“Oleh karenanya diusulkanlah ke 2 jenis pungutan jasa pelayanan kepelabuhanan tersebut ke dalam rancangan peraturan daerah tentang retribusi daerah dan dibahas dengan mekanisme sesuai dengan UU 28 Tahun 2009.
Kemudian disetujui dan disahkan menjadi Perda Nomor 9 Tahun 2017 tentang Retribusi Daerah Provinsi Kepri,” jelas Ansar lagi.
Untuk meluruskan kesimpang siuran ini, Ansar mengatakan, bahwa penerapan Perda Nomor 9 Tahun 2017 terkait jasa pelayanan kepelabuhanan pada pelayanan kepelabuhanan yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi tidak pernah gegabah untuk diterapkan.
Lantaran saat Perda tersebut diundangkan seluruh pungutan jasa labuh dan penggunaan perairan yang sebelumnya merupakan pungutan PT. Pelindo (Persero), telah diambil alih pemungutannya oleh Kementerian Perhubungan.
Itu berlaku sejak September 2015 di semua wilayah perairan tanpa membedakan wewenang akan pengelolaan wilayah laut.
Baca juga: DAFTAR Tarif Labuh Jangkar di 3 Titik Pelabuhan di Batam
Baca juga: Nasib Retribusi Labuh Jangkar Kepri, Jumaga Nadeak: Kita Akan Intervensi
“Terkait hal ini perlu diselaraskan kembali agar pungutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak ada pungutan berganda.
Yaitu dengan cara pungutan Pemerintah Pusat untuk ke 2 jenis jasa tersebut di dalam 12 mil untuk dihentikan.
Mengingat Pemprov sudah siap melaksanakan wewenangnya atas pemanfaatan wilayah laut, sehingga pasal 115 ayat (2) UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatur bahwa Pemerintah mengambil alih wewenang karena Pemerintah Daerah tidak melaksanakan wewenangnya gugur dengan sendirinya,” kata mantan anggota DPR RI ini.
Upaya Gubernur untuk lebih meyakinkan jenis pungutan jasa kepelabuhanan hak daerah tersebut dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian guna menghindari biaya tinggi karena pungutan berganda, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan memberikan kepastian kepada masyarakat/badan usaha pengguna.
Maka Pemprov melakukan beberapa upaya hukum, administratif serta pelayanan, untuk memperjelas perbedaan dan pemisahan akan wilayah berlakunya pungutan jasa labuh dan penggunaan perairan yang tertuang dalam PP Nomor 15 Tahun 2016 dengan yang tertuang didalam Perda Nomor 9 Tahun 2017.
“Saat ini kita sedang meminta penjelasan kepada Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan yang telah menjelaskan bahwa jasa labuh yang dipungut Kementerian Perhubungan adalah atas penggunaan alur pelayaran. Di samping kita juga minta agar diselesaikan sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur non litigasi di Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana amanah pasal 16 UU Nomor 30 Tahun 2014.
Kesimpulan hasil sidang di antaranya telah menguatkan hak daerah atas pungutan jasa labuh dalam arti parkir kapal dan penggunaan perairan dalam 12 mil menjadi hak daerah dan diatas 12 mil merupakan wewenang Pemerintah Pusat.
Dengan hasil sidang berupa kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan dan ditandatangani bersama antara Pemprov Kepri dengan Kementerian Perhubungan dengan disaksikan oleh Majelis Pemeriksa dan Kementerian terkait,” katanya.
Selain itu, Gubernur juga meminta agar legal opinion dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri yang telah memberikan pendapat hukumnya yaitu menguatkan hak daerah atas otonomi pengelolaan wilayah laut 0-12 mil, dengan mempertegas bahwa tindakan pungutan PNBP Kementerian Perhubungan terhadap pungutan atas pemanfaatan wilayah laut dalam 12 mil sesungguhnya telah bertentangan dengan asas legalitas.
Kemudian memohon pendapat juga kepada Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri yang telah memberikan tanggapan dengan penegasan bahwa sudah sewajarnya Pemerintah Daerah melaksanakan hak atas wewenang yang telah diberikan melalui amanah peraturan perundang-undangan untuk memberikan kepastian pelayanan public.
Baca juga: Upaya Pemprov Kepri Tarik Retribusi Labuh Jangkar, Target Rp 200 M per Tahun