"Jadi memang aturannya seperti itu. Nah, kita tak tahu apakah ada regulasi baru atau tidak. Yang pasti, kami dari KPU penetapan calon haris berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Kami tak masuk ke wilayah privat calon atau sebagainya," tambah Sriwati.
Terkait regulasi tersebut, lebih dijelaskan lagi dengan lahirnya Pasal 4 huruf (p) Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Yang berbunyi tentang persyaratan belum pernah menjabat sebagai:
1. Gubernur bagi calon Wakil Gubernur, calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Wali Kota atau calon Wakil Wali Kota di daerah yang sama;
2. Wakil Gubernur bagi calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Wali Kota atau calon Wakil Wali Kota di daerah yang sama; atau
3. Bupati atau Wali Kota bagi Calon Wakil Bupati atau Calon Wakil Wali Kota di daerah yang sama;.
"Untuk yang terbaru, masih menggunakan Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019," imbuh Sriwati.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. DR. Mudzakir, SH, MH menjelaskan, jika suatu putusan pengadilan tidak dilakukan upaya hukum oleh terdakwa maupun JPU dalam jangka 14 hari, putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
"Bahwa itu dilakukan peninjauan kembali atau PK oleh terdakwa atas suatu putusan adalah soal lain. Karena pada prinsipnya, PK itu tidak menghalangi eksekusi," tutur Mudzakir.
Nasib Pencalonan Isdianto Berada di Tangan JPU dan Nurdin Basirun
Nasib Isdianto berpasangan dengan Soerya Respationo bakal ditentukan oleh JPU dan Nurdin Basirun.
Menurut Mudzakir, jika JPU atau Nurdin Basirun banding suatu putusan majelis hakim, maka berpotensi pasangan Soerya Respationo-Isdianto terwujud.
"Kalau masih ada upaya hukum itu artinya suatu putusan itu belum berkekuatan hukum tetap. Artinya, posisi seseorang Plt Gubernur masih disandang," katanya.
Sebaliknya, jika JPU dan Nurdin Basirun sama-sama tidak melakukan upaya hukum, maka suatu putusan berkekuatan hukum tetap, dan otomatis, Isdianto diangkat menjadi Gubernur Kepri secara defenitif.
Jika sudah defenitif, sesuai regulasi menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 dan PKPU Nomor 18 Tahun 2019, jabatan gubernur tidak boleh menjadi calon wakil gubernur. Kecuali mencalonkan diri sebagai Gubernur.
Ketua KPU Kepri Sriwati mengatakan, tahapan calon perseorangan gubernur, bupati, dan wali kota dimulai per 19 Januari 2020.
Sementara untuk Paslon yang diusung oleh perpol penetapannya diperkirakan April 2020.
Soerya Ungkap Alasannya Gandeng Isdianto
Bakal calon Gubernur Kepri, Soerya Respationo mengungkap alasan dirinya menggandeng sosok Isdianto sebagai pendampingnya, jelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kepri tahun 2020 mendatang.
Hal ini disampaikan Soerya usai mengembalikan formulir penjaringan gubernur dan wakil gubernur ke kantor Partai Hanura Provinsi Kepri, Kamis (12/12/2019).
"Salah satu alasan kami berpasangan tentu adalah kalkulasi. Seluruhnya telah dipertimbangkan dan mudah-mudahan dengan kalkulasi ini tidak meleset," ungkapnya singkat.
Dia pun berharap, seluruh elemen masyarakat di Provinsi Kepri juga dapat memberikan dukungan doa dan restunya terhadap kedua figur ini.
"Setiap calon yang mencalonkan diri tentu berharap memperoleh dukungan yang sebanyak-banyaknya untuk menang," ucapnya memberikan komentar perihal memaksimalkan dukungan dari pendukung Nurdin Basirun.
• PILKADA Kepri, Begini Respon Soerya Respationo Ditanya Komunikasi Politiknya dengan Nasdem
Dia dan Isdianto tak ingin memisahkan kelompok-kelompok pendukung, jelang kontestasi politik lima tahunan itu.
"Kita tidak berbicara ini pendukung Pak Nurdin, ini pendukung saya, ini pendukung Pak Isdianto. Semuanya sama untuk Kepri," sambungnya.
Sebelumnya, Isdianto juga mengirim pesan politik kepada para pemilihnya.