Ketika Laksa 'Merusak' Lidah Penghuni Silicon Valley, Awalnya Menjamu Tetangga, Kini Jadi Populer

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tracey Goh, sukses mempopulerkan makanan khas melayu, laksa, di Lembah Silikon San Francisco

Awalnya ia menjual miso untuk mengumpulkan dana bagi korban gempa bumi dan tsunami Tohoku 2011 yang menghancurkan yang menewaskan hampir 19.000 jiwa.

"Saya ingin mendukung Jepang dengan tangan saya sendiri," katanya.

Mariko Grady (SCMP)

Namun, bukan sekadar ingin menyumbang, miso buatannya langsung populer sehingga ia mendirikan Aedan Fermented Foods untuk menyebarkan kesadaran tentang manfaat kesehatan dari produk-produk makanan Jepang.

Grady menghasilkan sekitar 90kg miso seminggu. Batchnya adalah buatannya yang paling populer, yakni miso yang berasal dari Aedan, Jepang, yang membutuhkan lebih dari enam bulan fermentasi.

Produknya misonya saat ini memasok restoran Michelin bintang tiga Atelier Crenn dan Manresa, serta restoran Michelin bintang dua Californios, Coi dan Lazy Bear di Bay Area.

Di Ferry Plaza Farmers Market --salah satu pasar mingguan terbesar di AS yang menarik sekitar 40.000 pembeli selama tiga hari-- Grady memiliki gerai yang menjual empat jenis miso dan produk fermentasi lainnya.

Dia membuat koji kecil, atau aspergillus oryzae, yang digunakan untuk membuat makanan dan minuman tradisional Jepang seperti miso, sake, dan shoyu (kecap kedelai).

Grady, dengan bantuan dari La Cocina, sedang mencari ruang untuk membuka kafe miso di mana pelanggan dapat memesan sup miso dan konsumen juga bisa belajar bagaimana membuat miso mereka sendiri.

Uniknya, Grady tak mau usahanya menjadi raksasa kuliner dan lebih memilih untuk menjaga bisnisnya beroperasi pada skala yang lebih kecil.

“Saya tidak ingin menjadi distributor, saya senang berkomunikasi dengan pelanggan saya. Saya ingin orang-orang mencicipi produk saya dan menjelaskan kekuatan penyembuhan dari makanan yang difermentasi ini,” katanya.

Sementara itu, Goh berharap untuk membuka restorannya, yang akan dinamai Damansara, kawasan tempat ia dibesarkan di Kuala Lumpur.

"Saya berharap laksa akan menjadi ramen (mie) berikutnya," katanya. "Di masa lalu, orang tidak mengharapkan untuk membayar lebih dari US $ 10 untuk semangkuk ramen. Tapi sekarang, orang membayar lebih dari US $ 17 karena mereka tahu berapa lama untuk menyiapkan bahannya. Jadi, edukasi tentang hal itu penting. ”

Jika sebelumnya masakan Asia harus disesuaikan dengan lidah orang Amerika, kini hal itu tidak penting lagti karena selera pelanggan saat ini justru membutuhkan keaslian produk.

Begitulah, ketika masakan-masakan rumahan kini penyusup di lidah orang-orang kaya di Silicon Valley.

Berita Terkini