Batam Terkini

Belum Ada Solusi Saat RDP, Mediasi Dengan PT Maruwa Dijadwalkan Ulang Senin Mendatang

RDP) di DPRD Batam yang membahas upah dan pesangon ratusan pekerja PT Maruwa Indonesia turut dihadiri perwakilan Dinas Tenaga Kerja Kota dan Provinsi.

Penulis: Ucik Suwaibah | Editor: Eko Setiawan
Ucik Suwaibah/Tribun Batam
Rapat Dengar Pendapat Soal Gaji dan Pesangon Karyawan PT Maruwa Indonesia di ruang Rapat Komisi IV DPRD Kota Batam, Rabu (28/5/2025) sore. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Batam yang membahas upah dan pesangon ratusan pekerja PT Maruwa Indonesia turut dihadiri perwakilan Dinas Tenaga Kerja Kota dan Provinsi. 

Perwakilan Disnaker Batam dan Pengawas Ketenagakerjaan dari Provinsi Kepri hadir dalam RDP yang digelar Komisi IV DPRD Kota Batam.

Perwakilan Disnaker Kota Batam, Amuri, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Perselisihan Hubungan Industrial (PHI), mengatakan pihaknya telah melakukan beberapa kali mediasi namun masih buntu hingga adanya rdp ini. 

"Kapasitas kami hanya sebatas tripartit. Kalau tidak juga selesai, kami hanya bisa mengeluarkan anjuran. Kami sudah upayakan bahwa hari senin kita mediasi kembali yg mencoba ada solusi lain," ujar Amuri, Rabu (28/5/2025)

Lebih lanjut, Amuri menjelaskan, jika perusahaan tetap tidak menanggapi anjuran tersebut, maka pengawasan akan menjadi ranah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dari provinsi.

"Hal-hal yang melanggar hak normatif, misal seperti upah tidak dibayar, BPJS tidak dibayar, itu wilayahnya pengawas," lanjutnya. 

Yefrizal, selaku Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kepri, menuturkann bahwa langkah hukum hanya bisa dilakukan jika ada laporan resmi yang masuk.

"Rencananya memang mereka mau membuat aduan. Tapi kemarin hanya tembusan, jadi kita belum bisa melakukan tindakan," ucap Yefri.

Ia mengatakan, begitu laporan diterima, pengawas dapat memanggil pihak perusahaan.

Batas pemanggilan hingga tiga kali sebelum menerbitkan nota pemeriksaan.

"Tapi kami butuh data, misalnya jumlah tenaga kerja, upah yang belum dibayar. Sekarang belum ada," kata dia.

Yefrizal juga menilai perlu adanya forum diskusi antarinstansi untuk merumuskan regulasi yang dapat mencegah orang asing melarikan diri dari tanggung jawab terhadap pekerja.

"Perlu FGD soal bagaimana cara menghentikan orang asing yang melarikan diri meninggalkan hutang dan kewajiban,” katanya.

Ia menambahkan, keberadaan likuidator sebagai pihak yang kini bertanggung jawab atas perusahaan, juga harus bisa dimintai pertanggungjawaban ke depan.

"Likuidator itu seperti kuasa hukum perusahaan setelah tutup. Jadi, segala konsekuensi hukum tetap bisa ditagih," tutupnya. (Tribunbatam.id/Ucik Suwaibah)

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved