Kemenag Kepri Ajak Pelajar Terapkan Sikap Moderasi Beragama

Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau (Kemenag Kepri) mengajak pelajar untuk menerapkan sikap moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.

ist.
Seminar bertema "Memperkuat Peran Lembaga Pendidikan Dalam Moderasi Beragama" di Auditorium Razali Jaya Sekolah Tinggi Agama Islam Sultan Abdurrahman (STAIN SAR), Jumat (8/3/2024). 

"Agama itu sakral (suci), sedangkan pilihan beragama itu plural (beragam)," ucapnya.

Zulfa juga memperkenalkan konsep 'peta bukanlah wilayah' yang mempunyai makna filosofis yaitu apa yang terjadi di luar kepala (kenyataan) tidak sesuai dengan yang di dalam kepala (asumsi).

"Hal inilah yang membuat kadang beberapa orang tidak bisa menerima perbedaan karena kita sangat meyakini apa yang kita pikirkan tanpa mau melihat realitas yang terjadi," ujarnya.

Baca juga: Edaran Kemenag soal Libur Siswa Madrasah di Bulan Ramadan hingga Rencana Belajar

(Kemenag Kepri) mengajak pelajar untuk menerapkan sikap moderasi beragama dalam kehidupan.
Kemenag Kepri mengajak pelajar untuk menerapkan sikap moderasi beragama dalam kehidupan. (ist.)

Pada akhirnya sikap inilah yang menyebabkan intoleransi di tengah masyarakat karena setiap orang hanya mengikuti isi kepalanya.

Sehingga menurutnya, dalam menjalankan komitmen kebangsaan masyarakat harus setia kepada Pancasila dan UUD 1945 serta memperkuat toleransi dan anti terhadap kekerasan.

Zulfa juga memperkenalkan 9 kata kunci dalam moderasi beragama yaitu, kemanusiaan, kemaslahatan umum, adil, berimbang, taat konstitusi, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, penghormatan kepada tradisi,

Pemateri selanjutnya, Zamzami A Karim, mantan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Raja Haji. Ia menyatakan bahwa orang Indonesia ditakdirkan dalam perbedaan. Namun, ada saja unsur kebencian dan polarisasi yang terjadi di tengah masyarakat seperti mobilisasi sentimen etnis dan keagamaan yang difokuskan pada perilaku 'elit' dan ada yang fokus pada massa melalui 3 saluran yakni, lewat keanggotaan organisasi, paparan media sosial, sentimen kedaerahan, dan sentimen Jawa vs luar Jawa.

Menurut Ketua Komite Sekolah Tanjungpinang itu, media sosial merupakan saluran yang paling banyak memberi pengaruh terhadap perilaku intoleransi. Hal ini terjadi karena seringkali medsos digunakan sebagai media untuk menyalurkan ujaran kebencian yang menimbulkan pertengkaran di medsos.

" Sehingga untuk menghadapi permasalahan tersebut pendidikan moderasi beragama tidak hanya harus masuk kedalam kurikulum namun juga kedalam hati peserta didik," ujar Zamzami.(TribunBatam.id/Endra Kaputra)

Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved