TRIBUNBATAM.id, ANAMBAS - Nama wanita itu Fatimah. Saat ditemui di tepi jalan Teluk Penaga tidak jauh dari Desa Pesisir Timur, Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepri, kedua tangannya terlihat sibuk bekerja.
Jangan pikir kalau yang sedang dikerjakannya merupakan pekerjaan perempuan kebanyakan. Sebut saja memasak atau menjahit baju.
Bukan, mendekati benar pun tidak. Kedua tangannya begitu cekatan.
Tangan kanan memegang palu, tangan kiri memegang karet yang telah dibentuk menjadi bulat; karet itu berfungsi menjaga batu yang menjadi sasaran pukulannya sehingga tidak keluar dari dudukan saat diketuk.
Yah, wanita 52 tahun ini berprofesi sebagai pemecah batu.
Ibu 3 anak yang tinggal di RT 02/RW 02 ini sudah tidak ingat dengan pasti ketika disinggung sudah berapa lama dia menekuni pekerjaan ini.
Yang ada di benaknya hanyalah bagaimana menyelesaikan target batu split hingga satu kubik, yang bila dikonversikan menjadi 24 karung semen berukuran 50 kilogram.
Peluh di wajahnya pun tidak dia hiraukan. Lamanya Fatimah menekuni profesi ini baru diketahui dari Manan, warga Dusun Desa Pesisir Timur lainnya yang mengantungkan hidupnya dari batu.
• Pertama Kali ke Taiwan? Inilah Panduan Berwisata yang Wajib Kamu Ketahui Terlebih Dahulu
• Kebijakan Disdik Kepri Tambah Rombel Dituding Langgar Aturan Permendikbud
• Sebelum Investasi Deposito Pertimbangkan 4 Hal Ini, Salah Satunya Soal Suku Bunga
• TERUNGKAP! Ternyata Begini Cara Penjaga Kantin LPKA Batam Edarkan Ekstasi Dalam Penjara Anak
"Sudah lama kalau dia (Fatimah) ini.
Mungkin sudah ada 10 tahun.
Anak-anaknya sudah menikah semua.
Bahkan sekarang ada yang sudah punya cucu," ungkap Manan.
Dari batu yang dipecah hingga satu kubik, Fatimah memperoleh uang Rp 500 ribu.
Manisnya uang yang didapat, jelas tidak sebanding dengan risiko pekerjaannya.
Tangan yang bisa saja terkena palu, hingga pecahan batu yang bisa saja mengenai mata.