BERITA CHINA

Alasan China Berulah di Natuna! 6 Kapal Perang Xi Jinping Bikin Takut Nelayan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Alasan China Berulah di Natuna! 6 Kapal Perang Xi Jinping Bikin Takut Nelayan. Foto ilustrasi kapal coast guard China

TRIBUNBATAM.id - Enam kapal asal China dikabarkan kembali memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Tak main-main, kapal-kapal itu, menurut pengakuan nelayan lokal di perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) adalah jenis kapal perang dan bukan kapal pencari ikan.

"Nelayan merasa takut gara-gara ada mereka di sana, apalagi itu kapal perang," kata Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna saat dihubungi, Rabu (15/9/2021) dikutip dari Kompas.id.

Sebagai bukti ia menunjukkan sejumlah video yang diambil nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur.

Peristiwa itu terjadi di Laut Natuna Utara pada Senin, 13 September 2021, dan kapal China yang terlihat paling jelas adalah destroyer Kunming-172.

"Kami ingin pemerintah ada perhatian soal ini, supaya nelayan merasa aman saat mencari ikan."

Kepala Dinas Penerangan Komando Armada I TNI Angkatan Laut Letnan Kolonel Laode Muhammad mengatakan, pihaknya belum mendapat laporan mengenai kehadiran 6 kapal China yang dilihat nelayan di Laut Natuna Utara.

Baca juga: Nelayan Takut Cari Ikan Gegara Kapal Perang China hingga 5 KRI Jaga Laut Natuna Utara

Baca juga: Kapal Ikan Vietnam Ditangkap Korpolairud Baharkam Polri di Laut Natuna

Ia memastikan bila ada kapal China yang mondar-mandir di ZEE Indonesia, biasanya kapal TNI AL membayangi sembari melakukan komunikasi dengan mereka.

Laode mengatakan, ada 4 kapal TNI AL bersiaga di perairan Natuna.

Kapal-kapal itu antara lain KRI Diponegoro-365, KRI Silas Papare-386, KRI Teuku Umar-385 dan KRI Bontang-907.

Peristiwa masuknya kapal China, mengingatkan pada kejadian tahun 2020, di mana kapal-kapal nelayan China masuk ke perairan Natuna, lalu menangkap ikan secara ilegal dengan perlindungan penjaga kapal (coast guard).

Data sistem pemantauan bertajuk Skylight mencatat jumlah kapal asing yang masuk ke perairan Natuna bisa mencapai 1.000 per hari.

Dilansir dari CNN pada 7 Januari 2020, berdasarkan sampel yang dilakukan pada tahun 2019, jumlah kapal asing yang masuk mencapai 1.647 kapal per hari pada April, 810 kapal di Mei, 580 kapal di Juni dan 768 kapal di Juli.

Merujuk pada ketentuan wilayah aktivitas kapal asing di perairan Natuna sebenarnya ilegal.

Baca juga: Geger Video Bangkai Gajah Mina di Laut Natuna, Peneliti LIPI Jelaskan Penampakan Hewan Mitologi

Baca juga: Info Cuaca Kepri Besok Jumat 9 April 2021, BMKG: Waspada Gelombang Tinggi di Laut Natuna dan Anambas

Konvensi Hukum Laut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) telah menetapkan perairan Natuna sebagai Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.

Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri sebenarnya sempat melempar nota protes kepada China, salah satu negara yang kapal nelayannya masuk ke perairan Natuna.

Sialnya China mengklaim hal itu tidak melanggar hukum karena perairan Natuna merupakan bagian dari kawasan Laut China Selatan yang sah, meski ada Konvensi PBB.

Sementara Malaysia, tak pikir panjang untuk mendaftarkan sengketa wilayah di Laut China Selatan kepada PBB pada Desember 2019.

Secara total sengketa di kawasan itu melibatkan China, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, Filipina,dan Indonesia.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto mengatakan Natuna memang jadi rebutan banyak negara karena potensi sumber daya laut yang menggiurkan.

Baca juga: KRI Usman Harun Tangkap Kapal Ikan Asing Berbendera Taiwan di Laut Natuna Utara

Kaya sumber daya alam

Salah satu cadangan gas terbesar di Indonesia ternyata berada di perairan Natuna.

Dikutip dari Kompas.com pada 5 Januari 2020, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki cadangan gas bumi mencapai 144,06 triliun kaki kubik (TCF).

Cadangan itu terdiri dari cadangan terbukti (P1) sebesar 101,22 TSCF dan cadangan potensial (P2) 42,84 TSCF.

Dan cadangan gas terbesar di Indonesia berada di Natuna, tepatnya berada di Blok East Natuna 49,87 TCF.

Selanjutnya disusul Blok Masela di Maluku 16,73 TCF dan Blok Indonesia Deepwater Development (IDD) di Selat Makassar 2,66 TCF.

Besarnya kandungan gas alam di Natuna tersebut, membuatnya disebut-sebut sebagai cadangan gas terbesar di Asia Pasifik.

East Natuna direncanakan baru bisa memproduksi gas pada tahun 2027.

Lamanya produksi karena belum ada teknologi yang mempuni untuk menyedot gas di kedalaman laut Natuna.

Masalah terberatnya, yakni kandungan gas CO2 yang mencapai 72 persen, sehingga perlu teknologi khusus yang harganya juga mahal.

Berbeda dengan blok lain di Natuna, gas yang diproduksi dari East Natuna tak dijual melalui pipa ke Singapura, namun diharapkan bisa disalurkan ke Jawa lewat pipa yang tersambung dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Selatan dan sampai ke Jawa Tengah.

Baca juga: Sudah Tepat Dan Strategis Penamaan Laut Natuna Utara

Baca juga: KP Bisma-8001 Ringkus 2 Kapal Ikan Asing Vietnam di Laut Natuna Utara

Wilayah kerja migas yang berlokasi di Kepulauan Natuna, berjumlah 16 WK, terdiri dari 6 WK produksi, 10 WK eksplorasi di mana 3 di antaranya dalam proses terminasi karena waktu kontraknya telah habis dan belum berhasil memperoleh temuan migas.

Ke enam WK migas yang telah berproduksi tersebut adalah South Natuna Sea Block B yang dioperatori Medco, Natuna Sea Block A yang dikelola Premier Oil Natuna Sea B.V, Kakap oleh Star Energy (Kakap Ltd).

Kemudian Udang Block yang dikelola TAC Pertamina EP Pertahalahan Arnebrata Natuna.

Dua lainnya adalah Sembilang yang dioeprasi Mandiri Panca Usaha dan Northwest Natuna oleh Santos.

Eksplorasi sejak 1960-an

Diberitakan Harian Kompas pada Juni 2016, Haposan Napitupulu, mantan Deputi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas, menjabarkan kalau laut Natuna memiliki cadangan minyak dan gas sangat besar.

Salah satu blok migas di Natuna yang cadangannya sangat besar lapangan gas Natuna D-Alpha dan lapangan gas Dara, yang kegiatan eksplorasinya telah dilakukan sejak akhir 1960-an.

Baca juga: BREAKING NEWS, HNSI Anambas Datangi Satwas SDKP, Tolak Cantrang & Trawl di Laut Natuna Utara

Ketika itu salah satu perusahaan migas Italia, Agip, melakukan survei seismik laut yang ditindaklanjuti dengan melakukan 31 pengeboran eksplorasi.

Kegiatan itu berhasil menemukan cadangan migas terbesar sepanjang 130 tahun sejarah permigasan Indonesia dengan cadangan gas 222 triliun kaki kubik (TCF) dan 310 juta bbl minyak, dengan luas 25 x 15 km2 serta tebal batuan reservoir lebih dari 1.500 meter.

Namun, sayangnya, hingga ditemukan pada 1973, lapangan gas D-Alpha ini belum dapat dieksploitasi karena membutuhkan biaya tinggi, disebabkan kandungan gas CO2-nya yang mencapai 72 persen.

Pada 1980, pengelolaan blok ini digantikan oleh Esso dan Pertamina.

Esso kemudian bergabung dengan Mobil Oil menjadi ExxonMobil dan telah menghabiskan biaya sekitar 400 juta dollar AS untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan kajian pengembangan lapangan.

Namun, tetap saja lapangan gas ini belum berhasil dieksploitasi.

Produksi gas dari blok-blok produksi di Laut Natuna sebagian besar disalurkan ke Malaysia dan Singapura.

Kontraknya masih berlanjut sampai 2021-2022.

Jika telah selesai pembangunan jalur pipa ke Batam, sebagian gas bumi berjumlah sekitar 40 juta kaki kubik per hari akan disalurkan ke Pulau Batam, yang akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

Gas bumi dari lapangan Belanak di Indonesia disalurkan ke Lapangan Duyong, Malaysia, melalui jalur pipa laut sepanjang 98 kilometer yang kemudian dipipakan ke Kertih di pantai timur semenanjung untuk diolah di industri petrokimia.

Baca juga: Kapal Coast Guard China Akhirnya Keluar ZEEI, Bakamla Intensif Pantau Keamanan Laut Natuna Utara

Baca juga: Kapal Buatan Batam Usir Coast Guard China dari Laut Natuna, Mampu Berlayar di Samudera 28 Hari

Baca juga: CHINA Jemawa Masuk Laut NATUNA, Indonesia Geram Tak Akui Nine Dash Line

.

.

.

(*/ TRIBUNBATAM.id)

Artikel ini dikompilasi dari berbagai sumber antara lain Tribunnews.com, Kompas.com, KompasTV dan CNN

Berita Terkini