TANJUNGPINANG, TRIBUNBATAM.id - Sebanyak tiga orang saksi dihadirkan dalam lanjutan sidang perdata antara Dharma Parlindungan melawan PT Expasindo Raya dan PT Bintan Properti Indo di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Rabu (30/10/2024).
Sidang perdata ini terkait gugatan sengketa lahan di Kelurahan Sei Lekop, Kijang, Bintan Timur, Bintan.
Saksi yang hadir mulai dari mantan Pj Wali Kota Tanjungpinang--Hasan, kemudian Ridwan, dan Budiman.
Ketiganya dihadirkan penggugat yang diwakili kuasa hukumnya, Hendri Devitra sebagai saksi dalam sidang agenda keterangan saksi Rabu ini.
Baca juga: Breaking News, Eks Pj Wali Kota Tanjungpinang Hasan Jadi Saksi Sidang Sengketa Lahan
Adapun ketiganya, Hasan selaku camat, M Ridwan lurah dan Budiman sebagai juru ukur saat sengketa lahan ini awalnya muncul.
Ketiganya sempat mendekam di penjara pada 2024 ini, dalam kasus dugaan pemalsuan surat lahan di Bintan.
Hingga akhirnya dikeluarkan karena masa penahanannya habis. Kasus ini masih bergulir. Ketiganya pun masih berstatus tersangka.
Pada sidang hari ini, ketiganya memberikan keterangan secara bergantian bukan terkait kasus pidana yang mereka hadapi, melainkan kasus perdata yang masih ada kaitannya dengan tugas mereka sebelumnya.
Kesaksian dimulai dari Ridwan.
Keterangan Saksi Ridwan
Dalam sidang itu, Ridwan memberikan kesaksian terhadap kejelasan alur kepemilikan pertama lahan sebesar 112 hektare di Sei Lekop hingga terjadinya pengakuan tumpang tindih lahan oleh PT Expasindo.
Selain itu, Ridwan juga membeberkan pada 2013, dirinya tidak mengetahui bahwa lahan itu adalah milik perusahaan.
Sebab tidak ada tanda plang nama yang ditancapkan oleh perusahaan di lokasi, termasuk bangunan milik perusahaan.
Kemudian pada 2014, barulah Expasindo mendatanginya dan mempertanyakan lahan dan mengatakan untuk melakukan pengukuran ulang.
"Lalu bersama RT, RW, dan camat, kami berkoordinasi untuk membuat surat kepemilikan lahan, karena yang tahu lahannya Expasindo sendiri," ujar Ridwan.
Selama kurun waktu 2014, Ridwan juga mengaku Expasindo tidak pernah datang untuk melihat lahan tersebut hingga tahun 2018 baru kembali melakukan pengukuran lahan.
"Jadi selama ditinggal itu, banyak masyarakat yang melakukan penggarapan lahan, karena menurut masyarakat itu tanah negara dan tidak ada yang punya," sebutnya.
Baca juga: Jawaban Gugatan Darma Parlindungan vs PT Expasindo di PN Tanjungpinang Lanjut via e-court
Ridwan dalam kesaksiannya juga menyampaikan, dirinya merasa tertekan untuk menyelesaikan permintaan pihak perusahaan.
“Soalnya dalam obrolan dengan pihak perusahaan, kalau tidak dituntaskan kami akan dilaporkan. Namun nyatanya kami akhirnya berproses hukum dan mendekam juga di penjara,” ujarnya.
Setelah diskor, sidang kembali dilanjutkan dengan saksi bernama Hasan.
Keterangan Saksi Hasan
Dalam keteranganya, Hasan menyampaikan, kewenangan sebagai camat saat itu sudah dilakukan terhadap berkas surat yang datang dari kelurahan.
Hasan mengatakan, bahkan dia tetap turun tangan mengadakan mediasi bersama pihak perusahaan dan warga yang bersengketa untuk membantu menyelesaikan persoalan.
“Bahkan saya harus mengeluarkan uang kepada pemilik lahan Yose sampai ratusan juta untuk ganti rugi. Yose sepadan dengan Parlindungan yang melakukan gugatan itu,” ucapnya.
Hasan pun merasa kecewa. Sebab upayanya membantu perusahaan harus menangung beban hingga berurusan dengan pihak kepolisian.
“Saya dipenjara. Sampai saat ini status saya masih tersangka. Padahal saya bantu sampai begitu perusahaan,” ujarnya.
Saat ditanyakan hakim, mengapa mau membantu perusahaan sampai segitunya, hingga sampailah ke proses hukum, Hasan pun mengatakan, bahwa ada tekanan yang juga diterima dirinya.
“Saya bersama lurah saat itu, yang saksi tadi ditekan akan diproses hukum bila tak tuntaskan. Kami saat itu hanya berpikir, sebagai ASN. Maka semaksimal mungkin membantu. Tapi malah kami yang menanggung,” ucapnya.
Keterangan Saksi Budiman
Terakhir, saksi Budiman yang saat itu berperan sebagai juru ukur. Dalam kesaksiannya, ia hanya mengatakan saat melakukan pengukuran ulang, dirinya hanya melaksanakan tugas untuk mengukur lahan.
Usai sidang, Kuasa Hukum Darma Parlindungan, Hendy Davitra menyampaikan, dalam gugatan kliennya, bahwa fakta hari ini jelas memiliki tanah yang riwayatnya dari Restian Rauf dan suratnya asli ada di tangan Oki Irawan saat diajukan.
Kedua faktanya, tanah awal Restian Rauf tidak pernah dibebaskan oleh perusahaan.
“Bahwa dalam perkara perdata ini, ada pernyataan dari pihak saksi terhadap kekeliruan menjadi kontroversi. Maka saat digali, di satu sisi mempertahankan sah suratnya, tapi kok ada pernyataan keliru. Kita dengar bersama, bahwa terjadi karena merasa dalam tekanan, diancam dilaporkan,” jelasnya.
Sehingga, saat saksi Hasan sebagai Camat saat itu dan Ridwan sebagai Lurah saat itu, berupaya maksimal memediasi masyarakat dengan pihak perusahaan. Walaupun tidak ada kata sepakat.
“Yang lucu lagi, klien saya dijanjikan akan dikembalikan uangnya. Dulu klien saya beli tanah Rp210 juta. Oleh saksi Ridwan hanya mampu Rp80 juta, sisanya dari kuasa hukum perusahaan akan dibayarkan. Ternyata gak dibayar sampai sekarang. Makanya klien saya gugat,” ujarnya.
Menurutnya, ini menjadi cacatannya bahwa ini sengketa perdata. Dilihat dalam jalannya sidang ini terhadap keabsahan kepemilikan lahan.
“Sampai selesai sidang tadi, belum ada terbantahkan. Termasuk apakah pernah dibebaskan atau belum oleh perusahaan Expasindo,” tegasnya.
Kata Kuasa Hukum Tergugat
Sementara itu, Kuasa Hukum PT Expasindo Raya dan PT Bintan Properti Indo, Lucky Omega Hasan menyampaikan, konstruksi kepemilikan surat penggugat ditemukan cacat formil, yakni tanah dari SKT Rustian Rauf yang seluas 1Ha, tapi saat di PPJB kepada Mesdi Ali beda objek yakni seluas 1 Ha.
“Itupun tanah Rustian Rauf yang lain yang dibeli dari Titi Sjarifudin di tahun 1985. Jadi karena beda objek jelas penguasaan tanah oleh penggugat ada cacat formil di dokumennya,” ujarnya.
Baca juga: Sidang Perdana Warga Batam Lawan PT Expasindo Soal Lahan di Bintan Ditunda Dua Minggu
Selain itu, menurutnya, dari Mesdi Ali kepada Yanjte Rumajar itu adalah kuasa jual. Tapi kenapa Dharma parlindungan (penggugat), menerima pengoperan tanah dari Oki Irawan yang memperoleh oper penguasaan tanah dari Yantje Rumajar yang mengklaim sebagai pemilik.
“Ini jelas bermasalah dokumen hukum alas haknya penggugat dan semakin terang penggugat tidak sah menguasai tanah di bidang tanah yang diklaim saat ini,” ungkapnya.
Selain itu, tanah asal penggugat dulunya oleh Rustian Rauf seluas hanya 1Ha, kenapa saat Oki Irawan oper ke penggugat tanahnya berubah menjadi 14.050 alias kelebihan 4.000an meter. Menurutnya, semakin jelas ada indikasi kuat cacat hukum asal alas hak tanah milik penggugat.
Lebih jelas lagi, pengoperan dari Yantje Rumajar kepada Oki Irawan sekaligus pengoperannya terakhir kepada penggugat itu dibuat dokumennya oleh Riduan, Budiman serta ditandatangani oleh Hasan.
“Hasan pun dalam persidangan juga mengetahui dan tidak dapat mengelak mengenai adanya kejanggalan dalam runtutan/kronologi dokumen alas hak penggugat tersebut,” ucapnya.
Dalam lanjutan sidang perdata ini, adapun Mejelis Hakim pada sidang tersebut yakni, Hakim Ketua Boy Syailendra, dan anggota Sayed Fauzan dan Fausi.
Sidang dilanjutkan dengan agenda pengecekan lokasi tanah yang menjadi objek perkara pada, Jumat (1/11/2024). (Tribunbatam.id/endrakaputra)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News