TRIBUN BATAM PODCAST
TRIPOD - Mengenal Lebih Dekat Keluarga Dayak di Batam
Tribun Batam dalam program podcastnya berbincang dengan Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR), organisasi suku Dayak di Kota Batam, Provinsi Kepri.
Penulis: ronnye lodo laleng | Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Suku Dayak di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) cukup eksis dan terkenal di Indonesia.
Anggotanya cukup banyak mencapai ribuan orang.
Sejak 2013 lalu suku Dayat tergabung dalam satu wadah yakni Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR).
Bagaimana perkembangan suku Dayak di Batam?
Simak hasil wawancara eksklusif Tribun Batam.id dengan Ketua Umum Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR), James Mark (JB).
Tribun Batam Podcast juga menghadirkan Patih Panajang, Fabianus Oel (FO); Pendiri Perhimpunan Keluarga Dayak Batam (PKDB), Adrianus Mudon (AM).
Berikut petikan wawancaranya
TB: Pak Ketua sudah berapa lama berkunjung ke Kota Batam?
JB: Saya sudah dua kali ke Batam, keduanya karena ada urusan pekerjaan.
TB: Dikalangan masyarakat, TBBR ini lebih di kenal dengan istilah pasukan merah, atau Panglima Jilah. Bisa diceritakan bagaimana perjalanan TBBR hingga saat ini?
JB: TBBR sendiri awalnya merupakan salah satu perkumpulan yang berdiri pada tahun 2013 di Mempawah, Kalimantan Barat.
Awalnya sebagai komunitas budaya, selanjutnya pada tahun 2017 berubah nama menjadi Tariu Borneo (TB).
Pada tahun 2018, ada gejolak di Pontianak sehingga muncullah nama baru yakni TBBR. Dan melalui TBBR kita daftarkan ke Kemenkumham RI dengan tujuan tetap eksis di Indonesia.
Seiring berkembangnya waktu, sampai hari ini, jumlah anggota TBBR sendiri mencapai 375.000 anggota. Ratusan ribu anggota ini tersebar di seluruh Indonesia dan Malaysia.
Di setiap Provinsi, Kabupaten, Kota sampai ke Desa kita ada pengurus TBBR.
Kenapa kita ingin membentuk kepengurusan ini, karena kita ingin TBBR menjadi wadah yang mempersatukan warga Dayak yang ada di seluruh Indonesia dan luar negeri.
TB: Dimana kantor pusat TBBR?
JB: Kantor pusat kita ada di Pontianak. Secara organisasi saya sebagai Ketua Umum TBBR periode 2024-2029. Saya dipilih pada Mubes Juli 2024 yang lalu.
Kita punya Keramat atau tempat yang kita sakralkan untuk berkumpul setahun dua kali, masing-masing bulan Maret dan Agustus.
Pada Maret setiap tahun kita akan memperingati Hari Ulang Tahun(HUT) Patih Patinggi.
Sementara Agustus kita memperingati HUT Panglima Jilah yang nama aslinya adalah Agustinus.
Jilah sendiri adalah gelar yang diberikan oleh leluhur terdahulu.
TB: Bisa diceritakan kenapa ada perubahan atau penambahan nama dari Tariu Borneo (TB) menjadi Bangkule Rajakng (BR)?
JB: Bangkule Rajakng sendiri merupakan salah satu kerajaan kuno Dayak tertua, di Kalimantan Barat, ditambah saat itu ada gejolak sehingga akhirnya diberi nama TBBR hingga saat ini.
TB: Masyarakat ingin mengetahui apa itu pasukan merah, berikut perkembangan dan semangatnya seperti apa?
FO: Saya melanjutkan penjelasan dari Ketum bahwa, Bangkule Rajakng ini merupakan nama kerajaan kuno jaman dulu. Kalau nama dalam catatan dunia bernama kerajaan Bakulapura.
Pasukan merah ini adalah, organisasi tradisional dan kuno yang dihidupkan kembali. TBBR adalah pasukan merah, dan juga sebaliknya.
TBBR adalah aktualisasi. Secara aturan negara, sudah ada legalitasnya.
Sementara pasukan merah belum ada legalitasnya, namun ada pengakuan dari masyarakat, sehingga di sana ada pemimpin besarnya yakni, Panglima Jilah.
Kami yang bertugas sebagai Patih merupakan penasehat Panglima Jilah.
Kami ada tujuh Patih yang siap memberikan nasihat atau masukan kepada Panglima Jilah.
Pasukan merah ini sebenarnya adalah, semua orang Dayak. Namun yang mau mengaktualisasikan dirinya sudah mencapai 375.000 orang per tahun 2025 ini.
Jika mereka yang belum teraktualisasi pada saat ingin kejadian besar maka mereka akan datang sendiri tanpa di panggil.
TB: Apa landasan dari pasukan merah ini?
JO: Pasukan merah ini, landasan berpijaknya adalah adat. Jadi sebelum dijadikan pasukan merah di sana ada ritual khusus atau pengakuan di salah satu tempat keramat yang sudah di tentukan.
Pada saat ritual itu akan ada anggota baru yang terlibat dan siap menjalankan aturan dari pasukan merah tersebut dan tidak boleh di langgar.
TB: Apa saja larangan itu?
JO: Larangan cukup banyak, satu di antaranya adalah, pantangan tentang makan, dan pantangan adat lainnya.
Paling utama adalah Narkoba dan Minuman keras. Dua jenis ini sangat di larang oleh Panglima Jilah.
Karena dua hal ini, jaman dulu memang tidak ada. Apabila ada anggota yang sudah terlibat maka, akan di ritualkan dan dia akan muntahkan apa yang ada dalam isi perutnya.
Dan dia tidak akan menyentuh narkoba lagi.
Dari berbagai hal ini, harus diikuti jika sudah menjadi pasukan merah. Jika masih melanggar maka akan dikeluarkan dari pasukan merah.
TB: Apakah pasukan merah ini di bentuk oleh Panglima Jilah setelah dia bermimpi, bagaimana sejarah?
JO: Panglima Jilah dahulu memang aktif di organisasi muda mudi agama.
Waktu kecil beliau tidak bisa bicara.
Namun lewat mimpi itu, dia lalu bertapa di Bukit Raya.
Di sana dia dibentuk oleh roh leluhur.
Atas perintah leluhur, apa yang dia lakukan kita akan ikut. Sebagai contoh yang menjadi Ketum TBBR saja harus diritualkan terlebih dahulu. Apakah pantas atau tidak.
TB: Ada berapa Panglima di bawah Panglima Jilah saat ini?
JO: Ada Ratusan Panglima yang ada di bawah Panglima Jilah.
Mereka punya tugas dan wewenang masing-masing.
Mereka juga membantu Panglima Jilah dalam aktivitas sehari-hari.
Mereka akan bertugas seumur hidup. Untuk mengangkat Panglima tersebut tidak sembarangan orang, ada ritual khusus di sana.
TB: Berapa banyak anggota Perhimpunan Keluarga Dayak Batam (PKDB) di Batam saat ini?
AM: Saat ini anggota di Batam mencapai 2.000 orang.
TB: Sebentar lagi kepengurusan di Batam akan di kukuhkan. Apa perkembangan saat ini dan apa tujuannya?
AM: Tujuan kami dirikan organisasi PKDB di Batam ini adalah, ingin mengumpulkan warga Dayak yang ada di Kota Batam.
Atas pengalaman kami di Batam. Saat membuat acara pesta perkawinan atau syukuran lahiran anak, maupun yang meninggal ternyata kami yang di Batam yang pertama kali menolong lebih cepat.
Berdasarkan hal itu, saya menggagasi untuk mendirikan organisasi ini. Dengan tujuan saling menolong jika ada yang mengalami musibah apapun itu.
TB: Kapan PKDB ini didirikan atau dibentuk?
AM: PKDB ini dibentuk pada tahun 2006. Dan baru diakui oleh pengurus pusat pada tahun 2016 lalu. Dan pelantikan pertama dilakukan di hotel Planet Jodoh, Batam.
Saat itu saya diangkat menjadi ketua oleh anggota. Saya sempat mengundurkan diri dengan alasan ada regenerasi yang menggantikan saya. (TribunBatam.id/Ronnye Lodo Laleng)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News
| Kendaraan Lalu Lalang di Jalan Batam Tanpa Uji KIR, Apakah Ada Sanksi? |   | 
|---|
| Tribun Batam Podcast Kupas Peran Kantor Wilayah Kementerian Hukum di Daerah |   | 
|---|
| Tana Group Hadirkan Kawasan Komersil Ikonik di Bengkong Batam dengan Konsep Tak Biasa |   | 
|---|
| Warga Asing Bertingkah, Bagaimana Pengawasan Orang Asing di Batam? |   | 
|---|
| Tribun Batam Podcast Bahas Gramedia Big Sale Batam 2025, Yuk Simak Promo Menariknya |   | 
|---|

 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.