KISRUH REMPANG

Warga Rempang Tempuh Praperadilan, Perjuangkan Nasib 30 Orang Jadi Tersangka

Warga Rempang memperjuangkan nasib puluhan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam bentrok depan kantor BP Batam, Senin (11/9).

TribunBatam.id/Aminuddin
Tim Advokasi Solidaritas untuk Rempang mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (19/10/2023) pagi. Puuhan orangyang menjadi tersangka dalam bentrok depan kantor BP Batam, Senin (11/9) menjadi fokus mereka. 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Saputra benar-benar berharap keadilan terhadap anaknya.

Anaknya menjadi satu dari puluhan orang yang ditetapkan sebagai tersangka saat kerusuhan menolak proyek Rempang Eco City di kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (11/9/2023).

Ia mengatakan jika anaknya masih berstatus pelajar dan membutuhkan pendidikan.

“Anak kami tidak bersalah. Dia hanya ikut demo untuk menuntut hak-hak kami sebagai warga Rempang yang akan direlokasi oleh BP Batam. Kami minta agar anak kami segera dibebaskan,” ucap Saputra.

Kasus kerusuhan demo di Rempang terjadi pada 11 September 2023, saat ribuan warga menolak rencana pengembangan kawasan Rempang Eco City oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) yang dikaitkan dengan pengusaha Tommy Winata.

Warga mengklaim bahwa lahan yang akan digunakan untuk proyek tersebut merupakan kampung adat masyarakat Melayu.

Sebanyak 30 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kerusuhan saat demonstrasi itu mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Gugatan ini diajukan melalui Tim Advokasi Solidaritas untuk Rempang pada Kamis (19/10/2023) pagi.

Menurut Direktur LBH Mawar Saron Batam, Manggara Sijabat, yang menjadi salah satu anggota tim advokasi, gugatan praperadilan ini merupakan upaya hukum terakhir setelah pihak kepolisian tidak memberikan respons atas surat penangguhan penahanan yang diajukan sebelumnya.

Surat penangguhan penahanan tersebut didukung oleh jaminan dari pengacara dan keluarga para tersangka.

“Kami ingin agar pengadilan memutuskan apakah penahanan mereka adalah tindakan yang sah atau tidak. Ini adalah hak yang diatur oleh undang-undang,” ujar Manggara Sijabat.

Ia juga mengatakan bahwa dari 35 tersangka yang ditahan, lima di antaranya telah menggunakan layanan bantuan hukum masing-masing, namun tetap berkoordinasi dengan tim advokasi.

Sopandi, anggota Tim Advokasi Solidaritas untuk Rempang lainnya, menambahkan bahwa ada banyak kejanggalan terkait penahanan dan penetapan tersangka.

Ia menyebut bahwa surat-surat yang diterima dari Polresta Barelang tidak memiliki nomor yang jelas, padahal seharusnya surat penangkapan dan penetapan sebagai tersangka memiliki nomor yang tertulis.

“Kami menduga ada rekayasa dalam penanganan kasus ini. Kami juga mempertanyakan dasar hukum penahanan mereka, apakah sudah sesuai dengan prosedur atau tidak,” kata Sopandi.

OPSI Penangguhan Penahanan

Opsi penangguhan penahanan 35 orang dalam bentrokan depan kantor BP Batam terkait polemik di Pulau Rempang sebelumnya muncul saat pertemuan perwakilan keluarga bertemu Muhammad Rudi.

Pertemuan berlangsung di gedung PIH Asrama Haji, Kamis (19/10/2023) sore yang berlangsung tertutup untuk umum.

Seorang warga yang ikut dalam pertemuan tertutup itu, Wahdania mengungkap jika Kepala BP Batam akan membantu puluhan orang yang masih berada dalam sel tahanan untuk dilakukan penangguhan penahanan.

Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto sebelumnya mengungkap, 35 orang ini terlibat bentrok hingga berujung pengrusakan kantor BP Batam dalam aksi Senin (11/9).

Sebanyak 26 orang mendekam di sel tahanan Polresta Barelang.

Sementara 9 sisanya berada di Mapolda Kepri.

Itu merupakan aksi lanjutan setelah sebelumnya tim terpadu terlibat bentrok dengan sejumlah warga di Pulau Rempang yang coba menghalau petugas masuk ke permukiman mereka, Kamis (7/9).

Dalam bentrok jilid pertama itu, polisi menangkap 8 orang.

Mereka kini mendapat penangguhan penahanan.

“Tadi pak Rudi bilang akan membantu keluarga kami agar dilakukan penangguhan penahanan,” ujar Wahdania.

Wahdania tak bisa diminta keterangannya lebih lanjut karena menenangkan anaknya yang menangis.

Namun ia berharap agar suaminya dapat segera pulang bertemu anak-anak yang telah ditinggal 1 bulan lebih sejak kejadian itu.

Sementara Kepala BP Batam, Muhammad Rudi tak berkomentar banyak.

Sekira 45 menit bertemu dengan perwakilan 35 keluarga, ia hanya memberikan penjelasan singkat.

“Kita ingin membantu masyarakat. Kasihan juga keluarga mereka sudah lama ditahan,” jawabnya singkat langsung meninggalkan lokasi dengan mendapat pengawalan.

Pantauan TribunBatam.id, ruang pertemuan dijaga ketat petugas BP Batam maupun dari Pemko Batam.

Tak ada pengunjung umum yang diberi masuk, termasuk awak media.

Dua orang disiagakan di pintu luar ruangan tempat acara berlangsung, begitu juga di pintu dalam tempat acara.

“Pertemuan tertutup. Tak ada yang boleh masuk, selain keluarga dari mereka,” ujar penjaga pintu melarang awak media masuk.

Sessudah pertemuan itu, seluruh warga yangemgikuti pertemuan rapat tertutup diberi makan nasi kotak.(TribunBatam.id/Aminuddin/Bereslumbantobing)

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved