PERSPEKTIF
Pengisian dan Pengganti Pejabat di Lingkungan Pemprov Kepri, Periode Kedua Ansar Ahmad
Beberapa jabatan pimpinan tinggi pratama bahkan telah kosongkarena pejabat sebelumnya memasuki masa pensiun.
Penulis: Endra Kaputra | Editor: Agus Tri Harsanto
Pengisian dan Pengganti Pejabat di Lingkungan Pemprov Kepri, Periode Kedua Ansar Ahmad
Oleh : Dr. Endri Sanopaka, S.Sos., MPM
Dosen Administrasi Publik STISIPOL Raja Haji
Pasca dilantiknya Ansar Ahmad dan Nyanyang Haris Pratamurasebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) periode 2025-2030 oleh Presiden Prabowo Subianto, makaperhatian publik berikutnya tertuju pada pengisian danpenggantian (rotasi) pejabat yang akan membantu Gubernur danWakil Gubernur mencapai visi dan misi yang telah dijanjikan.
Beberapa jabatan pimpinan tinggi pratama bahkan telah kosongkarena pejabat sebelumnya memasuki masa pensiun.
Selain itu, rotasi jabatan juga akan dipersiapkan untuk mengisi jabatanyang akan ditinggalkan oleh beberapa Kepala OrganisasiPerangkat Daerah (OPD) yang akan memasuki masa pensiun, termasuk untuk jabatan sekretaris daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 TentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, pada pasal 162 ayat (3) menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikotayang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota dalam jangkawaktu 6 bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harusmendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
Dengandemikian dapat ditafsirkan bahwa Gubernur Kepri dapatmelakukan penggantian pejabat dilingkungan PemerintahProvinsi Kepri tanpa harus menunggu waktu 6 bulan setelahdilantik, dengan catatan mendapatkan persetujuan tertulis dariMenteri Dalam Negeri.
Gubernur Kepri tentunya telah memiliki penilaian atas kinerjadari setiap pejabat yang telah bersama pada periodekepemimpinan 2021-2025, baik secara subjektif maupun secaraobjektif.
Bahkan penilaian oleh Gubernur yang juga merupakan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di tingkat Provinsi jugadidasarkan pada pertimbangan politis.
Penilaian politis tidakterlepas dari mekanisme pemilihan Gubernur pada PemilihanKepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 lalu yang tentunya telahmenguras sumber daya dari Gubernur terpilih.
Mulai darikonsolidasi partai politik untuk dapat diusung sebagai pasangancalon, sampai dengan konsolidasi pemilih untuk memberikansuara pada saat pemilihan. Semuanya tidak terlepas dari perantim pemenangan dan juga tim relawan (tim sukses), baik yang tersurat (terdaftar di KPU) maupun yang tersirat (dibelakanglayar).
Jargon netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selalu disuarakan oleh penyelenggara pemilu dan juga penggiat demokrasi sangat sulit untuk bisa benar-benar terwujud, karena pimpinan tertinggi dari ASN dalam hal ini Gubernur adalah pejabat yang dipilih melalui sebuah proses politik.
Dengan demikian, pihak yang paling berkepentingan untuk duduk dalam struktur kabinet Gubernur Kepri tentunya adalah mereka yang berstatus ASN, bukan tim sukses yang statusnya non ASN.
Kalaupun tim sukses memperoleh akses untuk dapatmempengaruhi pengisian jabatan ataupun penggantian jabatan, tetap saja yang berkepentingan adalah mereka yang berstatussebagai ASN.
Partai politik ataupun gabungan partai politik pengusung pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepritentunya juga punya kontrak politik untuk ikut mewarnai kabinetPemerintah Provinsi Kepri, dan tentunya punya nilai tawar lebihkarena juga punya wakil di DPRD Kepri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.