ke daerah mereka memasang patok, Kamis (7/9/2023). Ombudsman temukan adanya potensi maladministrasi terkait lahan di Rempang, Batam yang akan dijadikan proyek Rempang Eco City. 

TRIBUNBATAM.id - Ombudsman temukan adanya potensi maladministrasi terkait lahan di Rempang, Batam yang akan dijadikan proyek Rempang Eco City.

Proyek Strategis Nasional (PSN) ini menjadi sorotan publik pasca terjadi bentrok antara warga Rempang dengan aparat keamanan, Kamis (7/9/2023) lalu.

Saat itu warga Rempang menolak petugas melakukan pematokan lahan di lapangan.

Buntutnya, ada delapan warga Rempang diamankan polisi.

Bentrokan kembali terjadi saat massa melakukan demo Rempang di BP Batam, Senin (11/9/2023).

Aksi unjuk rasa itu berujung ricuh. Ada 43 orang diamankan polisi.

Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro mengungkapkan, pihaknya telah melakukan permintaan keterangan dan pemeriksaan di Rempang terkait potensi maladministrasi yang dilakukan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dan Pemko Batam terkait proyek Rempang Eco City.

Baca juga: VIDEO Janji Menteri Investasi Bahlil Lahadalia Tak Relokasi Makam Warga Rempang

"Ombudsman telah melakukan permintaan keterangan secara langsung kepada pihak-pihak yang terdampak, serta pemeriksaan lapangan terhadap keberadaan Kampung Tua dengan merujuk Surat Keputusan Walikota Batam Nomor 105/HK/III/2004 tentang Penetapan Perkampungan Tua di Kota Batam," kata Johanes dikutip dari siaran pers di laman Ombudsman, Selasa (19/9/2023) dilansir dari Tribunnews.com.

Johanes mengungkapkan pihaknya memperoleh informasi bahwa BP Batam mencadangkan alokasi lahan Pulau Rempang hingga mencapai 16.500 hektar.

Menurutnya, pencadangan ini tidak sesuai ketentuan lantaran belum dikeluarkannya sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh Kementerian ATR/BPN kepada BP Batam.

"Penerbitan HPL Harus sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Salah satunya adalah tidak adanya penguasaan dan bangunan di atas lahan yang dimohonkan (clear and clean)," katanya.

"Sepanjang belum didapatkannya sertifikat HPL atas Pulau Rempang maka relokasi warga menjadi tidak memiliki kekuatan hukum," sambungnya.

Johanes mengungkapkan, berdasarkan penelusuran Ombudsman, masyarakat di Kampung Tua, Rempang sebenarnya mendukung dilakukannya investasi lewat Rempang Eco City, namun menolak untuk direlokasi.

Baca juga: Fakta Menteri Bahlil Datang ke Rempang hingga Warga Kecewa Tak Ada Tanya Jawab

Ia mengatakan, masyarakat mendukung jika dilakukan penataan Kampung Tua dengan pengembangan investasi.

"Sosialisasi yang dilakukan BP Batam masih tergolong belum masif dan butuh waktu yang lebih lama untuk berupaya meyakinkan masyarakat mau direlokasi atau berdialog untuk mencari jalan tengah," kata Johanes.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved