5. Penangguhan bea masuk dalam rangka ekspor.
6. Insentif bea masuk ditanggung pemerintah atas importasi bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam rangka proses produksi.
7. Insentif pembuatan peralatan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU)
8. insentif pembiayaan ekspor.
9. Insentif fiskal untuk kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri komponen KBL Berbasis Baterai (superdeduction tax)
10. Insentif untuk tarif parkir di lokasi-lokasi yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah.
11. Keringanan biaya pengisian listrik di SPKLU.
12. Dukungan pembiayaan pembangunan infrastruktur SPKLU.
13. Insentif untuk sertifikasi kompetensi profesi bagi sumber daya manusia (SDM) industri KBL Berbasis Baterai.
14. Insentif untuk sertifikasi produk dan/atau standar teknis bagi perusahaan industri KBL Berbasis Baterai dan industri komponen KBL Berbasis Baterai.
Adapun, pemberian insentif pembebasan atau pengurangan pajak daerah, berupa Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Salah satu insentif fiskal yang menarik perhatian adalah PPnBM yang selama ini membuat harga mobil menjadi mahal.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan, konsep insentif PPnBM untuk mobil listrik pada dasarnya sama seperti yang telah disampaikan Menteri Keuangan, yakni untuk mendorong pengurangan emisi.
"Jadi semakin rendah emisi karbonnya, semakin kecil tarif PPnBMnya, bahkan bisa sampai 0% untuk mobil listrik,” ujar Hestu kepada Kontan.co.id, Kamis (15/8/2019).
Beberapa insentif fiskal yang sudah ada, lanjutnya, juga berlaku bagi industri tersebut.
“Misalnya investasi baru atau perluasan untuk memproduksi mobil listrik bisa mendapatkan fasilitas tax holiday sesuai PMK 150/2018. Perusahaan otomotif juga bisa memanfaatkan superdeduction tax sesuai PP 45/2019,” kata Hestu.