4. Bahwa secara hukum tidak ada persesuaian kehendak (meeting of mind) antara Terdakwa dengan pelaku lain, antara lain Abu Bakar dan Kock Meng yang memberikan uang kepada Budi Hartono dan Edy Sofyan.
Perbuatan keempat orang (yang kesemuanya menjadi terdakwa dalam perkara ini) tidak ada pengetahuan apalagi persetujuan Terdakwa, dengan fakta hukum sebagai berikut:
- Bahwa dalam perkara ini penerimaan uang yang diduga diterima oleh Terdakwa (quod non) melalui Budi Hartono bersama dengan Edy Sofyan yaitu uang sebanyak Rp.45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) nyatanya tidak pernah dinikmati oleh Terdakwa.
Uang ini tidak pernah sampai ke tangan Terdakwa, bahkan melalui uang inilah sebagian kecil persoalan sosial masyarakat di pulau-pulau dapat terbantukan (terlayani), bukan untuk Terdakwa;
- Bahwa tidak ada fakta yang meyakinkan menurut hukum akan adanya penerimaan SGD5.000 (lima ribu dollar Singapura) yang diberikan oleh Edy Sofyan kepada Terdakwa.
Hal penerimaan ini hanya didasarkan pada keterangan tunggal dari saksi Edy Sofyan tanpa didukung keterangan saksi lain ataupun bukti lain sebagaimana asas dan doktrin hukum pembuktian, satu saksi bukanlah saksi (unus testis nullus testis);
5. Tuntutan bahwa Terdakwa menerima Uang SGD6.000,- (enam ribu dollar Singapura) adalah menyesatkan.
Uang tersebut tidak pernah diberikan/diterima Terdakwa. Uang milik Kock Meng yang diberikan kepada Budi Hartono adalah uang untuk biaya ahli dan data/dokumen.
Tidak pernah ada rencana atau pun niat dari Budy Hartono dan Edy Sofyan untuk memberikannya kepada Terdakwa.
Ketiga Saksi, Kock Meng, Budi Hartono dan Eddy Sofyan tegas mengatakan itu uang untuk biaya ahli dan dokumen.
Oleh karena itu kami heran, fakta hukum persidangan yang mana yang masih dipakai oleh Sdr. Penuntut Umum sehingga masih menuntut Terdakwa menerima uang SGD6000 tersebut;
6. Sedangkan terkait dengan Tuntutan Pasal 12B tentang Gratifikasi, sepenuhnya juga harus ditolak.
Fakta persidangan dengan terang menunjukkan bahwa seluruh saksi yang dihadirkan di persidangan mengatakan seluruh uang tersebut untuk kegiatan sosial Gubernur selaku Pemerintah Propinsi Kepri bersama-sama dengan OPD.
Bukan untuk kepentingan pribadi Terdakwa.
Bagaimana mungkin kegiatan sosial-keagamaan dikualifikasi sebagai Tindak Pidana Gratifikasi, padahal kegiatan yang bertujuan demi kebaikan, amar ma’ruf wa fastabihul khoirot, dalam bentuk: