TRIBUNBATAM.id, BATAM - DPR RI khususnya Komisi III menyoroti kasus sampah impor yang beberapa di antaranya mengandung limbah B3 yang berbahaya.
Bahkan, anggota komisi III DPRD RI menyempatkan datang ke Batam dan menggelar rapat tertutup di Gedung Lancang Kuning (GLK) Mapolda Kepri bersama Kapolda Kepri Irjen Pol Andap Budhi Revianto, Ketua Tim Komisi III DPR RI Desmond Junaidi Mahesa, Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri Edy Birton, Kepala Bea Cukai Batam Susila Brata dan sejumlah pejabat lainnya.
Saat rapat usai, beberapa awak media yang sudah menunggu, langsung melakukan doorstop kepada Desmond.
Terkait agenda apa ke Kepri. Desmon menjawab, untuk melihat perkembangan penanganan sampah import.
Yang baru-baru ini menjadi isu nasional. Dan salah satu kota yang menjadi lokasi sampah asal Cina, Amerika dan beberapa Negara Eropa lainnya adalah Batam.
“Jadi tujuan kedatangan kami, untuk memperjelas bahwa yang katanya sampah menurut berita dan lingkungan tapi menurut pemilik barang adalah bahan baku. Nah dalam proses peraturan ada beberapa kontainer yang tidak masuk dalam konteks bahan baku. Kenapa, karena mengadung limbah B3. Itulah yang tidak bisa proses menjadi bahan baku. Dan hal ini harus dikembalikan ke negara asal. Hal ini menurut peraturan Menteri Perdagangan RI,” jelas Desmond yang juga politisi Partai Gerindra itu, Selasa (23/7/2019).
Tidak cukup itu saja kata Desmond, selain dipulangkan ke negara asal sampah yang mengandung limbah B3 itu tidak bisa dilepas dari jeratan pidana.
Mana kala pemilik barang ada yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
• Baru Diajukan, Pelebaran Simpang Barelang Paling Cepat Terealisasi 2020 Nanti
• Hari Ini KPK Periksa 8 Pejabat Pemprov Kepri, Mapolresta Barelang Dijaga Ketat Provos
• BREAKINGNEWS - 8 Pejabat Pemprov Kepri Diperiksa KPK di Batam Hari Ini, Rabu (24/7)
• Hari Ini KPK Periksa 8 Pejabat Pemprov Kepri, Mapolresta Barelang Dijaga Ketat Provos
Desmond mengatakan, pemulangan tidak bisa begitu saja. Dia meminta, polri, kejaksaan, dan Bea Cukai ada koordinasi yang tepat, sehingga tuntas persoalan ini.
Sebab kata dia, jangan sampai image Batam atau Indonesia secara luas ke depan, menjadi tong sampah negara lain.
“Tentunya undang-undang lingkungan pun harus digunakan untuk melakukan tindakan terhadap kasus ini. Ini lah hasil pertemuan yang harus dikaji. Jangan sampai kita salah kaji. Makanya harapannya, Polda, kejaksaan dan Bea Cukai harus ada pressure (tekanan) bagi pelanggar sesuai hukum yang berlaku,” katanya.
Dalam pemaparan Desmond juga, tidak melarang jika bahan plastik import jika memang itu kebutuhan industri. Hanya saja kata dia, tidak boleh lepas dari regulasi untuk melakukan import. “Jangan sampai kota ini menjadi tong sampah negara lain,” katanya.
Di tempat yang sama, Kapolda Kepri Irjen Pol Andap Budhi Revianto menyebut terkait penanganan kasus limbah B3 itu masih ada di tangan penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam hal ini Bea Cukai Batam.
“Sementara ini dari hasil asistensi ke sana, bahwa proses penanganannya ini masih dalam kategori pelanggaran. Lalu apa langkahnya? Yakni re-eskport. Ada 49 kontainer. Penyidik pegawai negeri di bawah koordinasi dan pembina Polri. Jadi sifatnya itu,” kata Andap.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri Edy Birton mengatakan, jaksa dalam perkara ini sifatnya menunggu. Kecuali sudah masuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke meja jaksa, baru melakukan hal yang menjadi domain jaksa.
“Nanti akan didalami oleh pihak kepolisian dan Bea Cukai. Kami sifatnya menunggu, kalau nanti masuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru, kami melakukan tindaklanjutnya,” kata Edy Birton.
Minta Bea Cukai Transparan
Kritik pedas soal impor sampah disampaikan oleh anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Brigjen Pol (Purn) Wenny Warouw.
Pria yang juga mantan Kapolres Batam tahun 1991-1993 ini menjelaskan, pemilik sampah jika terbukti tidak bisa serta merta hanya melakukan re-ekspor begitu saja tapi harus diproses.
“Dua puluh delapan kontainer harus masuk ke meja hijau. Kan Bea Cukai bilang 28 kontainer mengandung limbah B3. Ya harus,” katanya di sela-sela kunjungan ke Mapolda Kepri bersama Komisi III DPR RI, Selasa (23/7).
Wenny Warouw menambahkan, pihak Polri, Kejaksaan dan Bea Cukai untuk segera membuat koordinasi penanganan hukum. Juga meminta Bea Cukai, dan dinas terkait agar transparan kepada publik apa saja yang ada di dalam 28 kontainer yang merupakan bagian dari 49 kontainer yang diimpor, termasuk jenis limbah apa saja.
“Jangan sampai muncul hal negatif dari benak publik. Kalau tidak transparan. Bisa duga menduga jadinya. Apakah narkoba isinya atau tidak, kan begitu,” katanya.
Hal ini ia katakan mengingat dari 28 kontainer yang mengandung limbah B3 itu sebagian kosong, alias isi kontainer kosong atau dikosongkan.
Padahal semula, semua kontainer itu ada isinya.
“Kan curiga kita. Kenapa di Batam. Saya ini mantan Kapolres Batam. Jadi saya tahu medannya ini. Mohon ini diperjelas ke publik. Tidak boleh hanya impor begitu saja. Harus masuk ke meja hijau,” katanya.
Wenny mengancam, jika tidak rajin aparat yang berkaitan dengan penanganan sampah impor di Batam, maka kasus itu akan dibawa ke Bareskrim Polri dan ke Kementerian Keuangan RI.
“Kalau gak rajin mereka (pejabat) yang pasti saya bawa ini ke Mabes dan kementerian keuangan,” katanya. (tribunbatam.id/leo halawa)