BATAM, TRIBUNBATAM.id - Sembari menyeruput teh obeng di depannya, pria berambut gondrong ini tampak antusias menceritakan hasil karya lukisannya di tengah pandemi Covid-19.
Pria kelahiran Solo ini bernama Haryantossr.
Pandemi Covid-19 yang masih melanda seluruh wilayah Indonesia hingga saat ini, membuat berbagai aktivitas yang biasa kita jalani sehari-hari terhambat.
Kebijakan pemerintah tentang Lockdown dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga pembatasan berbagai kegiatan hingga saat ini, juga masih menjadi salah satu kendala yang akhirnya sempat membuat sektor industri dan pariwisata di berbagai kota mengalami penurunan.
Namun hal ini tidak membuat Haryanto menyerah dengan keadaan. Dibantu pemerintah, ia mampu menggelar pameran lukisan tentang Covid-19 tunggal di sebuah mal beberapa waktu lalu.
Baca juga: Cerita Mantan Ketua PN Tanjungpinang Eduard Arfa Ditawari Suap: Saya Suruh Bawa Pulang
Baca juga: Kisah Rizal Pencipta Lagu Kapan Kawin Merantau ke Tanjungpinang Jadi Musisi Jalanan
"Sejak adanya Covid-19 pada Maret 2020 lalu, bingung apa yang mau dikerjakan. Aku di rumah dan di studio kalau tak ada kerjaan di luar. Aku menggambar tentang Covid-19," tuturnya sembari memandang rintiknya hujan yang turun, Sabtu (20/3/2021).
Awalnya ia tak kepikiran untuk menggelar pameran. Terpenting baginya, ia mengekspresikan kebosanannya melalui lukisan bertema Covid-19.
Akhirnya terkumpullah 70 lukisan tentang Covid-19. Ia mendapat berita dari seorang temannya, ada dana Covid-19 dari Kementerian Pariwisata. Ia pun mengajukan pencairan dana tersebut dan akhirnya membuat pameran tunggal.
"Pamerannya di Kepri Mall selama 3 hari. Itu pertama kali di seluruh Indonesia," katanya.
Beberapa lukisan diakuinya dapat diselesaikan dalam waktu singkat, namun ada juga lukisan yang membutuhkan waktu hingga berhari-hari.
Bahkan beberapa di antaranya juga merupakan kritik sosial terhadap kebijakan Pemerintah yang kerap berubah dalam menangani pandemi Covid-19.
"Salah satu yang saya kritik melalui lukisan saya adalah mengenai pelaksanaan Pilkada. Sementara di sisi lain ada elemen masyarakat yang kesulitan dalam mencari nafkah, di saat semua sektor mulai ditutup oleh pemerintah," tegasnya.
Untuk genre lukisan yang ditampilkannya, Haryanto mengaku beragam mulai dari aliran pop art, realis, ekspresif, naturalis, impresif dan masih banyak lagi.
Dalam pameran tersebut, ada beberapa lukisan yang laku. Ia sangat bersyukur lantaran seluruh lukisannya terbingkai dan ia bisa memberi edukasi terkait Covid-19 melalui lukisan.
"Antusias pengunjungnya banyak banget. Siapa pun melihat tahu, apa arti lukisan itu," katanya.
Misalnya, ada lukisan orang menggunakan masker wajah. Zaman dulu pakai masker untuk wajah. Ada juga lukisan kaos bergambar virus corona dan ada setrika zaman dulu.
Selain itu, ada lukisan bertema truk orang di luar pakai masker, aku di rumah pakai daster. Ada juga lukisan bergambar mata, di dalam bulatan mata itu ada gambar masker dan hand sanitizer.
"The best fotografi nasional, pemulasaran pemakaman covid-19," katanya.
Ada juga lukisan gambar berpegangan seperti di Romawi. Menariknya gambar tersebut digambar di atas karton, satu memegang hand sanitizer dan satu menerimanya.
"Ada juga Indonesia zona merah. Aku gambarkan melalui kutek perempuan berwarna merah, mengalir dari kuku terus tergambar peta Indonesia," katanya.
Ia mengaku, ide-ide lukisan itu spontan didapatnya, misal lagi di mobil. Tak mengenal waktu dan ruang. Kemudian langsung di sketsa di kertas sehingga tak lupa.
"Kendala biasanya di budget. Misalnya ada puluhan lukisan kan mahal bingkainya. Selain itu, kendalanya juga material alat lukis saja. Kalau tak ada di Batam, saya order dari Jakarta," ujarnya.
Hasil karya Haryanto cukup banyak. Misalnya di hotel, cafe, tempat-tempat pejabat atau instansi lainnya. Selain lukisan ada juga mural.
Ia berharap setiap instansi pemerintah bisa melibatkan orang-orang seni seperti di wilayah Jakarta. Sehingga bisa lebih menarik.
"Misalnya Taman Dang Anom atau Engku Hamidah. Banyak dimewahkan dengan lampu kelap-kelip. Kenapa tak ada satu pun seni lukisnya sehingga lebih menarik," katanya.
Menariknya lagi, ia menilai, seperti Dang Anom merupakan tempat SPBU pertama di Batam. Harusnya jangan dibongkar habis, tapi dipertahankan misalnya dicat lagi atau pun dirawat lagi, sehingga ada properti unik dan menarik.
Sebelum melukis, Haryanto berprofesi sebagai akademisi seni rupa dan interior design. Mulai dari kecil, ia memang sering dapat beasiswa menggambar. Bahkan sewaktu SMA pun sudah pernah pameran.
"Aku mengalami titik jenuh untuk design, dan beralih menjadi pelukis di Jakarta. Ke Batam awalnya dapat lukisan abstrak di Planet Hotel. Ada ratusan lukisan dan memutuskan untuk tinggal di Batam. Lupa aku tahun berapa tinggal di Batam," ujarnya.
"Setelah design ditinggalkan, sempat kembali ke mural sebenarnya. Seperti di kafe dan beberapa tempat lainnya. Lalu datanglah si pandemi ini," paparnya.
(tribunbatam.id / Roma Uly Sianturi)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita tentang Human Interest Story