Feature
Suka Duka Pedagang Otak-otak di Ibu Kota Kepri Mengais Rezeki di Depan Pelabuhan SBP
Di depan Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang, aroma khas otak-otak yang dipanggang di atas bara api menyambut para penumpang yang baru tiba
Penulis: Yuki Vegoeista | Editor: Dewi Haryati
TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Aroma khas otak-otak yang dipanggang di atas bara api menyambut para penumpang yang baru tiba di Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP), Tanjungpinang.
Di bawah tenda sederhana, sejumlah gerobak berjejer rapi. Masing-masingnya dimiliki oleh pedagang yang mengais rezeki dari camilan khas Kepulauan Riau (Kepri) ini.
Dua di antara pedagang itu adalah Afnita dan M. Karya. Mereka menyajikan kelezatan otak-otak ikan dan sotong kepada masyarakat lokal maupun wisatawan.
Afnita, seorang ibu yang telah berjualan selama tiga tahun, bercerita tentang suka duka berdagang di pinggir Pelabuhan SBP Tanjungpinang.
Baca juga: Otak-Otak Sei Enam Bintan Makin Berkembang, Kerap Didatangi Wisatawan Manca Negara
"Kalau lagi ramai, bisa laku sampai 1.000 biji, apalagi pas bulan puasa atau hari libur. Tapi kalau sepi, kadang nggak ada yang beli sama sekali," ujarnya tersenyum, baru-baru ini.
Harga otak-otak yang ditawarkan pun cukup terjangkau, hanya Rp1.000 per biji, membuat banyak pelanggan ketagihan untuk datang kembali.
Meski penghasilannya tidak menentu, hasil berjualan otak-otak ini telah membantu Afnita menyekolahkan anaknya hingga lulus dan bekerja.
"Alhamdulillah, campur dari hasil jualan ini, anak saya bisa tamat sekolah," katanya penuh syukur.
Beberapa pelanggan yang puas bahkan sampai meminta nomor teleponnya untuk memesan lebih banyak atau memastikan stok tersedia saat mereka singgah di pelabuhan.
Di sisi lain, M Karya yang baru dua tahun lebih berjualan, juga merasakan kebahagiaan tersendiri dari usahanya ini.
"Senang saja, daripada nganggur. Kalau lagi ramai bisa laku 300 porsi, kalau sepi ya sabar saja," tuturnya sembari membalik otak-otak di atas panggangan.
Otak-otak sotong jadi favorit pelanggan, meskipun otak-otak ikan juga tidak kalah diminati. Dengan harga Rp10.000 per porsi, camilan ini jadi pilihan praktis bagi penumpang kapal yang mencari pengganjal lapar sebelum melanjutkan perjalanan.

Meski kebanyakan pembeli berasal dari Tanjungpinang, Bintan, dan Batam, sesekali ada juga wisatawan dari Malaysia atau Singapura yang penasaran mencicipi otak-otak khas pelabuhan ini.
"Orang luar ada yang beli, tapi nggak banyak. Yang sering ya orang kita sendiri," kata Afnita.
Lapak-lapak ini menjadi saksi bisu perjuangan para pedagang kecil yang mengandalkan cuaca, arus penumpang, dan momen liburan untuk mengais rezeki.
Kampung Tua Bakau Serip, Nasib Si Sabuk Hijau di Ujung Nongsa yang Sunyi |
![]() |
---|
Cerita Petugas Damkar Bintan, Disambut Warga Bak Pahlawan Setelah Respons Cepat Kebakaran |
![]() |
---|
Sekolah di Anambas Raup Cuan dari Pisang Usai Sulap Lahan Kosong Jadi Kebun Produktif |
![]() |
---|
Sosok Idrus M Tahar, Sastrawan yang Kini Diabadikan Jadi Nama Perpustakaan Natuna |
![]() |
---|
Mengenal Nasi Dagang, Makanan Khas Melayu di Natuna Kepri yang Laris hingga Kini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.