"Saya kaget bukan kepalang begitu bosnya keluar. Ternyata ia biduan dangdut yang sering ketemu di panggung saat saya berjaga mengamankan. Kami pernah saling menyapa dan bertatap muka. Saat itu saya hanya berdoa semoga penyamaran lancar. Alhamdulillah ia tak mengenali saya," kata Rochana yang masuk Secaba Polwan tahun 1987 itu.
Rochana untuk Brondong
Setelah mengobrol selama beberapa jam sembari menikmati secangkir kopi, bos warung kopi Kuro-Kuro selaku mucikari akhirnya memberikan kode lampu hijau.
AKP Rochana dan Bripda Mira pun diterima bekerja dengan syarat harus senantiasa berpenampilan aduhai dan berangkat bekerja mulai pagi pukul 09.00 WIB.
"Besok langsung kerja aja layani tamu berkaraoke. Jika tamu minta esek-esek layani saja. Ada satu room karaoke dan dua kamar. Oh iya kamu jangan pakai daster lagi. Kalau siang banyak bos-bos berkumpul di sini. Ada bos ketela, bos ikan, dan bos tepung. Kalau habis magrib sudah sepi," kata mami PSK itu.
Meski sudah berumur Rochana diperbolehkan bekerja dengan tarif Rp 50 ribu sekali kencan.
"Katanya saya khusus untuk brondong, karena brondong tak berduit. Kalau Mira tarifnya Rp 350 ribu, dengan alasan karena muda dan bodinya masih bagus. Itu bosnya yang bilang," kisah Rochana.
Setelah sepakat dengan bos PSK, Rochana dan Mira langsung pulang ke Mapolsek Wedarijaksa.
Penyamaran mereka bahkan membuat petugas piket Mapolsek Wedarijaksa tak mengenali Rochana.
Anggotanya yang berjaga malam itu sempat mengusir Rochana yang hendak masuk ke kantor lantaran dikira orang gila yang berkeliaran.
"Hai kamu jangan masuk! Pergi atau kusiram kamu!" kata Rochana menirukan hardikan anak buahnya kala itu.
"Enak saja mau nyiram, saya ini Kapolsek kamu," ujar Rochana yang langsung mrembuat heboh anak buahnya.
Keesokan harinya, yakni sekitar pukul 15.30 WIB, Rochana bersama tim gabungan dari Polsek Wedarijaksa menggerebek warung kopi Kuro-Kuro.
Dalam penggerebkan, polisi mengamankan tiga PSK, empat pria hidung belang, dan satu pasangan mesum di kamar.
Selain itu turut mengamankan seorang mucikari atau pemilik warung kopi Kuro-Kuro atas nama biduan Woro Wiranti (34).
"Mana Brondongnya, katanya saya mau dikasih brondong?" tanya Rochana pada mucikari yang lansgung tak bisa berbuat apa-apa.
Dari Garut Nyamar di Bali
Masih ada lagi kisah Polwan yang bertugas di Garut, harus melakukan ppenyamaran di Denpasa, Bali, untuk mengungkap bisnis prostirusi.
Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna mengatakan, pihaknya menugaskan dua anggotanya dari polwan untuk melakukan penyamaran sebagai PSK.
Begitu dipastikan ada praktik perdagangan orang dan prostitusi, petugas langsung masuk melakukan penyergapan.
Penggerebekan dan penyamaran di Bungalow 505 di Denpasar itu dilakukan setelah mendapat laporan orangtua yang anaknya dijadikan budak seks pria hidung belang di Bali.
Dua Polwan cantik dari Satreskrim Polres Garut menyamar sebagai PSK, yakni Brigadir Popy Puspasari dan Bripda Fitria Oktavia.
Mereka berani masuk tempat hiburan tersebut dengan menyamar menjadi PSK.
Dua penyidik di unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Garut tersebut menggunakan nama samaran Dewi untuk Brigadir Popy dan Bella untuk Bripda Fitria.
Berkat keduanya, praktik prostitusi dan perdagangan orang di tempat hiburan tersebut terungkap.
"Awalnya masuk ke sana diwawancara dulu sama karyawan di sana," kata Dewi, eh, Brigadir Popy.
Dia mengaku tidak terlalu lama berada di dalam tempat hiburan tersebut.
Setelah itu, dia langsung menghubungi tim Satreskrim Polres Garut pimpinan Kasatreskrim AKP Aulia Djabar yang sudah berada tak jauh dari tempat hiburan tersebut.
"Jadi enggak lama, enggak sampai disuruh melayani tamu,"ujar Popy.
Ia mengaku sempat ketakutan ketika akan menyamar menjadi PSK. Namun, karena ada tim Satreskrim Polres Garut yang mendampingi, dirinya merasa lebih tenang.
Sejarah kelahiran polwan
Menelusuri sejarah kelahiran polisi wanita (polwan) di Indonesia, sangat menarik.
Melansir Wikipedia, kelahiran polwan Indonesia tak jauh berbeda dengan proses kelahiran polisi wanita di negara lain, yang bertugas dalam penanganan kasus kejahatan yang melibatkan kaum wanita, baik korban maupun pelaku kejahatan.
Di Indonesia, polwan lahir pada 1 September 1948 di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, tatkala Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) menghadapi Agresi Militer Belanda II.
Saat itu terjadi pengungsian besar-besaran pria, wanita, dan anak-anak meninggalkan rumah mereka untuk menjauhi titik-titik peperangan.
Untuk mencegah terjadinya penyusupan, para pengungsi harus diperiksa oleh polisi, namun para pengungsi wanita tidak mau diperiksa apalagi digeledah secara fisik oleh polisi pria.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Indonesia menunjuk SPN (Sekolah Polisi Negara) Bukittinggi untuk membuka "Pendidikan Inspektur Polisi" bagi kaum wanita.
Disampaikanya, Polwan lahir pada 1 September 1948, di kota Bukittinggi Sumatera Barat.
Setelah Indonesia merdeka, Organisasi Wanita dan Wanita Islam mengajukan permohonan kepada Pemerintah dan Jawatan Kepolisian Negara untuk mengikutsertakan wanita dalam pendidikan kepolisian guna menangani masalah kejahatan yang melibatkan anak-anak dan wanita.
Alasannya, kurang pantas seorang laki-laki memeriksa atau menggeledah tersangka wanita yang bukan muhrimnya, dan dikhawatirkan adanya perlakuan kurang terhormat terhadap tersangka wanita selama dalam tahanan.
Enam perempuan pertama yang menjadi Polwan mulai mengikuti Pendidikan Inspektur Polisi di Sekolah Polisi Negara Bukittinggi pada 1 September 1948 yang kemudian diperingati sebagai HUT Polwan.
Keenam orang itu adalah Nelly Pauna Situmorang, Mariana Saanin Mufti, Djasmaniar Husein, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukoco, Rosnalia Taher.
Keenamnya juga tercatat sebagai wanita ABRI pertama di tanah air karena saat itu, kepolisian dengan militer masih tergabung dalam ABRI.
Pendidikan Polwan sempat terputus karena agresi Belanda dan para Polwan tersebut ikut bergerilya ke pedalaman.
Bulan Januari 1950 dengan adanya instruksi dari Kepala Cabang Jawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera, para Polwan itu berkumpul kembali di Bukittingi untuk melanjutkan pendidikan hingga dilantik pada tahun 1951.
Polwan juga diberikan kepercayaan menduduki jabatan strategis, seperti wakapolda, serta Wakapolres, Kapolsek, dan kasat di tingkat Polres.
Artikel ini sebagian disadur dari tribun-medan.com dengan judul Udar Fakta Totalitas Polwan, Rela Masuki Bisnis Esek-esek dan Menyaru Jadi PSK, Ini Kisahnya, http://medan.tribunnews.com/2019/03/20/udar-fakta-totalitas-polwan-rela-masuki-bisnis-esek-esek-dan-menyaru-jadi-psk-ini-kisahnya?page=all.