FEATURE
Kisah Sofian Banting Setir Jadi Pandai Besi di Bintan Pertahankan Usaha Keluarga
Sofian warga Bintan ini dulunya staf di sebuah hotel. Karena pandemi, hotel tempatnya kerja tutup, ia pun banting setir jadi pandai besi
Penulis: ronnye lodo laleng | Editor: Dewi Haryati
BINTAN, TRIBUNBATAM.id - Siang itu terik matahari begitu panas dan suasana sedang sepi di Desa Kawal, Jalan Wisata Bahari, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
Di pinggir Jalan Kawal, tampak sebuah gubuk yang sudah usang beratap daun kelapa yang kini berumur belasan tahun.
Di dalamnya duduk seorang pria berkulit sawo matang. Ia terlihat sendirian, dan sedang melakukan rutinitas hariannya.
Pria 37 tahun itu bernama Sofian. Seluruh tubuhnya penuh dengan debu hitam, dan keringat bercucuran dimana-mana.
Belum banyak yang tahu aktivitas yang ia lakoni selama ini. Meski usahanya itu sudah memasuki usia kurang lebih dua tahun lamanya.
Sofian merupakan ahli pandai besi. Di kampung itu, pandai besi menjadi profesi yang kian langka di tengah masyarakat saat ini.
Baca juga: Kisah Sahat Manik, Akuntan Perusahaan Banting Setir Jadi Trainer Safety, Bayarannya per Jam
Hal itu seiring banyaknya peralatan dapur yang kini diproduksi di pabrik dan lebih simple.
Kendati demikian, siapa sangka pekerjaan pandai besi masih ditekuni Sofian hingga hari ini.
Berkecimpung di dunia pandai besi menurutnya tidaklah mudah. Ia butuh waktu belajar bersama sang mertua beberapa bulan yang kini menjadi bosnya.
Usaha pandai besi itu bukanlah milik Sofian. Ia hanya berstatus pekerja saja.
"Yang punya usaha bapak mertua saya. Sudah dua Minggu ini tidak masuk lantaran sedang sakit sehabis operasi usus buntu. Ini saya hanya menjalankan saja," ucap Sofian, Selasa (17/10/2023).
Sebelum menjadi ahli pandai besi, Sofian sempat bekerja sebagai staf di salah satu hotel di Bintan.
Ia terpaksa keluar lantaran hotel itu tutup karena pandemi Covid-19 menerpa beberapa tahun lalu.
Sofian sempat luntang lantung mencari pekerjaan pasca hotel tempat ia mencari nafkah ditutup permanen.
Ia akhirnya menyetujui tawaran dari mertua untuk bekerjasama sebagai pandai besi.
Pilihannya menjadi pandai besi, karena pekerjaan itu belum tentu semua orang bisa. Makanya, mertua dan dia tetap mempertahankannya sampai sekarang.
Sofian bekerja setiap hari bersama sang mertua, mulai dari mengolah bahan mentah sampai jadi barang, sesuai pesanan pelanggannya.
Untuk produksi pisau ia hanya membutuhkan waktu 30 menit saja, sementara parang bisa mencapai 1 hingga 2 jam, tergantung tingkat kesulitan dan request pelanggan.
Baca juga: Bisnis Ekspedisi Bangkrut, Rudi Sutadi Banting Setir jadi Driver Taksi Online
Selama satu bulan, mereka mampu membuat puluhan pisau dan parang siap jual.
Selain membuat peralatan seperti sabit atau pisau dan parang, mereka juga melayani jasa perbaikan alat-alat pertanian tradisional seperti sabit atau cangkul.
"Pandai besi Hatjam milik mertua sudah berjalan lima tahun. Sebelumnya paling lama membuka usaha ini di Guntung, daerah Pulau Burung Riau," ujar pria asal Tambilahan itu.
Soal harga jangan khawatir, cukup murah di masa modern ini.
Harga perkakas dapur dan tani ditawarkan mulai Rp 60 ribu hingga Rp 170 ribuan.
Adapun harga tersebut mulai dari pisau dapur hingga pembuatan samurai dan pedang.
"Semua perkakas seperti pisau sampai parang tebas kita jajakan di sini yang sudah selesai, dan kalau ada yang mesan untuk ditempah sesuai keinginan, kita juga bisa layani," kata pria berpostur tinggi itu.
Pelanggan yang memesan alat perkakas dapur dan tani ternyata bukan warga Bintan saja. Bahkan, pelanggannya ada yang datang dari Tanjungpinang dan Batam.
Untuk besi yang digunakan sebagai bahan menempah dan menghasilkan sebuah per kakas dapur dan pertanian, biasanya mereka membutuhkan bahan dari per mobil, piringan senso bekas dan lainnya.
Alasan memilih bahan itu karena kualitas besi bagus dan ketajaman awet.
Selain besi, mereka juga membutuhkan bahan kayu untuk arang saat menempah besi menjadi barang jadi.
Bahan kayu yang digunakan mereka merupakan kayu akasia. Mereka membelinya per lori sekitar Rp 350 ribu.
Usaha pandai besi ini buka setiap hari dari pukul 08.00 hingga 16.00 WIB di hari biasa. Sedangkan Jumat libur.
"Mengapa kita buka lebih lama di hari Minggu, sebab banyak orang yang berlibur ke Trikora dan melintas di sini, sehingga pembeli lumayan ada di hari Minggu," ungkapnya.
Memang tidak setiap hari ada orang yang membeli perkakas dapur di tempatnya.
Terkadang tidak ada sama sekali, intinya tidak menentu.
Seperti hari ini contohnya, masih baru dua orang yang memesan untuk ditempah, dan beli yang sudah jadi di sini belum ada.
Pandai besi kini jadi pekerjaan utama Sofian. Berkat kerja ini ia mampu menghidupi keluarga kecilnya.
"Saya memiliki dua anak. Satu sudah duduk di bangku SMP satu lagi masih SD. Alhamdulillah saya masih bisa membiayai mereka termasuk makan minum dari hasil pandai besi," katanya.
Disinggung soal penghasilan, Sofian enggan membeberkannya. Ia hanya bilang namanya usaha tak menentu. Namun cukup menjanjikan.
"Iya terkadang ada terkadang tidak ada. Tapi namanya kita sudah usaha rezeki pasti ada saja. Nyatanya sampai sekarang saya masih bisa penuhi kebutuhan," ucapnya.
Meski berpenghasilan tak menentu, Sofian tetap semangat dan bersyukur atas rezeki yang ia dapat saat ini.
"Saya tetap berusaha dan berdoa. Saya tak pernah mengeluh meskipun terkadang tak ada pengasihan sama sekali," tuturnya.
Sofian mengaku bakal melakoni profesi ini hingga batas waktu yang belum ditentukan.
(TRIBUNBATAM.id/ Ronnye Lodo Laleng)
Di Tengah Tren Kekinian, Griya Jamu Batam Rintisan Ayna Bertahan dengan Ramuan Tradisional |
![]() |
---|
Kampung Tua Bakau Serip, Nasib Si Sabuk Hijau di Ujung Nongsa yang Sunyi |
![]() |
---|
Cerita Petugas Damkar Bintan, Disambut Warga Bak Pahlawan Setelah Respons Cepat Kebakaran |
![]() |
---|
Sekolah di Anambas Raup Cuan dari Pisang Usai Sulap Lahan Kosong Jadi Kebun Produktif |
![]() |
---|
Sosok Idrus M Tahar, Sastrawan yang Kini Diabadikan Jadi Nama Perpustakaan Natuna |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.