Laporan Novyana Handayani Wartawan Tribunnewsbatam.com
TRIBUNNEWSBATAM.COM, TANJUNGPINANG - Protes terkait masalah bauksit seakan tak ada hentinya. Kali ini warga RW IV dan VII Kampung Melayu, Kelurahan Senggarang mengadu kepada DPRD Kota Tanjungpinang dan Pemerintah Kota Tanjungpinang. Mereka protes penampungan limbah bauksit yang bocor membuat mereka kehilangan mata pencaharian.
Sejak perusahaan bauksit PT Duta Karya Abadi (DKA) beroperasi, para nelayan di kampong tersebut menjadi sulit mendapatkan hasil laut. Seorang nelayan mengeluh, gonggong kini sudah tak ada lagi, begitu juga dengan ikan dan udang.
“Jauh berubahnya. Dulu sebelum ada tambang, sehari kami nyondong udang bisa dapat lima kilo. Sekarang mau dapat satu kilo aja susah,” sebut seorang nelayan yang ikut melakukan aksi demonstrasi di Kantor Wali Kota Tanjungpinang, Kamis (9/6).
Biasanya nelayan penangkap ikan bisa memperoleh sekitar Rp 120 ribu setiap kali meluat, kini untuk membawa pulang Rp 50 ribu saja sudah sulit. Seorang perwakilan yang ikut masuk ke ruangan untuk menyampaikan aspirasi ke pejabat Pemko, mengaku dahulu mereka cukup mendayung 25 menit sudah bisa mendapat tangkapan. Namun kini hingga satu jam tak juga dapat ikan.
Setidaknya ada sekitar 100 orang nelayan di dua RW tersebut yang mengeluh. Tidak hanya para bapak-bapak saja, para ibu juga mengeluhkan kondisi tersebut. Pasalnya dengan penghasilan tak seberapa, mereka sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Kondisi tersebut semakin parah jika tanggul tailing bocor dan limbah bauksit mengalir ke laut. Air laut akan keruh dan para nelayan menjadi kesulitan mendapatkan ikan. Zulhidayat, Kabid Kehutanan dan ESDM pada Dinas KP2KE Kota Tanjungpinang yang turut hadir mengakui beberapa waktu lalu tailing perusahaan DKA memang jebol.
“Memang sempat saat hujan deras, tailing melimpah selama sekitar setengah jam,” sebut Dayat. Ia mengaku pihaknya sudah turun ke lapangan dan melihat kondisi laut yang tercemar limbah tailing. PT DKA sudah diminta untuk menutup tanggul dan tidak digunakan lagi.
“Jadi tanggul itu sudah dilapisi, karena kondisinya rawan setelah habis diperbaiki itu,” ujar Dayat. Menurutnya pihak Badan Lingkungan Hidup juga sudah minta perusahaan menyedot limbah yang mencemari laut.
Disebut pihak perusahaan sudah memasang pompa, hanya tinggal memasang pipa untuk menyedot limbah. Sebenarnya untuk mengantisipasi kebocoran tersebut, Dayat mengaku pihaknya sudah berkali-kali mengingatkan agar perusahaan mengawasi tanggul selama 24 jam penuh saat hujan deras.
“PT DKA ini memang resikonya lebih besar. Kalau hujan deras
tanggul mudah bocor ke laut, karena lokasinya paling dekat dengan laut,” terang
Dayat.