"Cuti dihilangkan, pesangon dihilangkan, karyawan tetap sudah tidak ada lagi! Inilah yang harus kita tuntut dalam rancangan undang-undang Omnibus Law!" teriak seorang orator, berdiri di atas truk.
Hujan deras membuat sebagian personel polisi beranjak dari barisan untuk berteduh.
Sementara itu, jajaran buruh masih tetap bergeming di tempat.
Suara orator masih tetap lantang seperti sebelumnya, meneriakkan "Hidup Buruh! Hidup Buruh!!" teriak pendemo kompak.
Serentak di 28 Provinsi
Aksi demo menolak Omnibus Law yang dilakukan pekerja buruh dan Gojek tidak hanya terjadi di Provinsi Kepri.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cabang Batam, Alvitoni, mengatakan, aksi demo ini merupakan aksi nasional yang terjadi serentak di 28 provinsi yang memiliki FSPMI di Indonesia.
Sedangkan tanggal 25 Agustus 2020 dipilih sebagai waktu pelaksanaan demo, bertepatan dengan Sidang Paripurna DPR RI yang membahas tentang RUU Omnibus Law.
Seperti diketahui, aksi menolak Omnibus Law di Batam terfokus di depan Gedung Graha Kepri.
"Di sini akan diputus, apakah peraturan tentang ketenagakerjaan akan tetap dimasukkan dalam Omnibus Law, atau dikeluarkan dalam bentuk revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 saja," ucapnya, Selasa (25/8/2020).
Menurutnya, tuntutan demo ini relevan dengan kondisi pekerja di Kota Batam sekarang ini.
Dirinya menilai, UU Ketenagakerjaan saja masih menimbulkan polemik tersendiri di kalangan pekerja.
Mulai dari masih diberlakukannya sistem alih daya (outsourcing), termasuk sistem kerja kontrak.
Adapun dua tuntutan demonstrasi tingkat nasional, yang pertama adalah penolakan terhadap RUU Omnibus Law, kedua penolakan PHK massal dengan alasan Covid-19 tetapi tidak sesuai pembayaran kompensasinya.
Khusus di Kota Batam, FSPMI bersama-sama dengan serikat driver Gojek se-Kota Batam menambahkan satu tuntutan terkait isu daerah, yakni penolakan Program Berkat dan penghapusan insentif oleh PT Gojek Indonesia.