BINTAN, TRIBUNBINTAN.com - Kepala Puskesmas Sei Lekop, Kabupaten Bintan dr Zailendra Permana mengembalikan uang Rp 100 juta ke penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan, Jumat (10/12/2021).
Itu hanya selang sehari setelah penyidik menetapkannya sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi insentif fiktif tenaga kesehatan (nakes).
Zailendra datang ke Kantor Kejari Bintan dengan membawa uang Rp 100 juta pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu.
"Jadi tersangka tadi pagi sekitar pukul 10:30 Wib mendatangi kantor kita untuk mengembalikan uang Rp 100 juta terkait kasus korupsi," kata Kepala Kejari Bintan, I Wayan Riana saat press release di depan Kantor Kejari Bintan, Jumat.
Ia melanjutkan, Zailendra datang sendirian dan atas inisiatif sendiri.
"Jadi uang Rp 100 juta ini yang digunakan tersangka. Belum dari nakes lainnya di Puskesmas Sei Lekop," ucapnya.
I Wayan menambahkan, dengan adanya pengembalian Rp 100 juta dari tersangka, kini total pengembalian uang hasil korupsi yang diterima penyidik sebesar Rp 126 juta lebih. Itu setelah ditambah dari pengembalian sebelumnya sekitar Rp 26 juta lebih.
I Wayan mengimbau kepada nakes di Puskesmas Sei Lekop yang menerima uang dari hasil korupsi insentif nakes agar segera mengembalikannya ke negara.
Baca juga: Kepala Puskesmas Sei Lekop Jadi Tersangka Kasus Insentif Fiktif Tenaga Kesehatan
Baca juga: Tak Hanya Puskemas Sei Lekop, Penyidik Kejari Juga Geledah Kantor Dinas Kesehatan
Kepala Puskesmas Sei Lekop Jadi Tersangka
Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan akhirnya menetapkan Kepala Puskesmas (Kapus) Sei Lekop, dr Zailendra Permana sebagai tersangka.
Itu dalam kasus dugaan korupsi insentif fiktif tenaga kesehatan (nakes) di Puskesmas Sei Lekop.
Akibat ulahnya, Kejari Bintan menaksir kerugian Negara hingga Rp 400 juta.
Penetapan tersanga Kapus Sei Lekop ini setelah melalaui serangkaian tahapan.
Mulai dari pemanggilan sejumlah pihak sebagai saksi.
Hingga menaikkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Hingga penggeledahan di Puskesmas Sei Lekop yang berlokasi di Kecamatan Bintan Timur, Selasa (30/11).
Penyidik Kejari Bintan menyita ponsel Kapus Sei Lekop itu bersama sejumlah sim card milik sejumah staf puskesmas lainnya.
Mereka juga menyita sedikitnya tiga dus berisi sejumlah dokumen penting dari penggeledahan serta melanjutkannya ke ruangan kasubag keuangan Dinas Kesehatan (Dinkes) Bintan pada hari yang sama.
"Kami telah menetapkan Kepala Puskesmas Sei Lekop sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pencairan insentif fiktif,” ungkap Kajari Bintan, I Wayan Riana saat ungkap kasus di depan kantor Kejari Bintan, Kamis (9/12/2021).
Kajari Bintan mengungkap jika dr Zailendra Permana diduga memerintahkan bawahannya untuk mencairkan insentif fiktif tenaga kesehatan tidak sesuai dengan petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
Penyidik Kejari Bintan masih mengembangkan apakah hal ini merupakan inisiatif Kepala Puskesmas Sei Lekop sendiri atau ada pihak lain.
"Terkait apakah ada yang memerintahkan yang bersangkutan masih kami lidik lagi," sebutnya.
I Wayan Riana mengungkapkan, total alokasi anggaran untuk insentif tenaga kesehatan di Puskesmas Sei Lekop berjumlah Rp 836 juta lebih.
Baca juga: Usut Tuntas Insentif Fiktif Tenaga Kesehatan, Kejaksaan Bakal Geledah Puskesmas Lain
Baca juga: Mantan Kades dan Bendahara Desa Berindat di Lingga Ditahan Kejari Gegara Kasus Korupsi
Ini merupakan alokasi anggaran untuk tahun 2020 dan 2021.
Dari jumlah itu,diduga negara merugi sekitar Rp 400 juta.
I Wayan juga menyebutkan, bahwa dalam kasus ini penyidik menyita 4 unit telpon genggam, 1 unit komputer serta uang tunai Rp 26 juta lebih.
"Jadi Rp 26 juta lebih uang ini disita dari 4 tenaga kesehatan. Penyitaan pertama Rp 8 juta. Sehingga total uang yang sudah dikembalikan berjumlah Rp 26 juta lebih,”ungkapnya.
Meski sudah berstatus tersangka, namun Kejari Bintan belum menahan Kepala Puskesmas Sei Lekop itu.
Hal itu karena tim penyidik masih memproses penyidikan lanjutan.
"Meski belum ditahan, kami akan ajukan pencekalan. Terkait hal ini, kami akan berkoordinasi dengan perwakilan imigrasi," jelasnya.
Atas perbuatannya tersangka di sangkakan Pasal 2 atau pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 2009 tentang pemberantasan korupsi, Jo Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi (Tipikor).
Dengan ancaman maksimal seumur hidup atau hukuman mati. (TribunBatam.id/Alfandi Simamora)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Korupsi di Bintan